![Lidya Fitri Ramadhani mahasiswa Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin angkatan 2016 meraih Best Paper dalam Temu Ilmiah Nasional Ikatan Psikologi Sosial X 2021 [SuaraSulsel.id / Istimewa]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2021/10/07/13121-unhas.jpg)
Ada 5 faktor psikologis dalam penelitian yang hendak dikonfirmasi. Sikap terhadap perilaku membuang makanan, norma subjektif, persepsi kontrol perilaku, kesadaran tentang konsekuensi makanan terbuang, dan pengetahuan tentang makanan terbuang.
Hasilnya ditemukan bahwa perilaku membuang makanan pada Generasi Z di Kota Makassar secara berturut-turut ditentukan oleh norma subjektif atau pribadi. Sikap terhadap perilaku membuang makanan, persepsi kontrol perilaku, kesadaran tentang konsekuensi makanan terbuang, dan terakhir adalah pengetahuan tentang makanan terbuang.
Norma subjektif ini berkaitan dengan bagaimana individu mempersepsikan tekanan sosial. Mempersepsikan ekspektasi dari orang-orang penting di sekitarnya. Seperti keluarga, teman dekat, dan lainnya.
Pada penelitian ini terlihat bahwa ternyata anak muda cukup mempertimbangkan ekspektasi dari orang-orang penting ini. Tentang bagaimana mereka seharusnya berperilaku. Dalam hal membuang makanan.
Baca Juga:Pemerintah Kota Makassar Kirim Tim Bantu Penanganan Bencana di Kabupaten Luwu
Kita mungkin akan merasa bersalah ketika membuang makanan atau merasa malu. Hal ini pula bisa menjadi rekomendasi penelitian bahwa kita bisa mulai mempertimbangkan faktor norma subjektif sebagai upaya untuk mencegah lebih banyak makanan terbuang.
Misalnya dengan berfokus pada penanaman nilai-nilai budaya dari keluarga atau lingkungan sekitar. Daripada hanya sekadar menyebarkan pengetahuan berupa informasi terkait makanan terbuang saja.
Contoh sederhana dari penelitian, ungkap Lidya, ketika seseorang makan, maka hal yang cukup menentukan apakah ia akan menghabiskan atau tidak menghabiskan makanannya itu karena pertimbangan bagaimana seseorang ini berpikir tentang pandangan orang-orang di sekitarnya.
Entah itu keluarga atau teman dekat. Kalau nanti ia tidak habiskan makanannya kemudian jadi buang-buang makanan. Misalnya dia kemudian merasa bersalah karena keluarga misalnya menilai bahwa membuang makanan adalah sesuatu mubazir. Maka ia akan merasa bersalah dan cenderung menghindari untuk menyisakan makanannya.
Sebaliknya, ketika ia berpikiran bahwa orang-orang di sekitarnya akan menganggapnya rakus atau "balala" ketika ia menghabiskan makanan, ia mungkin cenderung akan menyisakan makanannya.
Baca Juga:Studi: Aktivitas Fisik Sedang Hingga Berat 3 Kali Lebih Bermanfaat daripada Jalan Santai
"Jadi, sebenarnya nilai-nilai dan ajaran-ajaran yang diajarkan di keluarga dan sekitar kita, misalnya menghargai makanan ternyata cukup menjadi hal yang dapat membantu kita untuk menghindari perilaku membuang makanan ini," kata Lidya.