Rp1,2 Triliun Uang Pemprov Sulsel Mengendap di Bank

Kemendagri menempatkan Sulsel masih di zona hijau, namun dengan catatan hampir merah

Muhammad Yunus
Jum'at, 24 Oktober 2025 | 16:27 WIB
Rp1,2 Triliun Uang Pemprov Sulsel Mengendap di Bank
Sekretaris Provinsi Sulawesi Selatan Jufri Rahman mengkritik kebijakan PPATK yang memblokir rekening dormant, Kamis 7 Agustus 2025 [SuaraSulsel.id/Lorensia Clara Tambing]
Baca 10 detik
  • Catatan menunjukkan simpanan Pemprov Sulsel di perbankan per September 2025 mencapai Rp 1,28 triliun
  • Kondisi memaksa daerah menyesuaikan ulang regulasi APBD yang sudah disahkan
  • Purbaya Yudhi Sadewa menyoroti lambatnya realisasi belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

SuaraSulsel.id - Di tengah sorotan publik terhadap besarnya dana pemerintah daerah yang mengendap di bank, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Selatan turut jadi perhatian.

Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), hingga Oktober 2025, realisasi belanja APBD Pemprov Sulsel baru mencapai 56,15 persen. Sementara realisasi pendapatan sudah 70,39 persen.

Dalam rapat koordinasi pengendalian inflasi daerah pada 20 Oktober lalu, Kemendagri menempatkan Sulsel masih di zona hijau, namun dengan catatan hampir merah.

Artinya, kinerja serapan belanja mulai melambat dan berpotensi menghambat perputaran ekonomi daerah.

Baca Juga:Gubernur Sulsel ke Menteri Keuangan: Sekolah dan Jalan Daerah Tertinggal Harus Jadi Prioritas

Sementara itu, catatan menunjukkan simpanan Pemprov Sulsel di perbankan per September 2025 mencapai Rp 1,28 triliun.

Angka ini menambah panjang daftar daerah yang memiliki dana besar yang belum terserap di tengah isu perlambatan ekonomi nasional.

Sekretaris Daerah Provinsi (Sekprov) Sulsel, Jufri Rahman menjelaskan rendahnya serapan anggaran bukan sepenuhnya karena kinerja daerah yang lambat.

Ia menyebut, sejak awal tahun pemerintah daerah dihadapkan pada penyesuaian besar akibat terbitnya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja.

"Jangan menyalahkan daerah juga. Kita terlambat mulai kegiatan karena di awal tahun langsung keluar Inpres nomor 1 tahun 2025. Ada pengurangan belanja dan sebagian dana ditarik ke pusat," ujar Jufri, Jumat, 24 Oktober 2025.

Baca Juga:7 Tahun Menumpuk, 23 Ribu Lembar Uang Palsu Ini Dimusnahkan

Menurutnya, kondisi itu memaksa daerah menyesuaikan ulang regulasi APBD yang sudah disahkan.

"Kita harus ubah lagi peraturan kepala daerah untuk menyesuaikan belanja terkini. Itu butuh proses, jadi kegiatan terlambat dimulai, otomatis realisasinya juga ikut terlambat," tambahnya.

Jufri menegaskan, angka realisasi yang rendah tidak bisa dijadikan ukuran tunggal keberhasilan atau kegagalan daerah.

"Sejak awal memang terjadi perlambatan. Kita pun hati-hati, jangan sampai kegiatan sudah dimulai, tapi anggaran justru ditarik kembali," katanya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menyoroti lambatnya realisasi belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) hingga triwulan ketiga tahun 2025.

Padahal, pemerintah pusat telah menyalurkan dana ke daerah secara cepat dan tepat waktu. Hal ini ditegaskan Purbaya dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah di Kantor Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Senin, 20 Oktober 2025 lalu.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini