Kalah Pilkada 2024 Tidak Boleh Langsung Menggugat ke MK, Ini Aturannya

Komisi Pemilihan Umum memiliki waktu hingga 16 Desember 2024 untuk melaksanakan penghitungan dan rekapitulasi suara

Muhammad Yunus
Kamis, 28 November 2024 | 15:14 WIB
Kalah Pilkada 2024 Tidak Boleh Langsung Menggugat ke MK, Ini Aturannya
Suasana jalannya sidang putusan uji formil putusan nomor 90 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (16/1/2024). [Suara.com/Alfian Winanto]

SuaraSulsel.id - Proses rekap suara pada Pilkada serentak 2024 memang masih berlangsung. Namun, hasil hitung cepat yang dirilis beberapa lembaga survei memantik pasangan calon yang kalah akan mempersiapkan gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK).

Komisi Pemilihan Umum di tiap daerah memiliki waktu hingga 16 Desember 2024 untuk melaksanakan penghitungan dan rekapitulasi suara hingga menetapkan pasangan calon terpilih.

Sementara bagi pasangan calon kepala daerah yang kalah dapat mengajukan keberatan atas keputusan KPU tersebut dalam waktu tiga hari kerja setelah hasil Pilkada diumumkan.

Sebagai contoh, apabila KPU Sulawesi Selatan menetapkan pasangan calon (paslon) terpilih pada 1 Desember 2024, misalnya, paslon yang kalah dalam perolehan suara dapat mengajukan atau mendaftarkan permohonan sengketa hasil pilkada ke MK hingga 3 Desember 2024.

Baca Juga:Unggul Versi Quick Count, Sudirman: Jangan Bereuforia!

MK juga akan memberikan waktu tiga hari kerja bagi para pemohon sengketa untuk memperbaiki permohonan sebelum berkas pengajuan itu teregistrasi dalam e-BRPK (buku registrasi perkara konstitusi).

Namun, paslon yang kalah tidak boleh asal menggugat ke MK. Ada persyaratan formil ambang batas pengajuan permohonan perselisihan hasil pemilihan kepala daerah (PHP Kada) yang mesti dipenuhi.

Hal tersebut tercantum dalam UU Pilkada Pasal 158 UU 10/2016. Pasal itu mengatur pasangan calon kepala daerah dapat mengajukan permohonan pembatalan keputusan penetapan hasil penghitungan suara oleh KPUD Provinsi dan Kabupaten/Kota dengan ketentuan bila memenuhi syarat selisih suara mulai 2 persen hingga 0,5 persen tergantung dari jumlah penduduk di provinsi dan kabupaten/kota yang bersangkutan.

Cara perhitungannya adalah selisih 2 persen untuk provinsi dengan penduduk di bawah 2 juta jiwa atau kabupaten/kota dengan penduduk di bawah 250 ribu jiwa. Dan selisih 1,5 persen untuk provinsi dengan penduduk 2 juta sampai enam juta jiwa atau kabupaten/kota dengan penduduk 250 ribu sampai 500 ribu jiwa .

Lalu, selisih 1 persen untuk provinsi dengan penduduk 6 juta sampai 12 juta jiwa atau kabupaten/kota dengan penduduk 500 ribu sampai 1 juta jiwa, serta 0,5 persen untuk provinsi dengan penduduk di atas 12 juta atau kabupaten/kota dengan penduduk di atas 1 juta jiwa.

Baca Juga:Pilkada Sulsel 2024: Disabilitas dan Warga Binaan Antusias Menyalurkan Hak Pilih

Misalnya, ada kota dengan jumlah penduduk 1.905.121 jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 2 persen dari total suara sah hasil penghitungan suara tahap akhir yang ditetapkan termohon atau KPU. Ataukah contohnya total suara sah mencapai 1.837.300, maka 2 persennya dari total suara tersebut diperoleh angka 36.746 suara sebagai ambang batas selisih suara antara pasangan calon (paslon).

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini