- Kejati Sulsel memperluas penyidikan korupsi bibit nanas Rp60 miliar TA 2024, menggeledah kantor PT C di Bogor pada 25 November 2025.
- Penyidik telah menyita berbagai dokumen penting dari kantor rekanan, dinas, dan BPKAD Sulsel untuk mencari bukti mark-up anggaran.
- Kasus ini mulai diselidiki sejak Oktober 2025 atas laporan GAKMI; sedikitnya sepuluh orang telah diperiksa tanpa penetapan tersangka.
SuaraSulsel.id - Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) memperluas penyidikan dugaan korupsi pengadaan bibit nanas senilai Rp60 miliar pada Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan (TPHBun) Sulsel Tahun Anggaran 2024.
Setelah menelusuri berbagai titik di Makassar dan Gowa, aliran proyek hortikultura ini kini membawa penyidik hingga ke Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Tim Penyidik Pidana Khusus Kejati Sulsel menggeledah kantor PT C, salah satu perusahaan penyedia bibit pada Selasa, 25 November 2025.
Penggeledahan dipimpin langsung Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Sulsel, Rachmat Supriady bersama Kepala Seksi Penyidikan dan tim penyidik.
Baca Juga:Dugaan Korupsi Pengadaan Bibit Nanas di Sulsel, Kejati Kejar Dana Rp60 Miliar
"Kami bergerak cepat mengikuti jejak digital dan aliran anggaran, hingga penelusurannya membawa kami ke Kabupaten Bogor," ujar Rachmat.
Menurutnya, penggeledahan dilakukan untuk memastikan seluruh bukti yang berkaitan dengan PT C dapat diamankan.
"Sehingga konstruksi hukum dan potensi kerugian negara dalam proyek Rp60 miliar ini semakin terang," tambahnya.
Dari kantor itu, penyidik menyita dokumen-dokumen kunci seperti penawaran kontrak, transaksi keuangan, faktur, invoice, serta surat jalan distribusi bibit.
Proses penggeledahan berlangsung terbuka dan disaksikan unsur terkait dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Bogor, perangkat desa, Babinsa, dan Linmas setempat.
Baca Juga:Kejati Geledah Ruang Kepala BKAD Pemprov Sulsel Dijaga Ketat TNI
Jejak pengusutan kasus ini sebelumnya sudah menyasar tiga lokasi berbeda pada Kamis, 20 November 2025.
Tiga titik yang digeledah yakni kantor rekanan PT A di Kabupaten Gowa, kantor Dinas TPHBun Sulsel, serta kantor Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Sulsel.
Dari kantor PT A, penyidik membawa dokumen pengadaan bibit, perjanjian kerja sama, hingga laporan progres kegiatan.
Di Dinas TPHBun, penyidik mengamankan dokumen usulan program, laporan serapan anggaran, serta catatan pendistribusian bibit ke kabupaten.
Sementara dari BPKAD, disita salinan pencairan anggaran dan dokumen administrasi yang menjadi dasar pembayaran proyek.
Rachmat menyebut dari penelusuran awal, penyidik menemukan indikasi praktik mark-up atau penggelembungan anggaran.
"Temuan penyidik untuk sementara terkait dengan mark up dan pelaksanaan kegiatannya. Tetapi ini masih terus kami kembangkan," katanya.
Meski nilai proyek mencapai Rp60 miliar, Kejati belum merilis besaran kerugian negara.
Pendalaman masih berlangsung dan sejumlah dokumen tengah dianalisis untuk melihat adanya rekayasa kebutuhan, lonjakan harga, atau penggandaan item anggaran.
Hingga kini, belum ada satu pun pihak yang ditetapkan sebagai tersangka.
Namun, Rachmat menyampaikan bahwa sedikitnya sepuluh orang telah diperiksa sejak kasus ini naik dari penyelidikan ke penyidikan pada Oktober 2025.
"Yang diperiksa dari kemarin penyelidikan kurang lebih 10 orang. Kasusnya dilaporkan sejak Oktober 2025. Sampai kini belum ada tersangka, ini kita baru penyidikan pun ini kita langsung estafet," ujar Rachmat.
Diketahui, kasus ini mencuat setelah Garda Aktivis Mahasiswa Indonesia (GAKMI) melaporkan dugaan korupsi tersebut ke Kejati Sulsel.
Laporan disampaikan usai demonstrasi di kantor Dinas TPHBun dan Kejati Sulsel pada Oktober lalu.
Jenderal Lapangan GAKMI, Dhincorax menilai proyek pengadaan dan penanaman bibit nanas itu penuh kejanggalan.
Ia menyebut adanya ketidaksesuaian jumlah bibit yang diterima petani, mekanisme distribusi yang tidak transparan, hingga dugaan kuat mark-up anggaran.
"Rp60 miliar itu bukan angka kecil. Ini uang rakyat dan harus diawasi. Kami mendesak kejaksaan segera memanggil dan memeriksa seluruh pihak terkait, termasuk rekanan dan pejabat dinas," tegas Dhincorax.
Salah satu lokasi distribusi bibit nanas adalah Desa Jangan-Jangan, Kecamatan Pujananting, Kabupaten Barru.
Kepala desa, Rahmansyah, mengaku terkejut saat mendengar bahwa proyek tersebut bernilai Rp60 miliar.
"Saya tidak tahu-menahu soal dana Rp60 miliar itu. Sepemahaman kami di desa, kami hanya menerima bantuan bibit sebanyak 300 ribu batang, ditambah 1.500 bibit cadangan untuk mengganti tanaman yang mati atau gagal tumbuh," kata Rahmansyah.
Menurutnya, distribusi bibit dilakukan langsung oleh dinas teknis, dan desa hanya bertugas menerima lalu membagikannya ke kelompok tani.
Setidaknya tujuh kecamatan ikut menjadi lokasi penanaman bibit nanas tersebut.
Kontributor : Lorensia Clara Tambing