SuaraSulsel.id - Kasus utang kembali menerpa Sekretariat DPRD Sulawesi Selatan. Hal tersebut terungkap di sidang lanjutan kasus dugaan suap terhadap pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang digelar, Rabu, 22 Februari 2023.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan empat orang saksi di ruang Bagir Manan, Pengadilan Negeri Makassar. Salah satu diantaranya merupakan mantan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Pemprov Sulsel, Fitriah Zainuddin.
JPU mencecar Fitriah soal dokumen utang piutang sebesar Rp1,5 miliar ke Sekretariat DPRD Sulsel. Uang itu diserahkan pada tahun 2020.
Fitriah menjelaskan pada 21 Juni 2020, Sekretaris DPRD (Sekwan) Muh Jabir bersama Bendahara Sekwan, Darusman Idham, menemuinya di Rumah Sakit Labuang Baji.
Baca Juga:DPRD Sulsel Protes Tidak Dilibatkan Dalam Hibah Lahan Rumah Sakit, Pengamat: Tidak Perlu Persetujuan
Jabir menyampaikan butuh dana mendesak untuk urusan kantor sebesar Rp1,5 miliar.
"Alasannya keperluan mendesak di Sekretariat DPRD dengan kesepakatan jasa yang tidak mengikat," kata Fitriah.
Pada tanggal 24 Juni, uang itu diserahkan dengan perjanjian utang piutang. Jabir dan Darusman sebagai pihak pertama, sementara Fitriah sebagai pihak kedua.
Saat penandatangan perjanjian utang piutang itu, kata Fitriah, ada nama Ketua Badan Anggaran DPRD Sulsel Rudy Pieter Goni dan keluarga Fitriah, serta pengacaranya sebagai pihak yang mengetahui.
"Namun pak Jabir meminta agar surat perjanjian diubah. Nama pihak pertama cukup Darusman Idham saja, dan nama Jabir dikeluarkan sebagai pihak pertama," beber Fitriah.
Baca Juga:KPK Periksa Dua Anggota DPRD Sulsel Terkait Dugaan Suap
Fitriah mengaku tak tahu apa alasannya. Uang itu kemudian diserahkan ke Darusman secara tunai.
Beberapa hari setelahnya, Darusman dan Jabir menyerahkan surat perjanjian yang sudah ditandatangani oleh pihak pertama.
"Tapi ada satu orang yang tidak tandatangan yaitu Rudy Pieter Goni," ungkapnya.
Fitriah mengatakan Jabir dan Darusman menyerahkan rumah, tanah, dan kendaraan sebagai agunan. Perjanjian pengembalian utang disepakati dalam waktu satu tahun.
"Saya pegang sertifikatnya untuk dua unit rumah, dua bidang tanah, dua BPKB mobil dan satu set alat musik elekton," kata Fitriah.
Kata Fitriah, utang pokok dari pinjaman itu hingga kini belum dilunasi. Ia hanya menerima bunga pinjaman sebesar Rp5 persen per bulan atau sebesar Rp75 juta.
Fitriah sudah pernah menagih ke Jabir soal pelunasan utang. Namun, Sekwan berdalih belum ada uang dan diarahkan untuk menagih ke Darusman.
"Atas persetujuan Darusman, saya menjual satu mobil HRV seharga Rp200 juta sebagai pembayaran bunga pinjaman," jelasnya.
Pada April 2021, Fitriah kembali menagih. Jabir lalu mempertemukannya dengan Ketua DPRD Andi Ina Kartika Sari dan Wakil Ketua, Darmawangsyah Muin.
Dua pimpinan DPRD itu berjanji akan memfasilitasi untuk menyelesaikan utang tersebut. Namun, hingga bulan Juli 2021, tak ada solusi.
Fitriah kemudian kembali menemui Andi Ina di ruangannya ditemani Jabir. Ina mengaku sanggup membantu membayar bunga pinjaman senilai Rp9 juta per bulan.
"Secara total sebesar Rp40 juta dan pada bulan November dibayarkan oleh Jabir Rp5 juta. Namun sampai saat ini saya belum menerima pembayaran utang pokok," katanya.
Fitriah mengaku Sekretariat DPRD bukan kali itu saja meminjam uang kepadanya. Tapi sudah sejak tahun 2016.
Setiap pinjaman, ia menerapkan bunga 5 persen. Pada tahun 2016, ia meminjamkan uang ke Sekretariat DPRD senilai Rp700 juta, tahun 2017 Rp1 miliar, tahun 2018 Rp1 miliar, dan tahun 2019 Rp1,8 miliar.
"Utang-utang tahun sebelumnya sudah dilunasi," katanya.
Kontributor : Lorensia Clara Tambing