SuaraSulsel.id - Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menghadirkan Muhammad Ardi, Kepala Cabang Bank Mandiri Panakkukang sebagai saksi, pada kasus dugaan suap dan gratifikasi proyek infrastruktur di Sulawesi Selatan.
Muhammad Ardi dicecar soal keterlibatannya pada aliran dana dari ataupun ke rekening milik terdakwa Nurdin Abdullah. Keduanya sudah saling kenal sejak Nurdin Abdullah masih menjabat sebagai Bupati Bantaeng.
Dalam keterangannya, Ardi mengaku beberapa kali diperintah oleh Nurdin Abdullah untuk menukar dan menyetor uang. Bahkan masih sempat membuat buku rekening. Sebelum operasi tangkap tangan atau OTT oleh KPK.
Dalam ruang sidang, Ardi mengaku, Nurdin Abdullah pernah melakukan transaksi di Bank Mandiri Panakkukang pada 20 Desember 2020. Saat itu hari minggu, ia mendapat pesan singkat lewat aplikasi Whatsapp. Isinya minta uang baru untuk sedekah.
Baca Juga:Uang Rekening Sulsel Peduli Bencana Ditransfer ke Panitia Pembangunan Masjid
"Saya di-WA sama beliau. Dia bilang, Pak Ardi, ada uang baru buat sedekah. Karena seingat saya itu ada, jadi saya jawab, ada pak. Bapak butuh pecahan berapa," kata Ardi di ruang sidang Harifin Tumpa Pengadilan Negeri Makassar, Kamis, 14 Oktober 2021.
Ardi mengaku Nurdin Abdullah meminta uang baru pecahan Rp100 ribu dan Rp50 ribu sebanyak Rp400 juta. Dirinya kemudian diminta berhubungan dengan Salman, pengawal pribadi Nurdin Abdullah.
"Terus dia (Nurdin) bilang OK. Nanti Pak Salman yang hubungi bapak," tambahnya.
Karena uang ada di brankas dan hari minggu, Ardi kemudian mengontak dua teller bank bernama Asriadi dan Miftahul. Kemudian ada security yang dilengkapi oleh senjata.
Ardi kemudian mengontak Salman untuk mengambil uang baru tersebut. Namun karena tidak ada kabar, Ardi bersama dua pegawai bank memilih mengantar uang Rp400 juta itu ke rumah pribadi Nurdin Abdullah di Tamalanrea.
Baca Juga:Nurdin Abdullah Suruh Ajudan Transfer Uang untuk Seorang Wartawan di Jakarta
Namun Ardi mengaku Nurdin Abdullah sedang tidak dirumahnya saat itu. Ardi lalu memilih pulang ke bank bersama pegawainya.
Di tengah jalan, Salman menelpon. Mereka kemudian janjian di bank saja. Saat di bank, Salman datang sambil membawa uang yang ditaruh dalam koper warna abu-abu kombinasi kuning.
Jumlah uang di koper tersebut Rp2 miliar. Rp400 juta kemudian diambil Ardi dan ditukar dengan uang baru.
Saat Ardi hendak mengembalikan koper tersebut, Salman mengaku hanya disuruh mengambil Rp400 juta. Sisanya yakni Rp1,6 miliar Nurdin minta titip di bank.
"Saya bilang ini gak benar kalau dititip. Saya gak bisa terima. Tapi pak Salman bilang pak Nurdin suruh titip," ujarnya.
Ardi mengaku sadar saat itu sudah menyalahi prosedur bank. Namun tidak berani menolak. Uang Rp1,6 miliar itu kemudian disimpan Ardi di brankas kecil.
"Akhirnya saya terpaksa terima. Itu sebenarnya tidak boleh ada penitipan sesuai SOP. Tapi pak Salman bilang nanti pak Nurdin hubungi, ada orang yang mau datang ambil," ucapnya.
Ardi lalu menunggu kabar Nurdin Abdullah untuk mengambil uang tersebut di bank. Ia mengaku tidak berani pulang karena uang titipan tersebut.
Pada pukul 14.00 Wita, Salman kembali menghubunginya. Salman datang dang mengatakan, "Pak Ardi, tambah lagi kata bapak (NA) Rp400 juta. Jadi saya panggil lagi Asriadi karena untuk membuka brankas harus ada dua orang,"
Ardi lalu menyerahkan lagi uang Rp400 juta yang diminta walaupun bukan uang baru. Sementara sisa uang Rp1,2 miliar masih dititip.
Pada pukul 17.00 Wita, Ardi mengaku menerima pesan Whatsapp dari Nurdin. Isinya "Pak Ardi nanti sisa uangnya Uji yang urus."
Ardi mengaku mengenal Uji. Dia adalah putra bungus Nurdin Abdullah.
Ardi menunggu Uji sampai malam hari saat itu, tetapi tidak datang. Ardi mengaku memilih pulang karena sedang demam.
