SuaraSulsel.id - Tiga legislator DPRD Sulsel terpilih yang mundur karena memilih untuk adu peruntungan di Pemilihan Kepala Daerah 2024 kalah.
Mereka adalah Rezki Mulfiati Lutfi, Muzayyin Arif, dan Ady Ansar. Selain itu caleg DPR RI Partai Golkar Muhammad Fauzi juga harus menelan pil pahit setelah kalah tipis dari pesaingnya,
Rezky adalah politisi partai NasDem pemenang Pileg 2024 dari daerah pemilihan II Makassar B dengan raihan 21.683 suara. Ia memilih mundur sebelum dilantik demi maju jadi calon Wakil Wali Kota Makassar mendamping Andi Seto Gadhista Asapa.
Sayangnya, Seto-Rezki yang didukung partai Gerindra, NasDem, PAN dan PSI kalah telak dari pasangan Munafri-Aliyah. Pasangan dengan slogan Sehati itu hanya bisa mengumpulkan 27,8 persen suara.
Baca Juga:Kalah Pilkada 2024 Tidak Boleh Langsung Menggugat ke MK, Ini Aturannya
Sosok lain ada Muzayyin Arif. Politisi PKS itu kembali terpilih menjadi anggota DPRD Sulsel dari Dapil Maros, Pangkep, Barru, Parepare setelah memperoleh 24.084 suara.
Ia mengundurkan diri dan maju di Pilkada Sinjai 2024 berpasangan dengan Andi Ikhsan Hamid. Pasangan ini mengantongi enam kursi gabungan NasDem dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Di Pilkada Sinjai, Muzayyin-Andi Ikhsan kalah telak dan hanya mengantongi 42.965 suara dari jumlah pemilih 197.158.
Lalu, ada legislator partai NasDem, Ady Ansar yang rela melepas jabatan menjadi wakil rakyat demi maju di Pilkada Selayar. Sayangnya, Ady yang berpasangan dengan Suwadi kalah dari pesaingnya, Natsir Ali-Muhtar.
Di Luwu Utara, Caleg DPR RI Partai Golkar Muhammad Fauzi juga mendapat suara terbanyak dari Dapil Sulsel III pada Februari 2024. Ia meraih 99.690 suara.
Baca Juga:Unggul Versi Quick Count, Sudirman: Jangan Bereuforia!
Fauzi menggandeng putra mantan Bupati Lutra Arifin Junaidi, Ajie Saputra sebagai pasangannya, tapi kalah tipis dari pasangan Andi Rahim-Jumail Mappile.
Pengamat Politik Universitas Hasanuddin Makassar Andi Ali Armunanto menilai ada banyak alasan kenapa masyarakat beda pilihan di Pileg dan saat Pilkada. Salah satunya karena kedekatan emosional dengan paslon.
Hal tersebut di-salah kaprah oleh caleg yang berani mundur sebelum dilantik demi maju arena Pilkada 2024. Menurutnya, pemilih di Pilkada lebih militan dibanding Pileg.
"Mereka pikir suara di Pemilu lalu bisa tetap dipertahankan padahal ada banyak alasan pemilih untuk bergeser. Salah satunya karena kedekatan emosional dengan paslon lain," ujarnya saat dihubungi, Selasa, 3 Desember 2024.
Faktor lain menurut Ali karena psikologi masyarakat. Mereka jenuh dengan proses politik sejak Pilpres, Pemilu hingga Pilkada.
"Jedanya yang terlalu singkat sehingga memang kalau kita lihat antusias orang ke TPS di pilkada lebih rendah dibanding saat Pilpres dan Pemilu," sebutnya.
Peneliti dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia Lucius Karus menambahkan fenomena ini disebabkan oleh masyarakat yang bosan karena merasa dikhianati sebagai pemilih saat Pileg.
Menurutnya, sikap caleg terpilih yang mundur demi ambisi menjadi kepala daerah telah mencederai suara pemilih. Mereka dibutakan pada kepentingan politik jangka pendek demi membangun kekuasaan di tingkat lokal.
"Seharusnya caleg terpilih ini melanjutkan aspirasi pemilihnya, namun tidak terwujud karena lebih memilih mundur demi kepentingan politik. Mereka menipu konstituen," tegasnya.
Di kota Makassar, tingkat partisipasi pemilih pada Pilkada 2024 hanya sekitar 57 persen dari 1.037.167 Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang menggunakan hak pilihnya.
Komisioner KPU Makassar Abdi Goncing tak menampik partisipasi pemilih di beberapa TPS lebih rendah dibanding pada Pilkada 2020. Hal tersebut terjadi karena lokasi TPS yang berubah.
"Banyak pemilih yang bergeser dari TPS yang biasanya karena ada penggabungan," ujarnya.
Faktor lain karena ada perubahan alamat pemilih yang tidak sesuai lagi di DPT sehingga distribusi undangan memilih (formulir C pemberitahuan) tidak sampai.
Abdi menyebut fenomena ini bukanlah hal baru. Tren partisipasi pemilih di Pilkada biasanya lebih rendah dibandingkan Pileg atau Pilpres.
Namun, ia menegaskan, data ini akan menjadi masukan penting bagi KPU. Abdi juga menyebut data ini masih bisa berubah karena proses rekapitulasi per kecamatan masih berlangsung.
Kontributor : Lorensia Clara Tambing