SuaraSulsel.id - "Budaya itu memberi semangat dan mempersatukan," kata Rahman Rumaday, Founder Komunitas Anak Pelangi (K-Apel). Saat menerima peserta Outing Class Penguatan Lingkungan Hidup dalam Penerapan Nilai Lokal, di Jalan Daeng Jakking, Kelurahan Parangtambung, Kecamatan Tamalate, Makassar, Jumat, 3 September 2021.
Lelaki yang punya panggilan akrab Bang Maman itu, mengungkapkan, pendekatan nilai budaya itulah yang digunakan mengedukasi dan melakukan program pemberdayaan bagi anak-anak, ibu-ibu, dan masyarakat di komunitasnya. Misalnya, pembuatan bosara dari barang bekas, merupakan perpaduan kesadaran nilai lokal dan sikap ramah lingkungan.
"Terima kasih kepada ibu-ibu dan anak-anak yang selalu semangat menerima tamu. Semoga kita selalu bergandeng tangan memajukan budaya Sulawesi Selatan," ajak lelaki asal Maluku itu.
Outing Class Penguatan Lingkungan Hidup dalam Penerapan Nilai Lokal, diadakan SD Inpres Unggulan BTN Pemda dalam rangka Hari Aksara. Diperingati setiap tanggal 8 September.
Baca Juga:Kunci Arema FC Imbangi PSM meski Main dengan 10 Orang
Kegiatan ini diadakan karena sekolah itu tengah menuju Adiwiyata Mandiri. Selain SD Inpres Unggulan BTN Pemda, outing class juga diikuti sekolah imbas, terdiri dari SD Negeri Borong, SDN Kompleks IKIP 1, SD Inp Perumnas 4, dan MI Al-Abrrar.
"Sekolah kami lagi menuju Adiwiyata Mandiri tahun ini," jelas Ketua Tim Adiwiyata, SD Inpres Unggulan BTN Pemda, Nuraeni Amir.
Sehari sebelumnya (Kamis, 2/9), saat pra kegiatan, Bu Eni, begitu biasa ia disapa, menekankan agar peserta outing class membuat laporan dan terutama mengimplementasikan nilai-nilai budaya lokal. Bukan hanya dalam mata pelajaran muatan lokal tapi juga pembelajaran lain. Seperti tematik.
Bu Nunung, yang hadir mewakili Kepala UPT SPF SD Inpres Unggulan BTN Pemda dan Ketua Tim Adiwiyata, mengapresiasi kegiatan yang dilakukan K-Apel. Dia mengaku baru pertama kali mendengar pembacaan ayat suci Alquran dengan terjemahan bahasa derah. Hari itu, setelah Rahmat membaca surat Ar Rahman ayat 1-15, Fitri lalu melanjutkan dengan saritilawah berbahasa Makassar.
Hal lain yang unik, yakni prosesi "Tarang Ati", di mana ibu-ibu yang tamat Iqra disuapi gula aren dan kelapa agar lancar mengaji. Ada juga nyanyian ninabobo "toeng" oleh Daeng Ke'nang, serta puisi lingkungan hidup berbahasa Makassar dan Indonesia oleh Bu Harfia dan Bu Suriati.
Baca Juga:Hasil Liga 1: PSM Gagal Jinakkan 10 Pemain Arema FC di Pakansari
Menarik, puisi karya Rusdin Tompo, "Anak-anak Payabo", dibuatkan terjemahan bahasa Makassar, dan dibacakan oleh Putra dan Uga. Ada juga paseng bahasa Bugis oleh Bu Hamriana dan Bu Jawaria.
Tamu-tamu dijamu kuliner tradisional seperti putu, roko-roko unti, roko-roko cangkuning, dan baruasa. Hidangan sarabba hangat juga disuguhkan. Acara diakhiri dengan makan kapurung bersama. Bu Nunung mewakili SD Inpres Unggulan BTN Pemda memberikan sumbangan bibit tanaman kepada warga yang diterima Ketua RT 011/RW 07, Hj. Rahmatia.
Di Kampung Paropo, peserta outing class didampingi oleh penggiat budaya Yahya Syamsuddin, yang merupakan warga setempat. Peserta diajak melihat Alquran kuno, pengrajin alat musik tradisional keso'-keso, serta pembuatan ketupat daun pandan.
Aktivis hak anak, Rusdin Tompo, ketika berbicara saat pra kegiatan menyampaikan bahwa selama ini kita memanfaatkan alam bukan hanya untuk konsumsi, tapi juga produksi, kesehatan, dan kesejahteraan serta kelangsungan hidup kita pada umumnya. Namun, kita kerap abai memperhatikan pengelolaan alam untuk pembangunan yang berkelanjutan.
Padahal, jelas penggiat literasi itu, kita punya nilai dan kearifan lokal yang bisa jadi pedoman. Misalnya, pappasang bahasa Makassar yang mengatakan, "Katutui Bonena Alanga Nana Katutui Tongki Bonena Langika." Artinya, jaga isi alam niscaya engkau juga dijaga isi langit.
Paseng dalam bahasa Bugis juga ada, yakni "Mangangkalung ribulue, massulappe ripottanangnge, makkoddang ritasi’e." Artinya, gunung, daratan, dan laut merupakan lingkungan sumber kehidupan, yaitu tempat mengais rezeki. Karena itu harus dijaga kelestarian dan kesinambungannya.