SuaraSulsel.id - Sebanyak 27 rumah di empat desa Luwu Utara terendam banjir dan longsor, Sabtu 7 Juni 2025.
Peristiwa terjadi sekitar pukul 19.30 WITA saat hujan deras mengguyur wilayah sejak sore hari.
Kepala Pelaksana BPBD Sulsel Amson Padolo membenarkan bencana akibat curah hujan tinggi dan lama.
“Banjir terjadi di Desa Baloli dan Desa Radda, Kecamatan Baebunta,” jelas Amson dari Makassar.
Baca Juga:Borong Dagangan Warga, Gubernur Sulsel Sentuh Hati Pedagang Kecil di Pemandian Air Panas Pincara
Sementara tanah longsor terjadi di Dusun Lena, Desa Pararra, Kecamatan Sabbang, Luwu Utara.
Tinggi air banjir di dua desa itu mencapai 1 hingga 1,5 meter pada Sabtu malam.
Dari data BPBD, banjir di Desa Baloli merendam 20 rumah dengan 20 kepala keluarga terdampak.
Selain rumah warga, satu masjid dan 20 hektare kebun sawit juga ikut terendam air.
Beberapa fasilitas umum serta akses jalan desa pun ikut terdampak banjir tersebut.
Baca Juga:Nyawa Taruhannya! Kepala BPBD Terjang Longsor Demi Warga Terisolir di Luwu Utara
Sementara di Desa Radda, lima rumah terendam banjir dan dihuni lima kepala keluarga.
Desa Baloli dan Radda keduanya berada di Kecamatan Baebunta, Luwu Utara, Sulawesi Selatan.
Di Dusun Lena, Desa Pararra, bencana tanah longsor menimbun jalan poros Pararra-Rongkong.
Longsoran tanah menutupi jalan sepanjang 50 meter sehingga mengganggu akses warga.
Dua rumah milik warga bernama Zainuddin dan Sirman juga terkena longsoran material tanah.
Meski tidak ada korban jiwa, namun pemilik rumah alami kerugian akibat kejadian ini.
Warga dan tim BPBD langsung melakukan penanganan darurat pada malam kejadian.
Petugas BPBD dibantu TNI, Polri, dan warga sekitar membersihkan material longsoran.
Material tanah yang menimbun jalan dibersihkan agar bisa dilalui kendaraan roda dua.
Amson menyatakan jalan kini bisa dilintasi motor, meski alat berat tetap dibutuhkan.
“Jalan sudah bisa dilalui roda dua, tapi perlu alat berat untuk pembersihan maksimal,” katanya.
Ia menambahkan kondisi banjir di Desa Baloli dan Radda kini perlahan mulai surut.
Namun, beberapa lokasi masih terlihat tergenang air meski tidak lagi meluas seperti semula.
BPBD mengimbau warga tetap waspada karena potensi hujan susulan masih mungkin terjadi.
Amson juga menyampaikan bahwa Luwu Utara merupakan wilayah yang rawan bencana alam.
Daerah ini memiliki kombinasi topografi pegunungan, sungai, dan dataran rendah yang kompleks.
“Lutra ini daerah tiga dimensi: ada pegunungan, sungai terbanyak, dan daratan rendah,” jelasnya.
Menurutnya, karakter geografis itu membuat Luwu Utara rentan terhadap longsor dan banjir.
BPBD Luwu Utara diminta tetap siaga setiap kali curah hujan tinggi turun di wilayahnya.
“Kalau hujan deras, teman-teman BPBD Lutra selalu siaga dan pantau lokasi rawan,” ujarnya.
Ia berharap masyarakat juga lebih peka dan cepat melapor jika ada tanda-tanda bencana.
Selain kesiapsiagaan, mitigasi bencana juga penting dilakukan untuk meminimalisir dampak.
Sejarah bencana di Luwu Utara pun pernah mencatat banjir bandang paling mematikan.
Pada Juli 2020, banjir bandang parah menghantam wilayah ini dan menelan banyak korban.
Sebanyak 38 orang meninggal, 10 hilang, dan lebih dari 100 orang mengalami luka-luka.
Tercatat pula, 10 rumah hanyut terbawa arus deras dan 213 unit rumah rusak berat.
Peristiwa 2020 menjadi pengingat bahwa bencana di Lutra bukan hal yang bisa diremehkan.
Karenanya, BPBD menekankan pentingnya edukasi kebencanaan ke semua lapisan masyarakat.
Mitigasi dini dan kesiapan warga adalah kunci utama dalam menanggulangi risiko bencana.
Warga diminta tetap tenang, namun tidak lengah menghadapi potensi bencana di musim hujan.
Pemerintah daerah juga diharapkan mempercepat pembangunan infrastruktur penunjang mitigasi.
Seperti tanggul pengaman sungai, sistem drainase, dan jalur evakuasi di desa-desa rawan.
Semua pihak harus bersinergi untuk mengurangi risiko bencana dan menjaga keselamatan warga.