Kisah Korban Kekerasan Seksual Mencari Keadilan di KPU Provinsi Sulsel

DKPP mengingatkan Ketua dan Anggota KPU Provinsi Sulawesi Selatan agar lebih memiliki sensitivitas dan kepekaan untuk pencari keadilan

Muhammad Yunus
Kamis, 05 November 2020 | 18:04 WIB
Kisah Korban Kekerasan Seksual Mencari Keadilan di KPU Provinsi Sulsel
Ilustrasi korban kekerasan seksual, kdrt. (Shutterstock)

SuaraSulsel.id - DKPP mengingatkan Ketua dan Anggota KPU Provinsi Sulawesi Selatan agar lebih memiliki sensitivitas dan kepekaan untuk pencari keadilan.

Terkait kasus yang melibatkan Ketua KPU Jeneponto dan Perempuan PD.

Perempuan PD telah mencari keadilan atas perbuatan dan tindakan Ketua KPU Jeneponto Baharauddin Hafid. Namun ditindaklanjuti dengan waktu yang terlalu lama oleh KPU Sulsel.

Dalam salinan putusan DKPP atas perkara tersebut, terungkap fakta. Ada upaya dari Anggota KPU Sulsel untuk melindungi Ketua KPU Jenepoonto Baharuddin Hafid.

Baca Juga:Caleg Perindo Diperkosa Ketua KPU, Dimintai Duit dan Barang Mahal

Dalam salinan yang diterima Suarasulsel.id, bahwa pada bulan 22 November 2019 perempuan PD selaku Pengadu 1 telah berkunjung ke Kantor KPU Sulsel. Tujuannya melapor secara lisan. PD  diterima oleh Anggota KPU Sulsel Upi Hastati dan Fatmawati Rahim.

Upi mengatakan kepada Pengadu I “Tega maki itu laporki Baharuddin Hafid tidak kembali itu uang ta”.

Jadi Pengadu I merasa tidak diterima dengan baik oleh Komisioner KPU Propinsi. Dan seolah-olah Baharuddin Hafid dilindungi oleh KPU Provinsi Sulsel.

Jadi Pengadu I mengatakan akan ke Jakarta. Ke Kantor KPU RI. Anehnya, beberapa komisioner melarang Pengadu I ke Jakarta.

Alasannya, “Kasian KPU, nanti KPU dihapus kalau banyak laporan. Karena KPU jadi sorotan sekarang,” tulis salinan dalam putusan DKPP yang diterima Suarasulsel.id, Kamis (5/11/2020).

Baca Juga:Ketua KPU Jeneponto Perkosa Caleg dan Minta Iphone 6S Plus

Perbincangan PD dengan Anggota KPU Sulsel ini disertai bukti rekaman.

Pada tanggal 14 Agustus 2020, Pengadu I mendapat informasi dari bahwa Ketua KPU Jeneponto dinonaktifkan oleh KPU RI.

Pada hari jumat tanggal 14 Agustus 2020, Pengadu I mengirim pesan via WA kepada Upi Hastati dan Fatmawati Rahim. Guna mencari tahu informasi tentang kejelasan putusan KPU RI. Namun respons Upi kurang baik.

Pengadu I kembali menghubungi Fatmawati lewat WA. Jawabannya ada di luar kota.

Pada tanggal 19 Agustus 2020, Pengadu I mendatangi Kantor KPU Sulsel guna mengambil putusan KPU RI. Namun sampai di KPU Sulsel, Pengadu I tidak diterima dengan baik.

Pengadu I disuruh menunggu berjam-jam. Tidak ada komisioner yang menerima Pengadu I.

Pengadu I menghubungi komisioner Fatmawati dan Upi. Tapi tidak ada tanggapan.

Pengadu I kembali memberanikan diri mengirim pesan SMS kepada Ketua KPU Provinsi Sulsel Faisal Amir. Juga tidak ada jawaban.

Pengadu I pun merasa tidak mendapatkan keadilan di KPU Propinsi Sulsel. Maka Pengadu I berangkat ke Jakarta mencari keadilan di KPU RI.

Namun Pengadu I tidak mendapatkan apa yang Pengadu I cari. Maka dari itu Pengadu I mengadu langsung ke DKPP RI.

Tanggal 27 Agustus 2020, Pengadu I berangkat ke Jakarta demi mendapatkan informasi terkait pemberhentian sementara Baharuddin Hafid.

Tapi Pengadu I tidak mendapatkan SK pemberhentian. Karena menurut informasi dari PPID KPU RI semuanya sudah diserahkan ke KPU Provinsi Sulsel. Jadi Pengadu I disuruh kembali saja ke Makassar.

Merasa dipingpong, Pengadu I mengadu langsung ke DKPP RI tanggal 28 agustus 2020.

“Alhamdulilah Pengadu I diberikan arahan untuk mengisi from 1 dan 2,” tulis salinan putusan DKPP.

DKPP menjatuhkan sanksi Pemberhentian Tetap kepada Ketua KPU Kabupaten Jeneponto, Baharuddin Hafid. Karena terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu dalam perkara nomor 96-PKE-DKPP/IX/2020 dan 104-PKE-DKPP/X/2020.

Banyak fakta terkuak dalam salinan putusan DKPP yang diterima suarasulsel.id. Sejumlah tudingan dibantah Baharuddin. Tapi pengadu mampu menunjukkan bukti kuat.

Pada 26 September 2018, tepatnya setelah penetapan DCT, Baharuddin Hafid meminta disiapkan tempat buat ngobrol tentang strategi pemetaan suara pemenangan sebagai caleg perempuan PD atau Pengadu 1.

Pengadu 1 menyiapkan tempat untuk bertemu di kafe Roemah Kopiku Jalan Topaz Raya. Namun, Baharuddin justru menolak dengan alasan tempat tersebut terbuka dan meminta bertemu di Hotel Arthama.

"Di sini terjadi pemerkosaan atau pemaksaan seks oleh Baharuddin Hafid dan bersumpah untuk membantu memenangkan Pengadu I sebagai caleg dapil IV DPRD Provinsi Sul-Sel," bunyi salinan putusan perkara.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini