SuaraSulsel.id - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Selawesi Selatan menyatakan bahwa bangunan masjid yang dibangun dari hasil kejahatan korupsi tidak diperbolehkan.
Penyebabnya, karena sesuatu yang bertujuan dengan kepentingan ajaran Islam harus menggunakan hasil-hasil yang baik.
Wakil Ketua MUI Sulsel, Prof Ghalib mengatakan, berinfak atau pemberian harta benda sejatinya berada di jalan Allah SWT. Sehingga, hal-hal yang mestinya digunakan untuk dibelanjakan pada sesuatu untuk dibangun harus menggunakan hasil yang baik pula.
Karena itu, kata dia, jika ingin membangun sebuah masjid, semestinya tidak menggunakan uang hasil kejahatan seperti korupsi.
Baca Juga:JPU KPK: Nurdin Abdullah Kami Miskinkan, Hak Politik Dicabut
"Kan mestinya kan tidak melakukan dengan ini. Tujuannya untuk ibadah, jadi seperti itu saya kira," kata Ghalib saat dikonfirmasi SuaraSulsel.id, Senin 15 November 2021.
Saat ditanyakan terkait masjid yang dibangun oleh Nurdin Abdullah selaku terdakwa kasus dugaan suap dan gratifikasi proyek infrastruktur di Pemprov Sulsel, Ghalib mengaku belum mengetahui pasti persoalan itu. Tetapi, dia menegaskan bahwa membangun agama itu harus menggunakan hal-hal yang mulia.
"Kalau itu saya tidak tahu itu. Makanya, itu sesuatu yang ini, intinya bahwa membangun agama itu mestinya sesuatu yang mulia dan tentu tidak boleh dari hal-hal yang tidak baik begitu," tegas Ghalib.
Ghalib menerangkan bangunan masjid yang dibangun oleh mantan Bupati Bantaeng dua periode itu memang mesti dilihat lebih jauh. Jika ketahuan dari awal bahwa uang yang digunakan memang merupakan hasil dari kejahatan seperti korupsi, semestinya tidak dipakai untuk membangun.
"Tentu harus dilihat lebih jauh begitu. Misalnya masyarakat membangun masjid, terus ada yang menyumbang di situ dari hasil-hasil yang tidak baik kan mestinya kalau diketahui semestinya tidak diambil. Bahwa itu hasil-hasil kejahatan begitu. Kalau misalnya itu masyarakat ya," terang Ghalib.
Baca Juga:BREAKING NEWS: KPK Tuntut Nurdin Abdullah 6 Tahun Penjara Denda Rp500 Juta
Kata Ghalib, aset bangunan masjid yang dimiliki Nurdin Abdullah yang diketahui berada di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan itu saat ini telah masuk ke ranah hukum. Karena itu, kata dia, masalah tersebut harus diproses hukum sebagaimana mestinya.
"Kalau itu kan kita tidak tahu. Kan sudah masuk ke ranah hukum itu. Kita tidak tahu, yang pasti kan kita belum mengetahui bagaimana. Kan boleh jadi mungkin tanahnya. Mungkin juga bangunannya. Kalau sudah masuk kan, artinya bermasalah itu. Saya juga tidak paham itu masalahnya. Kalau memang seperti itu, biarkan saja berjalan sesuai proses apa yang berwenang," katanya.
MUI Akan Diskusikan
Sekretaris Umum MUI Sulsel Muammar Bakry mengungkapkan, MUI Sulsel tidak memiliki kapasitas untuk menilai bangunan masjid yang dibangun Nurdin Abdullah yang diisukan bermasalah karena dibangun diduga dari hasil kejahatan korupsi.
Namun secara normatif, kata dia, semua yang berasal dari sesuatu yang haram maka hasilnya juga haram. Sebab itu, tidak dibenarkan jika membangun sesuatu menggunakan yang sumbernya haram seperti hasil kejahatan korupsi.
"Sesuatu yang berasal dari haram itu tidak bisa menjadi bersih karena proses dan hasil. Tetap aja haram. Jadi kalau itu sumbernya dari sesuatu yang tidak jelas, maka tentu hukum yang harus selesaikan," ungkap Muammar.
Menurut Muammar, jika memang masjid yang dibangun Nurdin Abdullah tersebut diyakini sumbernya dari sesuatu yang haram, maka harus dilihat lebih dahulu kemaslahatan umat. Seperti sumber pembangunan masjid tersebut adalah milik negara, maka lebih baik jika dimanfaatkan untuk umum dari pada dibongkar.
"Tinggal kalau memang masjid itu misalnya sudah diyakini bahwa sumbernya dari suatu yang haram. Lihat dulu kemaslahatannya lagi karena ini misalnya taruhlah itu sumbernya milik dari negara, maka untuk kemaslahatan itu tentu dari pada misalnya dibongkar, lebih baik dimanfaatkan untuk umum," kata dia.
"Artinya kedepan jangan lagi ada misalnya orang yang berpikir menganggap bahwa membersihkan apa yang diambil dari kemudian dimanfaatkan dari itu, saya kira tidak benar," tambah Muammar.
Muammar mengaku belum dapat memberikan penjelasan jika masjid yang dibangun Nurdin Abdullah tersebut terbukti dari hasil kejahatan korupsi, apakah masih dapat dimanfaatkan untuk menunaikan ibadah salat.
Kata dia, biarkan keputusan persidangan yang menentukan lebih dahulu sebelum dilakukan kajian fiqih. Untuk mengetahui apakah masjid itu akan dibongkar atau boleh dimanfaatkan menunaikan salat.
"Biar dulu keputusan hakim yang menetapkan apakah ini hasilnya suatu dari haram. Itu nanti persidanganlah setelah itu baru nanti didiskusikan lagi secara fiqih apakah masjid itu dibongkar atau tidak bongkar dan dipakai. Itu perlu ada kajian fiqihnya lagi. Nanti kami akan diskusikan di Majelis Ulama ya, apakah masjid itu boleh difungsikan atau tidak," katanya.
KPK Kejar Aset Nurdin Abdullah
Sebelumnya KPK mengaku akan mengejar aset yang selama ini dimiliki terdakwa Nurdin Abdullah. Nantinya akan dikembalikan ke masyarakat.
"Aset recovery untuk dikembalikan kepada negara. Jadi kita tidak hanya mengejar uangnya, tapi juga aset lainnya. Tidak hanya orangnya dipenjara, tapi asetnya kita abaikan," kata JPU KPK Zaenal Abidin.
Kata Zaenal, aset seperti masjid dan lahan sudah disita. Nantinya akan dikembalikan ke masyarakat. Bahkan masjid di Maros juga bisa dimanfaatkan oleh masyarakat saat ini.
"Nanti kita akan kembalikan ke masyarakat. Kita rampas tapi akan kita kembalikan ke masyarakat," tandas Zaenal.
Ia menambahkan, KPK membuktikan dua pasal terhadap Nurdin Abdullah. Yakni pasal suap dan gratifikasi.
Tuntutan pidana tersebut sudah dianalisa dari fakta di persidangan dan barang bukti yang disita. Hal tersebut membuat KPK menambahkan pidana pengganti ke terdakwa.
Kontributor : Muhammad Aidil