SuaraSulsel.id - Alief Gufran, mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin Makassar (FIB) diberhentikan dengan tidak hormat karena ketahuan mengonsumsi minuman keras di kampus. Selain itu ia dianggap tidak sopan.
Alief di-Drop Out pada 22 November 2024 dan dinyatakan tidak lagi terdaftar sebagai mahasiswa Unhas.
Sejumlah lembaga mahasiswa melakukan aksi protes dan menilai Unhas tebang pilih dalam menerapkan sanksi bagi perusak institusi kampus.
Mereka menyoroti perbedaan sikap Unhas dalam menjatuhkan sanksi ke pelaku pelecehan seksual Firman Saleh yang juga merupakan dosen FIB.
Baca Juga:Unhas Pecat Mahasiswa FIB yang Bela Korban Pelecehan Seksual oleh Oknum Dosen
Firman hanya diberi sanksi kategori sedang walau sudah mengakui perbuatannya. Sementara Alief Gufran diberhentikan dengan tidak hormat atau sanksi berat.
Kronologi Pelanggaran Alief Gufran
Alief Gufran mengaku salah dan menjelaskan kronologi pelanggarannya sebagai berikut.
Pada Kamis, 26 September, Alief Gufran selaku Kepala Suku Kosaster FIB Unhas melayangkan protes kepada Mardi Amin, Wakil Dekan 1 terkait aturan jam malam yang membatasi kegiatan mahasiswa termasuk Kosaster.
Waktu itu, mereka mesti latihan hingga malam untuk persiapan pentas.
Baca Juga:Terungkap! Sanksi Dosen Pelaku Pelecehan Seksual di Unhas Tidak Berat
Mardi Amin lalu merespon dan mengatakan satpam bersikeras untuk menerapkan aturan jam malam. Kampus juga menerapkan hukum besi akan hal itu.
Lalu, pada Senin, 30 September, lapakan baca dan melukis bebas yang digelar oleh Kosaster FIB-UH dibubarkan oleh satpam. Karenanya, Alief Gufran kembali protes terhadap aturan jam malam dan menjelaskan alasannya.
Akan tetapi, oleh satpam, direspon dengan tegas hingga sempat terjadi keributan malam itu.
Antar bulan Juni hingga Oktober, kata Alief, Kosaster FIB-UH tetap latihan setiap malam untuk persiapan pentas. Mereka seringkali bertemu dengan satpam yang juga berpatroli tiap malam.
Perdebatan kerap terjadi dan berujung pada pendokumentasian kartu identitas mahasiswa oleh satpam. Gesekan-gesekan ini menyebabkan adanya sentimen khusus kepada Kosaster dan juga personal kepada Alief Gufron sebagai kepala sukunya.
Pada Senin, 21 Oktober, Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Universitas Hasanuddin membuka acara Festival Teater Mahasiswa se-Sulselbar yang dilaksanakan oleh Himpunan Mahasiswa Sastra lndonesia di Aula Mattulada FIB Unhas.
Saat itu, Alief Gufran selaku kepala suku mengajak Wakil Rektor l Muhammad Ruslin berdialog perihal aturan pemberlakuan jam malam di FIB di atas panggung Aula Mattulada yang dinilai menghambat perkembangan kemampuan berkesenian serta membatasi kebebasan berintelektual mahasiswa.
Karena dianggap tidak sopan, Wakil Dekan 1 FIB Unhas, Mardi Adi Armin melaporkan Alief Gufron kepada Majelis Kode Etik Mahasiswa (MKEM). Karena disebut melakukan intervensi yang mengganggu acara dengan mengajak WR 1 berdebat soal pemberlakuan jam malam.
Pada Selasa, 22 Oktober 2024, satpam melakukan patroli dan mendapati Alief Gufron dengan beberapa pegiat seni kampus dari luar pesta miras. Minum ballo dan anggur merah. Kepala satpam Unhas kemudian melaporkan Alief Gufron kepada MKEM.
Pada Rabu, 30 Oktober, MKEM melakukan pemeriksaan dengan memanggil Mardi Adi Armin, Ridwan Said (satpam), dan juga Alief Gufran.
Lalu, pada Selasa, 19 November, mahasiswa merespons kasus kekerasan seksual yang terjadi di FIB dengan menggelar aksi protes di depan dekanat. Alief Gufran turut serta dan membacakan puisi.
Alief dan ratusan mahasiswa lainnya menyatakan dengan tegas menuntut keadilan untuk korban dan menyerukan agar Firman Saleh, pelaku kekerasan seksual dipecat dari kampus.
Kemudian, pada Rabu, 20 November, mahasiswa kembali menggelar aksi di Kantor Dekan. Alief turut berorasi dan menyampaikan keresahannya kepada Mardi Adi Armin yang mewakili Dekan.
Di hari yang sama pula, MKEM menyampaikan rekomendasi hasil rapatnya kepada Dekan FIB dan malam harinya, satpam kembali mengonfrontasi Alief Gufran di FIB-UH.
Pada Kamis, 21 November, mahasiswa kembali lagi menggelar aksi di depan dekanat dan di saat bersamaan, Dekan meneruskan hasil rekomendasi MKEM kepada Rektor.
Jumat, 22 November, mahasiswa menggelar dialog publik yang mengundang Dekan FIB dan Satgas PPKS Unhas menyoal kasus kekerasan seksual yang terjadi di FIB. Dan malam harinya, satpam kembali mengonfrontasi Alief Gufran dan beberapa mahasiswa FIB di Panggung Sastra.
Pada waktu yang sama, rektor telah menandatangani SK Pemberhentian tidak dengan hormat tanpa sepengetahuan Alief Gufran sebagai pihak terkait.
Namun menurut Alief, SK itu baru didapatnya pada Selasa, 26 November 2024 yang disampaikan secara diam-diam oleh salah seorang sivitas akademi. Dimana, Alief sudah tidak punya kesempatan untuk banding ke MKEM.
Unhas Tegaskan Alief DO Bukan Karena Kritik Pelecehan Seksual
Kepala Hubungan Masyarakat (Humas) UNHAS Ahmad Bahar menegaskan keputusan D.O terhadap Alif Gufron sudah bersifat tetap.
Namun, Unhas mengambil kesimpulan Alief diberhentikan bukan karena demo kritik kebijakan kampus terhadap pelaku pelecehan seksual, tetapi dianggap tidak sopan dan terbukti mengonsumsi minuman keras di kampus.
"Ini kan kasus yang berbeda. Saya tidak mau berkomentar dan mengaitkannya (dengan kasus pelecehan seksual). Kasus DO ini sudah berproses sejak Oktober," kata Ahmad.
Pemberhentian Alief Gufran ditetapkan melalui keputusan Rektor Unhas bernomor 4472/UN4.9.1/KP.08.03/2024 tanggal 20 November 2024 perihal Rekomendasi MKEM Fakultas Ilmu Budaya Unhas.
Ahmad Bahar mengatakan berdasarkan kesimpulan Komisi Disiplin UNHAS, Alif Gufron telah melakukan pelanggaran ringan hingga berat sehingga dianggap mencemarkan nama baik kampus.
"Jadi yang bersangkutan itu melanggar bab 5 pasal 9 ayat 1 poin D berbunyi bahwa etika mahasiswa dalam berinteraksi dalam kegiatan akademik itu harus sopan dan santun dalam mengeluarkan pendapat. Waktu itu sudah terjadi pelanggaran ringan di situ," jelasnya.
"Lalu, bab 5 pasal 12 poin 6. (Bunyinya), sebagai mahasiswa, harusnya berperan aktif untuk menolak penggunaan obat-obatan terlarang seperti narkoba/psikotropika dan minuman keras. Padahal yang bersangkutan harus berperan menolak," jelasnya.
Kata Ahmad, pelanggaran berat yang dilakukan bersangkutan ada pada Bab 7 terkait larangan, pasal 16, butir 5. Dimana yang bersangkutan mengonsumsi Miras di kampus.
Menurutnya, Alief Gufran dan semua mahasiswa yang terdaftar di Unhas sudah menandatangani pakta integritas terkait aturan tersebut. Sehingga, jika dilanggar berkali-kali, maka sanksinya terpaksa DO.
"Jadi kalau melihat prosesnya tidak ada kaitannya dengan kasus pelecehan. Kebetulan saja dia sedang ikut demo," katanya.
Sanksi Unhas Dipertanyakan
Pelanggaran yang dilakukan oleh Alief selaku mahasiswa dan Firman Saleh selaku dosen sama-sama masuk kategori pelanggaran berat. Mereka sama-sama telah mencemarkan nama baik kampus.
Namun faktanya, sanksi yang diberikan ke Alief sebagai mahasiswa lebih berat ketimbang sanksi yang dijatuhkan Unhas ke dosen pelaku pelecehan seksual.
Alief dijatuhi sanksi berat berupa pemecatan, sementara dosen pelaku pelecehan seksual hanya diberi sanksi sedang berupa skorsing. Serta bisa kembali mengajar sebagai dosen ketika sanksi sudah berakhir.
Kontributor : Lorensia Clara Tambing