Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia ke Presiden Jokowi: Tidak Cukup Hanya Menyerukan

Kemungkinan berkembangnya situasi ekonomi yang sulit

Muhammad Yunus
Selasa, 08 Maret 2022 | 06:00 WIB
Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia ke Presiden Jokowi: Tidak Cukup Hanya Menyerukan
Umat Kristiani saat mengikuti Misa Natal di Gereja Katedral, Jakarta Pusat, Sabtu (25/12/2021). [Suara.com/Alfian Winanto,]

SuaraSulsel.id - Kepala Humas Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Jeirry Sumampow mengatakan, Presiden Joko Widodo tidak cukup hanya menyerukan kewaspadaan dan kehati-hatian masyarakat. Untuk menyikapi kemungkinan berkembangnya situasi ekonomi yang sulit.

“PGI mencermati sungguh-sungguh situasi sulit yang sedang berkembang dan berharap pemerintah dapat segera melakukan intervensi. Untuk mengatasi kelangkaan bahan pokok dan kenaikan harga. Guna memperkuat ketahanan masyarakat,” ujar Kepala Humas PGI Jeirry Sumampow, Senin 7 Maret 2022.

Mengutip BeritaManado.com -- jaringan Suara.com, PGI prihatin dengan dampak pandemi Covid-19 dan melemahnya kondisi ekonomi masyarakat.

Belanja konsumen yang melemah akibat Covid-19, akan semakin dilemahkan bila perang Rusia dan Ukraina semakin meluas.

Baca Juga:Harga Bahan Pokok Naik, KSP Ajak Warga Indonesia Makan Singkong, Ubi, dan Porang

Terlebih dalam seminggu terakhir telah terjadi kenaikan tarif tol, elpiji, BBM, dan bahan pokok lainnya.

Kelangkaan barang dan kenaikan harga terjadi pada berbagai komoditi. Seperti minyak goreng, kedelai untuk tahu tempe, daging sapi, dan daging ayam.

Masyarakat Harus Hidup Sederhana

PGI juga mengimbau warga gereja dan masyarakat secara umum. Untuk sedapat mungkin membatasi gaya hidup konsumerisme.

Sebaliknya mengembangkan pola hidup ugahari yang mengarus-utamakan laku hidup sederhana dan kesediaan untuk saling membantu antara sesama warga bangsa.

Baca Juga:Bukan Jokowi, Ternyata Ini Para Tokoh yang Mengusulkan Agar Pemilu 2024 Ditunda

“Dalam solidaritas global, bersamaan dengan perayaan minggu-minggu pra-Paskah, PGI mendorong gereja-gereja anggota untuk terus berdoa bagi mereka yang menderita akibat kebrutalan perang di Ukraina. Semoga perang segera dihentikan, sehingga pemulihan dampak perang terhadap kemanusiaan dan lingkungan bisa segera digalakkan. Tuhan berkati,” pungkas Sumampow.

Covid-19 belum reda, masyarakat kembali diperhadapkan dengan situasi perang Rusia-Ukrania. Berakibat pada melonjaknya harga energi dunia, terutama gas alam.

Menurut PGI, peningkatan harga energi akan berpengaruh langsung terhadap seluruh rantai pasokan yang menyebabkan harga berbagai barang turut naik. Seiring meningkatnya inflasi di banyak negara.

Gunakan Produk Dalam Negeri

Presiden Joko Widodo beberapa hari lalu mengingatkan harga barang-barang terindikasi alami kenaikan karena ketidakpastian ekonomi global.

Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Edy Priyono menegaskan, peringatan Presiden Jokowi harus disikapi dengan bijak dan tidak perlu memunculkan kekhawatiran secara berlebihan.

Justru kondisi tersebut, kata dia, harus dijadikan momentum untuk mulai menguatkan produksi dalam negeri dan mengurangi konsumsi barang-barang impor.

“Apa yang disampaikan bapak Presiden mengandung satu pesan kunci, yakni kita harus berani berubah dan berani mengubah,” tegas Edy Priyono.

Menurut Edy, ketidakpastian ekonomi global akibat pandemi COVID-19 berkepanjangan ditambah munculnya konflik Rusia-Ukraina, berimplikasi pada produksi dan konsumsi.

Pada sisi konsumsi, ungkap Edy, masih ada ketergantungan terhadap barang-barang impor. Seperti LPG, kedelai, dan gandum, yang menyebabkan terjadinya lonjakan harga.
Dalam jangka pendek, ujar dia, pemerintah tidak punya banyak pilihan, yakni tetap mempertahankan harga agar tidak naik dan stabil, dengan memberikan subsidi.

Ia mencontohkan LPG subsidi 3 kilogram yang porsi konsumsinya mencapai 93 persen. Meskipun tren harga kontrak Aramco (CPA) mengalami kenaikan sebesar 21 persen dari rata-rata CPA akibat konflik Rusia-Ukraina, namun pemerintah tidak menaikkan harga LPG subsidi. Tetap mengacu pada Harga Eceran Tertinggi (HET).

“Pemerintah memberikan subsidi sekitar Rp 11 ribu per kilogram. Sehingga masyarakat dapat membeli LPG subsidi 3 kilogram dengan harga yang terjangkau,” terang Edy.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini