Suara Warga untuk Tim Reformasi Polri: Stop Biaya Seleksi Mahal Hingga Uang Damai

Kasus serupa sudah berulang kali mencuat di Sulawesi Selatan

Muhammad Yunus
Senin, 22 September 2025 | 17:49 WIB
Suara Warga untuk Tim Reformasi Polri: Stop Biaya Seleksi Mahal Hingga Uang Damai
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo [Suara.com/Dok Humas Polri]
Baca 10 detik
  • Banyak orang sampai rela jual harta demi menjadi anggota Polri
  • Biaya menjadi polisi mulai ratusan juta hingga miliaran rupiah
  • Warga juga menyoroti praktik uang damai dalam penanganan kasus hukum

SuaraSulsel.id - Kepolisian RI resmi membentuk tim reformasi Polri. Namun, di mata warga Sulawesi Selatan, ada banyak hal yang mesti dibenahi dari institusi kepolisian.

Faqih (25), mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Universitas Hasanuddin menyebut salah satu masalah paling meresahkan adalah seleksi penerimaan polisi yang kerap menelan biaya besar.

"Banyak orang sampai rela jual harta demi bisa masuk polisi," katanya, Senin, 22 September 2025.

Kasus serupa sudah berulang kali mencuat di Sulawesi Selatan. Beberapa bulan lalu, publik dihebohkan dengan kasus dugaan penipuan seleksi Akpol yang melibatkan bos skincare.

Baca Juga:Mahasiswa Makassar Demo Tuntut Usut Tuntas Kematian Affan Kurniawan

Korban bernama Gonzalo (19) mengalami kerugian hingga Rp4,9 miliar.

Terdakwa, Andi Fatmawati mengaku akan diberikan komisi Rp500 juta dari oknum polisi jika korban berhasil lolos.

Bahkan sampai mencatut nama Kapolri Listyo Sigit dan anggota DPR RI Sahroni.

Terkini, empat polisi tengah menjalani proses hukum karena kasus tersebut.

Tak berhenti di situ. Pada Juli 2025, polisi juga menangkap seorang buruh bernama Rusdi Halim di Makassar.

Baca Juga:Dari Palembang ke Makassar: Jejak Penipu Casis Bintara Polri Rp200 Juta

Ia diduga menipu warga hingga Rp200 juta dengan iming-iming meloloskan anak korban menjadi anggota Polri. Pada kenyataannya, korban tetap gagal dalam seleksi.

Selain soal rekrutmen, warga juga menyoroti praktik uang damai dalam penanganan kasus hukum.

Juniati (51), warga Makassar, mengatakan aparat kerap mempersulit pencabutan laporan. Beberapa perkara bahkan sangat bisa ditangani dengan restorative justice, tapi tetap dilimpahkan ke Kejaksaan.

"Kadang juga kasus sengaja diperlambat, supaya ada tawaran damai dengan sejumlah uang," ujarnya.

Sorotan warga ini menegaskan bahwa reformasi Polri tidak cukup hanya sekadar formalitas.

Masyarakat menanti perubahan nyata, dari seleksi penerimaan yang transparan hingga penegakan hukum yang bebas pungli.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini