SuaraSulsel.id - Provinsi Sulawesi Selatan disebut surplus listrik hingga 602 Megawatt. Dari angka itu, 98,7 persen rumah tangga diklaim sudah teraliri listrik.
Namun data ini dikritik. Karena hanya menghitung kemampuan rumah tangga menyalakan lampu. Sementara, satu persen lebih belum mendapat pasokan.
Satu persennya ini sebagian berada di Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan. Lokasi yang sedang dipoles pemerintah jadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
Sepanjang malam, pemukiman warga di Jammeng, Dusun Timoro, Desa Laiyolo Baru, Kecamatan Bontosikuyu nyaris selalu gelap gulita.
Baca Juga:Indonesia Perlu Benahi Pengadaan PLTS Skala Besar Agar Peroleh Harga Listrik Kompetitif
Mesin genset secara swadaya digunakan untuk menyalakan lampu. Empat jam setiap malam. Tapi hanya bagi rumah tangga yang mampu membayar iuran setiap bulannya.
Salah satu warga Jammeng, Risnawati, mengatakan setiap rumah yang ingin tersambung listrik, mesti membayar iuran rutin Rp 25 ribu untuk dua lampu watt rendah. Sementara bagi yang punya TV Rp 50 ribu.
"Masyarakat selama ini penerangannya hanya empat jam dalam semalam. Dari pukul 18.00-22.00 Wita, tapi belakangan dua bulan gensetnya rusak," ujar Risnawati saat berbincang dengan SuaraSulsel.id, Sabtu, 21 Agustus 2021.
Sebagian masyarakat juga tersambung listrik yang dipanen dari energi matahari sejak tahun 2019. Sebelumnya, masyarakat di dusun ini sama sekali tidak memiliki akses listrik.
Namun, pemakaian genset bukan tanpa keluhan. Dalam sebulan, iuran mesti dibayar rutin, tetapi gensetnya sering mengalami kerusakan.
Baca Juga:Pengguna Listrik dengan Watt Besar Terima Bansos, Mensos: Ada yang Begitu
"Banyak keluhan (pakai genset). Entah karena sering rusak, atau keluhan tagihan yang tidak sepadan dengan pelayanannya," tuturnya.
Kampung Jammeng lokasinya masih satu daratan dengan ibu kota kabupaten. Jaraknya sekitar 25 kilometer.
Namun, sulitnya infrastruktur membuat desa ini masih tertinggal. Transportasi umum juga tidak menjangkau ke sana.
Masalah jaringan seluler pun begitu. Nihil. Jika ada yang mendesak, maka warga harus ke desa tetangga terlebih dahulu.
"Kita harus ke kampung sebelah kalau mau menelpon. Sekitar 10 km, atau mungkin karena kondisi jalannya yang tidak bagus jadi terasa jauh," tuturnya.
Di Jammeng juga ada puskesmas. Namun tenaga kesehatan yang ditugaskan tak ada yang bertahan.
"Sisa satu petugas yang kerja di sana. Bidan sudah tidak ada yang betah. Mungkin karena tidak ada listrik dan jaringan," tutur Risnawati.
Dampak ketiadaan listrik juga sempat mengguncang Andi Azman. Dia mengalami geger budaya saat merantau melanjutkan pendidikan.
Azman adalah warga Bontorusu, Kabupaten Kepulauan Selayar. Sewaktu sekolah, ia menggunakan lampu minyak saat belajar pada malam hari.
"Sekarang sudah ada listrik, tapi hanya menyala pada jam 6 sore. Jam 12 malam mati," ujar Azman.
Pria berumur 23 tahun yang kini berkuliah di Makassar ini mengaku awal kuliah, ia tak menguasai teknologi. Pengetahuannya minim karena sumber informasi seperti televisi tak bisa menyala di rumahnya.
"Apalagi komputer, tidak ada. Padahal jarak dari rumah saya ke pulau utama tidak jauh, hanya 300 meter," tuturnya.
Sebelum-sebelumnya, calon kepala daerah atau wakil rakyat yang hendak mencalonkan diri selalu menjanjikan listrik dan perbaikan infrastruktur. Sayang, hanya sekadar janji.
Risanawati dan Azman berharap, di momen hari kemerdekaan ini, kampung kelahirannya bisa mendapat perhatian pemerintah. Apalagi, ada wacana listrik murah untuk warga kepulauan oleh Pemprov Sulsel.
Janjikan Listrik Murah
Perseroda Sulsel dan PT Falcon Soenich Energi sudah bekerjasama untuk menyediakan listrik murah untuk
warga di Kepulauan Selayar. Pengerjaannya akan dimulai bulan Oktober.
Perseroda dan PT Falcon akan menghadirikan listrik dengan skema Solar Cell. Pembangkit listriknya akan dipasang di atap rumah warga.
Direktur Perseroda Sulsel Yasir Mahmud mengatakan hanya 57 persen masyarakat di kepulauan Selayar yang bisa menikmati listrik dari PLN. 42 persen warga belum pernah merasakan listrik sama sekali selama Indonesia merdeka.
"Ini pertama kalinya mereka akan menikmati listrik selama Indonesia merdeka, sejak 76 tahun yang lalu," kata Yasir, baru-baru ini.
Ia mengatakan pihaknya mendata ada 14.600 kepala keluarga yang rumahnya belum dialiri listrik selama 76 tahun. Listrik yang tersedia juga akan lebih murah dari PLN.
"Kita lebih murah 15 sampai 20 persen. Untuk harga dan tarif yang akan ditawarkan lebih murah Rp 500-600/kwh," jelasnya.
Kerjasama ini juga diklaim tidak akan memberatkan masyarakat. Untuk biaya pemasangannya gratis. Berbeda dengan PLN yang harus dibayar sebelum dipasang.
"Pemasangannya beda dengan yang dilakukan PLN. Pemasangannya juga gratis. Kalau PLN pemasangan kan ada pembayaran di depan," ujarnya.
PT Falcon diketahui berinvestasi Rp 500 miliar untuk proyek tersebut. Target keuntungannya bisa mencapai Rp 1 triliun per tahun.
"Butuh sekitar tujuh bulan untuk pengerjaannya sampai rampung semua," ungkap Yasir Mahmud.
Pelaksana Tugas Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman menambahkan Sulsel punya banyak pulau yang belum dialiri listrik. Setelah Selayar, Perseroda bisa menggarap wilayah lain seperti Pangkep dan Sinjai.
"Bukan cuma Selayar. Kita juga sasar Pangkep dan Sinjai. Masih banyak wilayah kita yang terpencil, yang belum dialiri listrik," ujar Sudirman Sulaiman.
Ia mengatakan pasokan listrik di Sulsel saat ini berlimpah. Ada 98 persen. Hanya saja, tidak semua daerah bisa terjangkau karena kondisi geografis wilayah yang sulit.
"Bayangkan ada 27.000 penduduk Pangkep ada di Pulau tapi tidak semua wilayah dialiri listrik. 76 tahun merdeka, 76 tahun belum bisa nikmati listrik. Kadang nyala, kadang tidak. Pas mau cas HP, eh mati," kata Sudirman.
Kontributor : Lorensia Clara Tambing