Fadli Zon Ungkap Fakta 'Perkosaan Massal' Mei 1998

Menteri Fadli Zon mengapresiasi publik yang peduli sejarah, termasuk soal kerusuhan Mei 1998 dan reformasi

Muhammad Yunus
Senin, 16 Juni 2025 | 13:21 WIB
Fadli Zon Ungkap Fakta 'Perkosaan Massal' Mei 1998
Menteri Kebudayaan Fadli Zon saat memberikan pidato dalam diskusi publik "Sastra Mendunia" di Kantor Kementerian Kebudayaan, Jakarta, Rabu (11/6/2025) [Suara.com/ANTARA]

SuaraSulsel.id - Menteri Fadli Zon mengapresiasi publik yang peduli sejarah, termasuk soal kerusuhan Mei 1998 dan reformasi.

Ia mengecam keras kekerasan seksual, menegaskan tidak menihilkan penderitaan korban dalam peristiwa tersebut.

Fadli menyebut istilah “perkosaan massal” masih menuai perdebatan dan perlu kehati-hatian dalam penggunaannya.

Ia menyoroti laporan TGPF dan media belum memberi data solid soal kejadian tersebut secara menyeluruh.

Baca Juga:Air Mata dan Keberanian: Perjuangan Andi Ninnong, Perempuan Bugis Mengubah Wajo Jadi Bagian NKRI

Menurutnya, sejarah harus berdasar bukti hukum dan akademik, agar narasi tak mencemarkan nama bangsa.

Ia juga membantah tudingan penghilangan peran perempuan dalam buku sejarah yang kini sedang disusun.

Fadli mengajak dialog publik terbuka dan menampung masukan agar narasi sejarah lebih adil dan berkeadaban.

Menteri Kebudayaan Fadli Zon menyampaikan apresiasi terhadap publik yang semakin peduli pada sejarah termasuk era transisi reformasi pada Mei 1998.

Sekaligus menyampaikan penjelasan terkait pernyataannya tentang perkosaan massal pada peristiwa kerusuhan 13-14 Mei 1998.

Baca Juga:Sejarah Koperasi di Dunia: Dari Revolusi Industri Hingga Era Digital

Fadli menegaskan bahwa dirinya mengutuk dan mengecam keras berbagai bentuk perundungan dan kekerasan seksual pada perempuan yang terjadi pada masa lalu dan bahkan masih terjadi hingga kini.

"Apa yang saya sampaikan tidak menegasikan berbagai kerugian atau pun menihilkan penderitaan korban yang terjadi dalam konteks huru-hara 13-14 Mei 1998,” kata Fadli dalam keterangan resminya di Jakarta, Senin 16 Juni 2025.

Menurut dia, peristiwa huru-hara 13-14 Mei 1998 memang menimbulkan sejumlah silang pendapat dan beragam perspektif termasuk ada atau tidak adanya “perkosaan massal”.

"Bahkan liputan investigatif sebuah majalah terkemuka tak dapat mengungkap fakta-fakta kuat soal 'massal' ini," ujarnya.

Demikian pula, kata Fadli, laporan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) ketika itu hanya menyebut angka tanpa data pendukung yang solid baik nama, waktu, peristiwa, tempat kejadian atau pelaku.

Oleh karena itu, dia menekankan perlunya kehati-hatian dan ketelitian karena menyangkut kebenaran dan nama baik bangsa sehingga tidak beredar narasi-narasi yang sampai mempermalukan nama bangsa sendiri.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini