- Catatan menunjukkan simpanan Pemprov Sulsel di perbankan per September 2025 mencapai Rp 1,28 triliun
- Kondisi memaksa daerah menyesuaikan ulang regulasi APBD yang sudah disahkan
- Purbaya Yudhi Sadewa menyoroti lambatnya realisasi belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
SuaraSulsel.id - Di tengah sorotan publik terhadap besarnya dana pemerintah daerah yang mengendap di bank, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Selatan turut jadi perhatian.
Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), hingga Oktober 2025, realisasi belanja APBD Pemprov Sulsel baru mencapai 56,15 persen. Sementara realisasi pendapatan sudah 70,39 persen.
Dalam rapat koordinasi pengendalian inflasi daerah pada 20 Oktober lalu, Kemendagri menempatkan Sulsel masih di zona hijau, namun dengan catatan hampir merah.
Artinya, kinerja serapan belanja mulai melambat dan berpotensi menghambat perputaran ekonomi daerah.
Baca Juga:Gubernur Sulsel ke Menteri Keuangan: Sekolah dan Jalan Daerah Tertinggal Harus Jadi Prioritas
Sementara itu, catatan menunjukkan simpanan Pemprov Sulsel di perbankan per September 2025 mencapai Rp 1,28 triliun.
Angka ini menambah panjang daftar daerah yang memiliki dana besar yang belum terserap di tengah isu perlambatan ekonomi nasional.
Sekretaris Daerah Provinsi (Sekprov) Sulsel, Jufri Rahman menjelaskan rendahnya serapan anggaran bukan sepenuhnya karena kinerja daerah yang lambat.
Ia menyebut, sejak awal tahun pemerintah daerah dihadapkan pada penyesuaian besar akibat terbitnya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja.
"Jangan menyalahkan daerah juga. Kita terlambat mulai kegiatan karena di awal tahun langsung keluar Inpres nomor 1 tahun 2025. Ada pengurangan belanja dan sebagian dana ditarik ke pusat," ujar Jufri, Jumat, 24 Oktober 2025.
Baca Juga:7 Tahun Menumpuk, 23 Ribu Lembar Uang Palsu Ini Dimusnahkan
Menurutnya, kondisi itu memaksa daerah menyesuaikan ulang regulasi APBD yang sudah disahkan.
"Kita harus ubah lagi peraturan kepala daerah untuk menyesuaikan belanja terkini. Itu butuh proses, jadi kegiatan terlambat dimulai, otomatis realisasinya juga ikut terlambat," tambahnya.
Jufri menegaskan, angka realisasi yang rendah tidak bisa dijadikan ukuran tunggal keberhasilan atau kegagalan daerah.
"Sejak awal memang terjadi perlambatan. Kita pun hati-hati, jangan sampai kegiatan sudah dimulai, tapi anggaran justru ditarik kembali," katanya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menyoroti lambatnya realisasi belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) hingga triwulan ketiga tahun 2025.
Padahal, pemerintah pusat telah menyalurkan dana ke daerah secara cepat dan tepat waktu. Hal ini ditegaskan Purbaya dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah di Kantor Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Senin, 20 Oktober 2025 lalu.