- Seorang lansia bernama Wahbah (85) yang kondisi fisiknya lemah terpaksa dibawa ke kantor kelurahan pada 16 Desember 2025
- Pembawaan tersebut dilakukan karena kebijakan mengharuskan penerima bantuan pemerintah hadir langsung untuk mengambil jatah beras dan minyak
- Wahbah digendong warga dan diangkut bentor, memicu perhatian publik dan viral karena prosedur administrasi yang kaku
SuaraSulsel.id - Namanya Wahbah. Usianya 85 tahun. Tubuhnya rapuh. Hari-harinya lebih banyak dihabiskan di atas tempat tidur.
Sejak lama ia sakit dan tak lagi mampu berdiri, apalagi berjalan.
Namun, pada Selasa, 16 Desember 2025, siang perempuan renta itu terpaksa keluar rumah dengan cara yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.
Digendong seperti bayi, lalu diangkut menggunakan bentor (becak motor) menuju kantor kelurahan.
Baca Juga:Ditolak Banyak RS, Muh Ikram Langsung Ditangani RSUD Daya: Kisah Anak Yatim Viral di Makassar
Bukan untuk berobat. Bukan pula untuk urusan mendesak lain.
Wahbah dibawa demi dua karung beras dan empat bungkus minyak goreng. Ini adalah bantuan pemerintah yang sejatinya memang menjadi haknya.
Hujan deras sempat turun siang itu. Sebenarnya, keluarga tak ingin mengambil risiko membawa Wahbah keluar rumah.
Kondisinya baru pulang dari rumah sakit. Badannya lemah. Kakinya tak lagi bisa menopang tubuh.
Namun, semua bermula saat staf di kelurahan mengatakan harus yang bersangkutan yang ambil.
Baca Juga:5 Ide Liburan Keluarga Anti Bosan Dekat Makassar Sambut Akhir Tahun
Emmi (65), menantu Wahbah, mengisahkan bagaimana drama itu bermula. Informasi pembagian sembako ia terima dari lingkungan sekitar.
Ati, adik Emmi, diminta mengambilkan karena selama ini dipercaya mantan RT bersama tetangga bernama Daeng Enre.
Namun setibanya di kantor kelurahan, Ati ditolak. Alasannya, pengambilan bantuan harus dilakukan langsung oleh penerima.
"Dia bilang harus bawa KTP mama. Sudah dibawa KTP-nya, tapi tetap tidak bisa," kata Emmi, suaranya masih bergetar menahan kesal, Rabu, 17 Desember 2025.
Bagi Emmi, penolakan itu tak masuk akal. KTP sudah ada. Identitas jelas.
Wahbah memang terdaftar sebagai penerima bantuan pemerintah. Tapi kebijakan seolah kaku, tak ada toleransi sedikit pun.