Komnas Perempuan Duga Ada Upaya Membungkam Pelapor Dugaan Kekerasan Seksual di Luwu Timur

SA diketahui melaporkan balik pelapor ke polisi pencemaran nama baik

Muhammad Yunus
Senin, 18 Oktober 2021 | 15:50 WIB
Komnas Perempuan Duga Ada Upaya Membungkam Pelapor Dugaan Kekerasan Seksual di Luwu Timur
Sejumlah komisioner Komnas Perempuan dan Koordinator Forum Pengada Layanan Veni Siregar dalam konferesi pers "Peluncuran Kampanye 16 Hari Anti-Kekerasan terhadap Perempuan" di Jakarta, Senin, 25 November 2019. (Foto: VOA/Sasmito)

SuaraSulsel.id - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan atau Komnas Perempuan menilai ada upaya membungkam pelapor. Ibu anak terduga korban dugaan kekerasan seksual di Luwu Timur, Sulawesi Selatan.

Hal tersebut diungkapkan Anggota Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi. Menanggapi laporan SA, terduga pelaku. SA diketahui melaporkan balik pelapor ke polisi pasal pencemaran nama baik.

"Ada upaya membungkam pelapor dengan UU ITE. Kami merekomendasikan ke kepolisian agar laporan dari SA tidak diprioritaskan," ujar Aminah, Senin, 18 Oktober 2021.

Ia mengatakan, kepolisian harus memprioritaskan laporan soal kasus dugaan kekerasan seksualnya terlebih dahulu. Komnas juga sangat mendukung kepolisian jika membuka kembali penyelidikan kasus ini.

Baca Juga:Polisi Terima Laporan Pencemaran Nama Baik Kasus Dugaan Pencabulan Anak di Luwu Timur

Menurut Aminah, jika kepolisian memproses laporan SA, maka tentu tidak ada keadilan bagi ibu dan ketiga anak tersebut. Olehnya, masyarakat diminta mendukung korban dan Ibu korban untuk mendapatkan keadilan.

Apalagi, kata Aminah, masih ada bukti yang belum diperiksa oleh Polres Luwu Timur. Salah satunya rekam medik dari dokter yang sempat merawat anak tersebut.

"Maka kami merekomendasikan kepada kepolisian untuk mengumpulkan dan menggunakan berbagai bukti-bukti lain. Seperti dokter anak yang tidak dijadikan ahli. Kemudian, hasil asesmen dari P2TP2A Kota Makassar," ujarnya.

Begitupun dengan kondisi mental ibu korban yang disebut mengidap waham. Menurut Aminah, kondisi mental tidak boleh menjadi dasar penghentian penyelidikan.

Hal tersebut merujuk pada UU no 8 tahun 2016 tentang penyandang disabilitas, secara tegas dinyatakan bahwa penyandang disabilitas berhak atas hak keadilan dan perlindungan hukum. Di antaranya perlakuan yang sama di hadapan hukum dan sebagai subyek hukum (Pasal 9).

Baca Juga:Dugaan Pencabulan Anak, ASN Luwu Timur Polisikan Mantan Istri dan Situs Web

Kepolisian juga dinilai perlu memberikan penjelasan yang mendidik ke masyarakat terkait keterbatasan hukum pembuktian pada keterangan saksi yang tidak disumpah. Daripada sibuk memberikan penilaian terhadap pemberitaan media menganggapnya hoaks.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini