SuaraSulsel.id - Aliansi Masyarakat untuk Keterbukaan Informasi Publik dideklarasikan oleh gabungan organisasi masyarakat sipil, individu, dan jurnalis yang memiliki komitmen memperjuangkan hak atas informasi publik.
Deklarasi dilakukan di Ruang Rapat Pimpinan Gedung A Lantai 2 Kantor Gubernur Sulawesi Selatan, Kamis 28 April 2022.
Terbentuknya aliansi didasari atas informasi merupakan Hak Asasi Manusia yang dijamin Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Bahwa Keterbukaan informasi membuka peluang partisipasi aktif masyarakat dalam setiap kebijakan publik dan pembangunan. Sementara itu, salah satu syarat pelibatan aktif publik adalah pemahaman dan pengetahuan publik, yang salah satunya bersumber dari informasi publik.
Rosniaty Azis Direktur Yasmib Sulawesi mengatakan, hadirnya Aliansi Masyarakat untuk Keterbukaan Informasi Publik di Sulsel, menunjukkan bahwa keterbukaan informasi publik yang aksesibel dan inklusif sangat penting artinya bagi masyarakat.
Peningkatan kualitas layanan informasi publik penting dilakukan oleh semua lembaga publik. Termasuk pemerintah agar tata kelola pemerintahan dapat lebih ditingkatkan.
"Jika ada yang menyatakan untuk apa informasi publik itu bagi masyarakat, maka jawabnya adalah masyarakat baik perempuan, disabilitas, petani, nelayan, juga berhak untuk tahu. Tahu tentang bagaimana kualitas perencanaan pembangunan, penganggaran, pelaksanaan anggaran, dan juga evaluasinya,"
Rosniaty mengatakan, masyarakat juga ikut serta membayar pajak dan retribusi. Termasuk jika ada utang negara mereka juga ikut menanggung bebannya, yang merupakan salah satu sumber pendapatan negara.
Anggota Komisi Informasi Sulawesi Selatan Fauziah Erwin mengatakan, Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dan Pemerintah Kabupaten/Kota pada dasarnya telah membentuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID). PPID Provinsi Sulawesi Selatan memiliki website sendiri, sayangnya tidak menyediakan data dan informasi yang memadai untuk dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat.
Baca Juga:Cerita Tukang Bakso Saat Bentrok Polisi dan Mahasiswa di Sulsel: Saat Berbuka Mereka Makan Bersama
Pemprov Sulsel sebenarnya pernah menginisiasi aplikasi berbasis mobile untuk mengakses dokumen publik di setiap kantor Pemerintah Provinsi dan Pemda. Meskipun aplikasi tersebut tidak mencakup semua dokumen publik seperti yang diinstruksikan oleh Undang-undang tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Namun, aplikasi ini tidak dilanjutkan pada 2020 karena minimnya anggaran. Bahwa berdasarkan hasil Monitoring Evaluasi Keterbukaan Informasi Publik tahun 2021, Komisi Informasi Pusat menilai Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan “Cukup Informatif” (tingkat ketiga transparansi setelah “Informatif” dan “Menuju Informatif”) dengan skor 72,5 – menempatkan provinsi ini di posisi “6 terbawah” di antara provinsi-provinsi di Indonesia.
Bahwa akses informasi di tingkat kabupaten secara umum juga rendah. Monitoring dan Evaluasi Komisi Informasi Sulawesi Selatan tahun 2021 mengungkap hanya Kabupaten Luwu Utara, Kabupaten Sinjai dan Kota Parepare yang dikategorikan “Informatif”.
Sebaliknya, tiga kabupaten (Soppeng, Sidrap, Tana Toraja) dan empat kabupaten/kota (Takalar, Selayar, Makassar dan Barru) masing-masing berada dalam kategori terburuk “kurang informatif” dan “tidak informatif”.
Bahwa berdasarkan pengalaman yang dikumpulkan dari para pengiat sosial dan peneliti menunjukkan bahwa masyarakat, termasuk perempuan dan kelompok rentan lainnya di komunitas masih sangat sulit mengakses data dan informasi.
Selain itu, sebagian besar lembaga publik belum memiliki mekanisme layanan keterbukaan informasi, sehingga publik kurang mendapatkan pelayanan yang berkualitas
sebagaimana mandat Undang-undang, baik dari aspek waktu maupun substansi data dan informasi yang dibutuhkan.