11 Ribu Lulusan SMP di Kota Makassar Terancam Tidak Lanjut ke SMA Negeri

Persaingan memperebutkan kursi SMA negeri di kota ini begitu ketat

Muhammad Yunus
Jum'at, 13 Juni 2025 | 17:48 WIB
11 Ribu Lulusan SMP di Kota Makassar Terancam Tidak Lanjut ke SMA Negeri
Ilustrasi Siswa SMP: Ribuan lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kota Makassar, Sulawesi Selatan terancam tidak dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) negeri [Suara.com]

SuaraSulsel.id - Ribuan lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kota Makassar, Sulawesi Selatan terancam tidak dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) negeri.

Persaingan memperebutkan kursi SMA negeri di kota ini begitu ketat. Jauh melebihi kapasitas daya tampung yang tersedia.

Berdasarkan data Dinas Pendidikan Sulawesi Selatan, total daya tampung untuk jenjang SMA dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di seluruh provinsi mencapai 126.498 kursi.

Dari jumlah itu, 80.040 kursi tersedia di SMA dan 46.908 kursi di SMK. Sementara, jumlah lulusan SMP tahun ini diperkirakan mencapai 109.440 siswa.

Baca Juga:Gubernur Sulsel Geram: Wisuda TK-SMA Jangan Jadi Pungutan Liar! PR Juga Dihapus!

Namun, realitas di Kota Makassar menunjukkan situasi yang jauh lebih kompleks. SMA negeri di Makassar hanya memiliki daya tampung sebanyak 8.508 kursi. Sedangkan jumlah pendaftar tercatat lebih dari 22.000 orang.

Ini berarti lebih dari 11.000 calon siswa terancam tidak tertampung di sekolah negeri.

Sementara jalur pendaftaran untuk sekolah unggulan telah ditutup.

Di antara empat sekolah unggulan di Makassar, yakni SMAN 1, SMAN 2, SMAN 5, dan SMAN 17, seluruh kursi telah terisi.

Masing-masing sekolah membuka rombongan belajar (rombel) dengan rincian sebagai berikut, SMAN 1 Makassar: 11 rombel (396 kursi), SMAN 2 Makassar 10 rombel (360 kursi), SMAN 5 Makassar, 12 rombel (432 kursi) dan SMAN 17 Makassar: 10 rombel (360 kursi).

Baca Juga:SPMB 2025 Sulsel: Kuota Domisili Berkurang, Afirmasi Ditambah

Totalnya, 1.548 kursi dari sekolah unggulan telah penuh dan menyisakan beban lebih besar bagi sekolah-sekolah lain untuk menampung siswa baru.

Situasi ini tentu memunculkan kekhawatiran, terutama bagi keluarga dari kalangan ekonomi menengah ke bawah yang sangat bergantung pada sekolah negeri sebagai pilihan utama.

Meski sebagian siswa dari keluarga mampu, mungkin saja akan memilih sekolah swasta atau madrasah. Nyatanya tidak semua punya alternatif yang sama.

Kepala Dinas Pendidikan Sulsel, Iqbal Nadjamuddin, mengatakan pihaknya tengah menjajaki kerja sama dengan sejumlah sekolah swasta sebagai bagian dari solusi jangka pendek.

Menurutnya, itu salah satu solusi untuk menampung calon murid yang tidak terakomodasi nantinya.

"Ini harus jadi perhatian bersama. Kita tidak ingin ada anak-anak yang putus sekolah hanya karena tidak tertampung. Kami sedang membangun komunikasi dengan sekolah swasta untuk menampung siswa-siswa yang tidak bisa masuk ke SMA negeri," ujar Iqbal, Jumat, 13 Juni 2025.

Rata-rata lama sekolah di Sulsel adalah delapan tahun atau maksimal kelas VIII SMP. Dengan demikian, partisipasi kasar sebagian besar anak usia 16-18 tahun tidak bersekolah.

"Ini menunjukkan adanya anak-anak yang putus sekolah. Ini menjadi perhatian kita dalam perekrutan siswa baru tahun ini," tambahnya.

Iqbal menegaskan bahwa Disdik berkomitmen agar tidak ada anak yang tidak bersekolah karena daya tampung yang kurang. Dengan catatan, orang tua menerima anaknya ditempatkan sesuai solusi yang diberikan Disdik.

"Jika tidak tertampung di SMA negeri, kita arahkan ke sekolah swasta atau model lain seperti sekolah virtual atau homeschooling. Regulasi akan kita siapkan. Intinya, kita siapkan alternatif agar semua anak bisa bersekolah," terang Iqbal.

Ketua Dewan Pendidikan Sulawesi Selatan, Profesor Arismunandar menambahkan, ketimpangan kuota sekolah negeri dan jumlah pendaftar masih jadi masalah tiap tahun.

Terkait keterbatasan daya tampung sekolah negeri, Guru Besar Manajemen Pendidikan UNM ini menyoroti jumlah pendaftar di Makassar yang mencapai hampir 20 ribu siswa. Sementara kuota yang tersedia hanya sekitar 8 ribu.

"Jumlah pendaftar memang selalu lebih banyak dari kuota, itu biasa. Tapi kondisi ini memperlihatkan pentingnya peran sekolah swasta. Sekolah negeri kapasitasnya terbatas. Jadi sisanya harus ditampung sekolah swasta," jelasnya.

Prof Arismunandar menekankan pentingnya kolaborasi antara sekolah negeri dan swasta dalam menampung seluruh calon murid.

Ia mencontohkan perguruan tinggi negeri yang juga menghadapi persoalan serupa, namun ditopang oleh keberadaan perguruan tinggi swasta.

"Idealnya begitu. Siapa yang memilih sekolah negeri, siapa yang memilih swasta. Sehingga tidak terjadi kesenjangan besar antara jumlah pendaftar dan kuota," bebernya.

Mantan Rektor UNM dua periode ini juga menyinggung perlunya perhatian bagi siswa dari keluarga tidak mampu agar tidak tersisih dari sistem.

Dengan kondisi pendaftaran yang selalu melebihi kuota, ia menilai SPMB perlu didukung sistem yang lebih inklusif serta kebijakan kolaboratif antara sekolah negeri dan swasta, termasuk perlindungan bagi siswa dari kelompok rentan.

"Kalau bisa sekolah-sekolah swasta yang bagus itu menyediakan kuota bebas biaya bagi siswa miskin. Itu bagian dari tanggung jawab sosial pendidikan," tandasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini