- Meski terdapat peta bencana, namun hal tersebut tidak bisa dijadikan dasar semata
 - Setiap pemerintah daerah melakukan pemetaan wilayah yang rawan banjir
 - Perubahan iklim, tingkat pertumbuhan pembukaan lahan dan pemukiman menjadi sejumlah penyebab makin meningkatnya bencana
 
SuaraSulsel.id - Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sulawesi Selatan Amson Padolo mengingatkan bahwa semua daerah rawan banjir.
Sehingga kesiapsiagaan dan mitigasi bencana telah dilakukan sejak memasuki musim penghujan.
Dia menjelaskan bahwa meski terdapat peta bencana, namun hal tersebut tidak bisa dijadikan dasar semata.
Ini karena anomali cuaca dan krisis iklim yang terjadi mengakibatkan banjir dan bencana alam lainnya tidak bisa lagi diprediksi.
Baca Juga:9 Titik Rawan Banjir di Kota Makassar
"Seperti pada peta bencana banjir yang mencatat Kota Makassar, Kabupaten Maros dan Wajo sebagai wilayah rawan banjir, namun saat ini hampir semua daerah rawan banjir. Termasuk daerah dataran tinggi seperti Kabupaten Enrekang dan Toraja, itu juga pernah banjir," urai Amson di Makassar, Senin (3/11).
Maka dari itu, dia mengimbau kepada setiap pemerintah daerah untuk melakukan pemetaan wilayah yang rawan banjir di masing-masing daerahnya.
Sekaligus melakukan upaya mitigasi seperti menyiapkan butterstock dan upaya pencegahan lainnya.
Kesiapsiagaan dan mitigasi bencana oleh BPBD Sulsel, kata Amson, telah dilakukan sejak Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengeluarkan prakiraan cuaca untuk musim hujan hingga April 2026.
Apalagi, secara geografis, Sulawesi Selatan terdiri dari wilayah pegunungan, lautan pesisir hingga lembah dataran rendah, yang mengakibatkan berisiko terhadap bencana alam.
Baca Juga:Cegah Banjir! Gubernur Andi Sudirman Luncurkan Normalisasi Sungai Suli Rp18,7 Miliar
"Maka dari itu, kita mulai mengantisipasi dengan posko-posko kedaruratan, termasuk kesiapan personil dan memperkuat komunikasi informasi dan edukasi (KIE) terkait kebencanaan," urai Amson.
Berdasarkan data BPBD Sulsel di 2023, jumlah kejadian bencana mencapai 988 kasus dengan kejadian bencana didominasi bencana kebakaran 356 kasus, kemudian disusul angin kencang 235 kasus.
Selanjutnya tanah longsor 90 kasus dan banjir 70 kejadian.
Pada 2024, akumulasi bencana lebih rendah dibanding tahun sebelumnya yakni 924 kasus. Jenis bencana di tahun ini juga terbilang variatif karena mencatat sembilan kejadian cuaca ekstrem.
Selain itu, kejadian banjir juga meningkat signifikan atau dua kali lipat lebih menjadi 167 kejadian.
Sementara hingga Oktober 2025, bencana yang terjadi telah mencapai 706 kejadian dan banjir telah terjadi 87 kejadian.