"Kalau tidak sakit, saya tidak berani pulang," terangnya.
Keesokan harinya pada Senin, jam 07.00 wita, Ardi mengaku menghubungi Uji. Ia meminta agar segera mengambil uang tersebut karena tidak boleh dititip.
Uji datang ke bank saat jam kantor sudah usai. Uji menyuruh agar sisa uang itu ditransfer ke rekening bernama Irham Samad dan Eric Horas. Nilainya Rp797 juta untuk Irham dan Rp355 juta untuk Eric Horas.
"Yang Eric Horas rekening Mandiri jadi bisa langsung ditransfer. Sedangkan rekening Irham itu BCA jadi tidak bisa karena sudah lewat jam tiga sore," ungkap Ardi.
Uji kemudian meminta Ardi membuka rekening baru untuk Irham Samad agar uangnya bisa ditransfer saat itu juga.
Namun, JPU dan Majelis Hakim menemukan kejanggalan pada slip penyetoran ke Eric Horas dan Irham Samad. Penyetornya adalah Uji, sementara yang menandantangani slip penyetor adalah Eric Horas dan Irham Samad.
Ardy mengaku itu salah. Namun, ia tak berani menolak.
"Ini kejadiannya baru pertama kali. Kedua, ini perintah Gubernur, stakeholder pertama di Sulsel. Kalau mau menolak, saya gak berani," tukasnya.
Diminta Alihkan Dana Dari Rekening Sulsel Peduli Bencana ke Pembangunan Masjid
Muhammad Ardi juga mengaku pernah diminta untuk mentransfer uang Rp300 juta. Uang itu dialihkan dari rekening Sulsel Peduli Bencana ke rekening Bank Sulselbar atas nama Pembangunan Masjid Kebun Raya.
Saat itu kata Ardi, ia dihubungi oleh Syamsul Bahri, ajudan Nurdin Abdullah. Syamsul memerintahkan Ardi mengirim uang ke rekening pembangunan masjid itu.
"Saya bilang nominalnya berapa dan nomor rekening tujuannya. Jadi saya difotokan. Dia minta Rp300 juta," kata Ardi.
Ardi mengaku sempat mengkonfirmasi hal itu ke Nurdin Abdullah. Karena spesimen tandatangan rekening itu atas nama Nurdin Abdullah.
"Pak Nurdin bilang OK. Yang saya ingat nama rekeningnya pembangunan Masjid Kebun Raya," ujar Ardi.
Ia mengatakan rekening Sulsel Peduli Bencana di Bank Mandiri tersebut dibuka sejak tahun 2018. Saat itu Nurdin Abdullah memintanya membuka rekening baru.
"Tahun 2018 itu saya dipanggil. Dia (Nurdin) bilang mau buka rekening untuk sumbangan. Dibuka untuk sumbangan tsunami di Palu saat itu," ucap Ardi.
Ardi mengaku pembukaan rekening saat itu hanya berlandaskan surat dengan kop Pemerintah provinsi Sulsel dan ditandatangani oleh Gubernur. Isinya permohonan pembukaan rekening.
"Transaksi hanya boleh dilakukan oleh pak Nurdin karena dia yang tandatangan," kata Ardi.
Ardi mengaku rekening itu masih ada saldonya. Awalnya Rp2 miliar dan masih tersisa Rp1,7 miliar karena sudah ditransfer Rp300 juta ke rekening Sulselbar untuk pembangunan masjid.
JPU: Dakwaan Kami Mulai Terbukti
Jaksa Penuntut Umum KPK Asri Irwan mengaku, dakwaan ke terdakwa Nurdin Abdullah mulai terbukti. Uang Rp2 miliar yang disetor ke Ardi adalah uang dari pengusaha bernama Haji Momo dan Indar.
"Kronologi dari Sari, Salman, Ardi dan keterangan pengusaha sebelumnya sama semua. Kita sudah bisa menganalisa bahwa sumbernya dari uang suap dan gratifikasi," kata Asri.
Dalam fakta persidangan, uang Rp2 miliar itu berasal dari Haji Momo Rp1 miliar dan Rp1 miliar lagi dari Haji Indar.
Uang itu dikumpulkan oleh Sari Pudjiastuti, mantan Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa. Alasannya untuk biaya operasional Nurdin Abdullah.
Uang itu kemudian dibawa ke Bank Mandiri Panakkukang oleh Salman dan diserahkan ke Ardi. Rp800 juta ditukar dengan uang baru dan sisanya disimpan.
"Rp1,2 miliar digunakan untuk membeli barang yaitu Jets Ski dan mesin kapal yang dibeli ke Irham Samad dan Eric. Sisanya diambil oleh Uji, anak dari terdakwa Nurdin Abdullah," tegas Asri.
Kontributor : Lorensia Clara Tambing