SuaraSulsel.id - Kasus dugaan korupsi Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) atau biasa disebut Bansos di Indonesia jadi perhatian Menteri Sosial, Tri Rismaharini. Mantan Wali Kota Surabaya itu mengungkap kasus korupsi bansos yang terkuak pertama ada di Sulawesi Selatan.
Hal tersebut dikatakan Risma usai memberikan penghargaan ke polisi di Aula Mappaodang Mapolda Sulsel, Senin, 26 Desember 2022.
Risma mengapresiasi kinerja Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Sulawesi Selatan. Karena berhasil mengungkap kasus dugaan korupsi Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). Nilainya cukup besar sebesar Rp25 miliar.
Polda Sulsel sebelumnya sudah menetapkan 14 tersangka baru kasus BPNT di Sulsel. Dugaan korupsi itu terjadi di Takalar, Bantaeng, dan Sinjai.
Baca Juga:Dikunjungi Gubernur Andi Sudirman, Uskup Agung Makassar: Tenang Rasanya
"Ini kasus pertama yang dibuka. Polda Sulsel telah membongkar masalah korupsi BPNT," ujar Risma.
Ia mengaku sulit membayangkan bagaimana oknum menilep uang hingga totalnya Rp25 miliar. Padahal penerima manfaat hanya menerima Rp200 ribu per bulan.
Modusnya adalah para pejabat memberikan paket bahan pokok kepada penerima. Padahal, kata Risma, dalam Peraturan Menteri Sosial (Permensos) tidak diperbolehkan.
"Kan Rp200 ribu yang diberikan, tarulah Rp150 ribu berarti kan Rp50 ribu yang dikorupsi. Bayangkan Rp50 ribu kali sekian (banyaknya) sampai ketemu Rp25 miliar," ungkapnya kesal.
Oleh karena itu ia berharap kasus ini bisa diusut tuntas. Sebab, tak hanya terjadi di Sulawesi Selatan.
Baca Juga:Sahat Tua Dari Dapil Ngawi, Tapi Bisa Muluskan Dana Hibah Rp 40 Miliar ke Madura
Ia ingin Polda di daerah lain bisa massif mengecek anggaran BPNT. Saat ini di beberapa daerah sudah mulai berproses.
"Ini sudah ada beberapa tersangka dari beberapa kabupaten. Kita berharap itu menjadi shock therapy untuk yang lain," ucapnya.
Kapolda Sulsel Irjen Pol Nana Sudjana mengatakan pihaknya sudah menetapkan 14 orang menjadi tersangka kasus dugaan korupsi BPNT. Ia tak menampik akan ada tersangka baru ke depan.
"Berdasarkan audit BPK, kerugian negara sampai Rp25 miliar. Empat belas tersangka itu diantaranya empat orang dari Sinjai, empat dari Bantaeng, dan enam dari Takalar," jelas Nana.
Nana menjelaskan, modus para pelaku adalah ada suplier yang menyalurkan bahan pangan paket ke agen e-warung. Sementara, KPM (keluarga penerima manfaat) tidak bisa menentukan waktu pembelian, jumlah, jenis dan kualitas bahan pangan.
"Koordinator dan supplier menentukan sehingga nilai manfaat KPM lebih kecil," bebernya.
Sementara, Kasubdit III Tipidkor Ditreskrimsus Polda Sulsel, Komisaris Fadli mengatakan 14 orang yang ditetapkan sebagai tersangka yakni di Kabupaten Sinjai 4 Orang, AR, IN, AA, dan AI. Kabupaten Takalar 6 orang, ZN, MR, RY, AM, RA, dan AF. Dan Kabupaten Bantaeng 4 orang, AF, Z, AM, dan RA.
"Modus mereka mark up atau mengurangi indeks kemudian menyalurkan jenis barang yang tidak sesuai dengan ketentuan. Sehingga hasil audit begitu besar," ujarnya.
Fadli mengungkapkan bahwa dalam kasus ini pihaknya masih terus melakukan pendalaman. Tidak menutup kemungkinan bakal ada tersangka baru dalam kasus tersebut.
Kata Fadli, belasan tersangka ini mempunyai peran berbeda. Mulai dari Kordinator Daerah (Korda) BNPT, pemasok atau supplier.
"Ini untuk tahap pertama. Nanti setelah kita melakukan pemeriksaan tersangka tersebut ada pengembangan. Bisa saja ada penambahan tersangka. Jadi kami bekerja profesional sesuai dengan aturan supaya apa yang menjadi tujuan kami untuk mencegah korupsi di Sulsel," bebernya.
Kontributor : Lorensia Clara Tambing