GMTD Serang Balik JK, Menteri Nusron Wahid Beri Penjelasan Begini

Sengketa lahan seluas 16,4 hektare di kawasan Tanjung Bunga, kota Makassar, Sulawesi Selatan terus memanas

Muhammad Yunus
Selasa, 25 November 2025 | 14:02 WIB
GMTD Serang Balik JK, Menteri Nusron Wahid Beri Penjelasan Begini
Jusuf Kalla saat meninjau lokasi lahan yang menjadi sengketa antara Kalla Group dengan PT GMTD di kawasan Metro Tanjung Bunga, Kota Makassar, Sulawesi Selatan [Suara.com/Istimewa]
Baca 10 detik
  • Sengketa lahan 16,4 hektare di Tanjung Bunga, Makassar, memanas setelah kritik mengenai legalitas izin PT GMTD.
  • GMTD menegaskan izin mereka mencakup pariwisata, perkantoran, dan komersial berdasarkan dua SK Gubernur Sulsel.
  • Menteri ATR/BPN sedang melakukan uji tuntas legal untuk menentukan pihak paling berhak atas lahan tersebut.

SuaraSulsel.id - Sengketa lahan seluas 16,4 hektare di kawasan Tanjung Bunga, kota Makassar, Sulawesi Selatan terus memanas.

Setelah Juru Bicara Jusuf Kalla, Husain Abdullah mempertanyakan legalitas peruntukkan lahan yang dikelola PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD), kini perusahaan yang berada di bawah naungan Grup Lippo itu balik memberikan penjelasan.

GMTD menegaskan mereka bukan hanya memiliki izin untuk pembangunan kawasan pariwisata, tetapi juga perkantoran, perdagangan, perumahan hingga berbagai fasilitas komersial lainnya.

Sekretaris Perusahaan GMTD, Tubagus Syamsul Hidayat mengatakan pandangan yang berkembang di publik bahwa GMTD hanya mengantongi izin prinsip untuk sektor wisata adalah keliru.

Baca Juga:Jusuf Kalla: Saling Membunuh Itu Bukan Jalan Menuju Surga

Ia menegaskan pihaknya tidak memahami rujukan "izin prinsip" yang disebut-sebut dalam pemberitaan di media.

"Kami tidak memahami izin prinsip dan rujukan pemberitaan yang dimaksud. Dugaan mengenai penyimpangan izin prinsip tanah tersebut tidak benar, tidak berdasar, dan menyesatkan," tulis Tubagus dalam keterangan resminya yang diterima, Selasa, 25 November 2025.

Pernyataan itu merespons kritik dari kubu Kalla Group yang menyebut GMTD hanya memiliki izin pengembangan kawasan wisata.

Namun, melakukan aktivitas bisnis lain seperti penjualan properti dan penjualan lahan kavling.

Tubagus menegaskan hal tersebut keliru. Ia merinci bahwa GMTD telah mengantongi izin peruntukkan lahan berdasarkan dua Surat Keputusan Gubernur Sulawesi Selatan - SK No. 1188/XI/1991 dan SK No. 138/II/1995, yang secara eksplisit mengatur bahwa GMTD memiliki kewenangan luas untuk mengembangkan kawasan terpadu di Tanjung Bunga.

Baca Juga:'Sudah Lama Saya Marah!', Profesor Unhas Bongkar Sejarah Lahan di Tanjung Bunga

Dalam SK tersebut, GMTD diberikan ruang untuk membangun berbagai fasilitas penunjang seperti kawasan perdagangan, pusat perkantoran, permukiman, hotel, marina, apartemen, pusat komersial, hingga fasilitas olahraga dan rekreasi air.

"Artinya aktivitas jual-beli properti yang kini dipersoalkan bukanlah bentuk penyimpangan. Melainkan bagian dari mandat pengembangan kawasan yang telah disebutkan dalam dokumen resmi pemerintah," kata Tubagus.

Presiden Direktur PT GMTD, Ali Said, juga sebelumnya menegaskan bahwa pihaknya memiliki dokumen hukum lengkap dan berlapis.

Mulai dari sertifikat resmi BPN (SHM 25/1970 → SHM 3307/1997 → SHGB 20454/1997), laporan keuangan audited sebagai perusahaan publik, hingga empat putusan pengadilan inkracht dari 2002-2007.

Ali juga menyebut terdapat eksekusi PN Makassar pada 3 November 2025 dan dokumen PKKPR tertanggal 15 Oktober 2025 yang menegaskan legalitas pengelolaan lahan tersebut.

"Semua itu tidak pernah dibantah, karena memang tidak dapat dibantah," tegasnya.

Menteri ATR Beri Sinyal JK Lebih Berhak

Sengketa lahan tersebut melibatkan tiga pihak besar, yakni PT Hadji Kalla, PT GMTD, serta dua individu bernama Mulyono dan Manyombalang Daeng Solong.

Perseteruan semakin rumit karena masing-masing pihak mengklaim memiliki dasar hukum paling kuat.

Kantor Pertanahan Kota Makassar bahkan telah mengirim surat resmi kepada Pengadilan Negeri Makassar untuk meminta klarifikasi teknis atas putusan sebelumnya.

Khususnya terkait izin eksekusi tanpa konstatering.

Langkah itu menunjukkan bahwa aspek hukum lahan tersebut masih membutuhkan pendalaman lebih jauh sebelum diputuskan secara final.

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN, Nusron Wahid bilang pemerintah kini sedang melakukan legal due diligence untuk menentukan pihak mana yang paling berhak atas lahan yang diperebutkan tersebut.

Nusron mengakui, secara indikatif, sertifikat yang terbit lebih dahulu biasanya lebih kuat secara hukum.

"Biasanya yang duluan itu 70 persen lebih benar. Tapi itu tidak mutlak. Kita masih harus melakukan pemeriksaan mendalam," kata Nusron di Jakarta, Senin, 24 November 2025.

Ia menyinggung bahwa HGU milik PT Hadji Kalla diterbitkan lebih dulu dibandingkan HPL yang dimiliki GMTD.

Meski begitu, Nusron menekankan bahwa waktu terbit sertifikat hanyalah indikasi awal, bukan penentu kemenangan.

Pemeriksaan dokumen, proses perolehan lahan, riwayat penggunaan, hingga seluruh aspek administratif akan diuji ulang sebelum BPN mengambil kesimpulan.

"Mana yang prosesnya paling proper dan paling benar. Kan tidak mungkin semuanya benar. Nanti setelah selesai, kita akan panggil keduanya," tambahnya.

Diketahui, pertarungan hukum antara GMTD dan Kalla Group telah menjadi salah satu sengketa pertanahan paling disorot di Sulawesi Selatan, bahkan Indonesia.

Selain karena melibatkan dua entitas besar, sengketa ini juga menyangkut kawasan strategis Tanjung Bunga.

Wilayah ini punya nilai ekonomi tinggi yang selama bertahun-tahun berkembang sebagai kawasan wisata sekaligus pusat permukiman elite.

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini