SuaraSulsel.id - Aksi tawuran antar mahasiswa Fakultas Peternakan dan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan baru-baru ini, jadi tamparan keras bagi Universitas Hasanuddin. Karena tradisi kekerasan mahasiswa sudah terjadi berulang kali.
Tujuh orang mahasiswa sudah ditetapkan sebagai tersangka. Rektorat pun tidak mau mentolerir. Pelaku langsung dikeluarkan.
Rektor Universitas Hasanuddin Makassar Profesor Jamaluddin Jompa mengatakan, tujuh mahasiswa yang terlibat tawuran sudah dikeluarkan atau Drop Out (DO). Menurutnya, ini adalah cara untuk memberi efek jera bagi mereka.
"(Keputusan) Bulatlah (DO). Kita tidak akan berhenti," ujar Jamaluddin Jompa di hadapan wartawan, Jumat, 31 Maret 2023.
Baca Juga:Unhas Tegaskan Tidak Akan Berdamai Dengan Mahasiswa Pelaku Kekerasan
Jamaluddin mengaku mendapat intimidasi yang masif dari sejumlah pihak agar tidak ada DO bagi tujuh pelaku. Cukup diskorsing.
Namun, di tengah gejolak itu, ia mengaku tidak mau terpengaruh. Baginya, jika tidak tegas, maka sama saja memelihara kekerasan di kampus.
"Memang masif sekali desakan ini, tolong jangan DO. Tapi kita bisa bilang aturan kami berlaku. Siapa pun itu, tekanan dari manapun itu, kita tidak akan gentar. Presiden pun, pemerintah (yang) minta, kami tidak akan goyah," ujarnya.
Kata Jamaluddin, provokator utama dari kasus ini adalah seorang mahasiswa yang sudah hampir sarjana. Pelaku disebut masuk ke dalam kampus menggunakan roda dua dan memakai topeng, pada Kamis dini hari menyerang sekretariat mahasiswa Peternakan.
Dia kemudian memprovokasi sejumlah mahasiswa lain untuk melakukan penyerangan pada sore harinya. Aksi saling serang pun tak terelakkan.
Baca Juga:Kampus Unhas Dapat Intimidasi Untuk Bebaskan Pelaku Pengeroyokan Mahasiswa
"Mungkin salah satu alasannya adalah karena dia menganggap sudah ujian. Dia (pelaku utama) sudah ujian tapi kan belum wisuda," ungkapnya.
Parahnya lagi, pelaku ini merupakan mahasiswanya dulu di Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Itu mengapa Ketua Akademi Ilmuwan Muda Indonesia itu mengaku sangat kecewa dan sedih.
"Perasaan saya itu sedih karena salah asuhan saya ini. Masa anak sendiri (seolah) membunuh ibunya sendiri. Dan inilah banyak arahan untuk membebaskan," ungkapnya.
Menurut Jamaluddin, tidak ada niat sedikit pun bagi pihak kampus untuk mencelakai tujuh mahasiswa tersebut. Namun ini sudah keputusan bersama.
Apalagi provokator utama ini sebelumnya sudah pernah hampir DO karena kasus yang sama. Dulu, dia sempat dijatuhi sanksi skorsing karena kebijakan kampus.
"(Skorsing) harusnya dua semester tapi dikurangi satu semester. Kalian harus tahu, pelaku ini sudah dihukum. Lalu kemudian mengulangi perbuatannya," bebernya.
Lima Pelaku Belum Ditangkap
Rektor Universitas Hasanuddin Jamaluddin Jompa lantas membentuk Satgas mengusut kasus ini. Investigasi disebut masih terus dilakukan.
Informasi terbaru, masih ada pelaku yang belum ditangkap. Ini merupakan pengembangan dari keterangan para tersangka.
"Dari hasil pengembangan, ada lima orang pelaku lagi dari Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Saya belum boleh sebut siapa orangnya," ujar Ketua Satgas Unhas, Prof Amir Ilyas.
Kata Amir, kasus tawuran selama ini hanya diselesaikan secara internal. Itulah mengapa oknum mahasiswa tidak punya rasa takut melakukan kekerasan.
Rektor Unhas lantas membentuk Satgas di bawah kendali Wakil Rektor I untuk mencari tahu penyebabnya. Anggota satgas lainnya ada Wakil Dekan I dari Fakultas Peternakan dan FIKP, dan Direktur Bagian Kemahasiswaan.
"Rektor menganggap ini sudah keterlaluan. Sudah tindakan kriminal karena mengeroyok dan merusak fasilitas kampus. Ini sebagai bentuk keseriusan kampus mengakhiri tawuran-tawuran di Unhas," ungkapnya.
Sebelumnya, polisi menetapkan tujuh orang mahasiswa sebagai tersangka kasus penganiayaan dan tawuran di Kampus Unhas. Mereka dijerat pasal 170 KUHPidana dengan ancaman hukuman maksimal lima tahun.
Kata Amir, tujuh mahasiswa dan seorang petugas kebersihan segera menjalani persidangan. Berkas perkara di polisi saat ini sudah rampung dan segera diserahkan ke Kejaksaan.
Sementara, Satgas masih terus bekerja untuk mengungkap pelaku lain. Pelakunya tidak hanya tujuh orang saja.
"Informasi dari kepolisian minggu depan berkasnya diserahkan ke kejaksaan. Kalau sudah P21, segera disidang dalam waktu dekat," tegasnya.
Aksi Primitif yang Berulang
Kejadian pada 16 Maret 2023 di Unhas disebut hanya "bisul" pemicu tawuran di Kampus merah itu. Puncak tawuran di Unhas ada di tahun 1992.
Tragedi itu bahkan dikenal sebagai "Black September". Dosen FIB Unhas, Dahlan Abu Bakar dalam catatannya mengatakan tragedi "Black September Unhas' adalah tawuran antar mahasiswa yang paling parah dalam sejarah.
Disebut Black September karena terjadi di bulan September. Penamaan itu merujuk pada pembantaian 11 mahasiswa Israel yang ikut Olimpiade Pelajar di Munich Jerman tahun 1972.
Tawuran melibatkan mahasiswa Fakultas Teknik dengan fakultas lainnya- Ekonomi, Fisip dan Hukum. Salah satu laboratorium di Fakultas Teknik bahkan ludes dibakar.
"Tawuran ini seolah sudah menjadi 'ritual' primitif oknum mahasiswa yang tidak terjerakan oleh peraturan akademik yang ada," ungkap Dahlan.
Dahlan menceritakan para mahasiswa saling serang menggunakan batu, bambu runcing dan bom molotov. Bahkan ada yang membuat barikade dari kabel telanjang dan dialiri listrik.
Karena selalu disebut "biang kerok", Jusuf Kalla kemudian menawarkan ide agar fakultas teknik pindah ke Gowa. Rupanya, setelah fakultas teknik pindah, tawuran tidak juga berakhir.
Pernah juga ada yang tawuran karena pertandingan sepak bola, seperti penyebab pada tawuran baru-baru ini. Makanya, pertandingan sepak bola sudah ditiadakan beberapa silam lalu.
Sebab, kata Dahlan mahasiswa Unhas belum siap menerima pertandingan yang menimbulkan full body contact atau kontak antar pemain. Mahasiswa masih rentan dan belum mampu bertanding secara sportif.
"Mereka lebih banyak menggunakan perasaan daripada pikiran. Akibatnya, jika kalah bersaing maka akan muncul rasa malu dari lawannya. Lalu alasan tersebut digunakan oknum mahasiswa memprovokasi adik-adiknya," kata Dahlan.
Menurut Dahlan, kemunculan tawuran ini boleh jadi karena pola orientasi pengenalan studi (Ospek) tidak lagi dilaksanakan secara benar. Akibatnya, muncullah kasus-kasus tawuran.
"Bisa juga mereka memanfaatkan tawuran karena tidak pernah diberi sanksi," sebutnya.
Di beberapa pertemuan dengan Perguruan Tinggi lain, Dahlan bahkan kerap disentil, "mengapa mahasiswa Unhas suka tawuran?.
"Mungkin mereka tidak memiliki lawan di luar kampus," jawabnya berkelakar.
Menurutnya, tawuran antar oknum mahasiswa Unhas sudah saatnya diakhiri. Sebab sangat merusak citra alumni ketika akan melamar kerja.
Menurutnya, solusi tepatnya adalah memecat segelintir oknum mahasiswa yang berbuat onar itu. Toh, juga Unhas tidak akan rugi.
"Terlalu banyak pelamar Unhas setiap tahun yang ditolak dan berpotensi memiliki perilaku yang lebih baik dari mereka yang selalu bermasalah. Pelakunya harus dibuat jera," tegasnya.
Kontributor : Lorensia Clara Tambing