Nasib Penjual Bendera Merah Putih di Tengah Pandemi Covid-19

Pandemi Covid-19 tidak membuat warga berhenti berharap mendapatkan rezeki

Muhammad Yunus
Kamis, 05 Agustus 2021 | 17:04 WIB
Nasib Penjual Bendera Merah Putih di Tengah Pandemi Covid-19
Ahmad Yani, pedagang bendera merah putih di Jalan Toddopuli Raya Timur Kota Makassar [SuaraSulsel.id / Muhammad Aidil]

SuaraSulsel.id - Pandemi Covid-19 tidak membuat warga berhenti berharap mendapatkan rezeki. Termasuk pedagang musiman bendera merah putih di Kota Makassar.

Pedagang bendera merah putih masih berharap bisa mendapatkan untung. Meski tidak ada lagi kegiatan perayaan 17 Agustus yang meriah di lingkungan masyarakat. Seperti sebelum pandemi datang.

Ahmad Yani, kakek berusia 54 tahun tetap menebar senyum. Menyambut warga atau pengendara yang singgah melihat bendera merah putih digantung.

Ahmad Yani membuka lapak di Jalan Toddopuli Raya Timur, Kecamatan Manggala, Kota Makassar.

Baca Juga:Bangkrut, Pengusaha Sound System Ngawi Ingin Tukar Peralatan dengan Ternak atau Beras

Bendera merah putih digantung seperti jemuran di bawah pepohonan di pinggir jalan raya. Berharap bisa terlihat dan mengundang warga singgah membeli.

Kepada SuaraSulsel.id, Yani mengatakan sudah berdagang bendera musiman selama dua puluh satu tahun. Lokasinya masih sama.

Menjual bendera merah putih sejak tahun 2000. Waktu itu kondisi jalanan di Toddopuli Raya Timur, belum dilapisi aspal.

"Setiap tahun saya jualan bendera di sini. Tahun 2000-an mulai menjual di sini," kata Ahmad kepada SuaraSulsel.id, Rabu 4 Agustus 2021.

Kakek Ahmad tinggal di Jalan Emmy Saelan, Kecamatan Rappocini, Makassar. Bendera merah putih yang dijual diperoleh dari tukang jahit.

Baca Juga:Pemimpin Alkhairaat Wafat, Wali Kota Palu Minta Warga Kibarkan Bendera Setengah Tiang

Bendera merah putih harus dibayar lunas. Kemudian dijual kembali di pinggir jalan. Ada banyak produk yang dijual Kakek Yani. Seperti Umbul-umbul, Bendera Merah Putih, dan bambu.

"Sepuluh bendera itu, saya belikan Rp 150 ribu. Saya ambil stok harga Rp 2,5 juta sampai Rp 3 juta untuk saya jual," kata dia.

"Yang bendera panjang ini Umbul-Umbul. Saya jual Rp 25 ribu satu. Kalau bendera merah putih yang besar Rp 35 ribu, kalau bendera yang ukuran sedang Rp 25 ribu. Beda-beda harganya. Tergantung ukurannya juga bukan jenis bahannya," ungkap Kakek Ahmad.

Besar kecilnya keuntungan dari berjualan bendera, kata dia, semuanya tergantung dari banyaknya bendera yang laku. Tetapi, semuanya dijalani dengan ikhlas dan sabar oleh Kakek Ahmad.

"Kalau pembeli tidak bagus, ya kita sabari saja. Kita dapat modalnya, tapi barang masih ada. Tapi ini kan juga bukan barang busuk," jelas Kakek Ahmad.

Menurutnya, keuntungan yang diperoleh dari hasil menjual bendera pada momentum perayaan 17 Agustus pada tahun-tahun sebelumnya terbilang bagus. Bisa mencapai Rp 3 juta hingga Rp 4 juta.

Tetapi, sekarang berjualan bendera merah putih tidak lagi menjanjikan. karena sudah banyak pesaing yang juga ikut berjualan bendera di pinggir jalan.

"Saya dapat tahun lalu keuntungan itu, ada Rp 1,5 juta sampai Rp 2 juta. Selama menjual bendera 20 sampai 25 hari untuk persiapan 17 Agustus. Sekarang kan banyak barang dari Jawa keliling. Kalau dulu memang saya bisa capai keuntungan Rp 3 juta sampai Rp 4 juta," jelas Kakek Ahmad.

Jika bendera yang dijual tidak laku, kakek Ahmad bisa sedekahkan kepada tetangganya. Dengan harapan orang yang diberikan bendera tersebut bisa ikut merayakan hari Kemerdekaan Indonesia. Setiap tanggal 17 Agustus.

Berdagang di Tengah Pandemi Covid-19

Pandemi Covid-19 yang sudah terjadi lebih 2 tahun ini juga membuat khawatir Kakek Ahmad. Karena tidak ada lagi aktivitas lomba. Masyarakat dilarang berkerumun merayakan 17 Agustus.

Sehingga penjual bendera hanya berharap kepada warga yang ingin memasang bendera di depan rumah.

"Kadang-kadang yang punya bendera mereka simpan. Malas cari, terus beli lagi," ujar Kakek Ahmad.

"Yang penting ada pemasukan sedikit untuk belanja-belanja di rumah. Alhamdulillah tidak pernah mengeluh keluarga,"

"Kalau istilahnya pulang dengan tangan kosong tidak. Tiap hari ada, walaupun cuma tiga atau lima yang laku. Pasti ada. Kalau pulang dengan tangan kosong, memang begitu istilahnya kalau dagang. Ada yang ramai pembeli, ada yang sepi. Jadi kita harus sabari saja," ungkap Kakek Ahmad.

Selain berjualan bendera, Kakek Ahmad juga kerap bekerja sebagai buruh bangunan. Profesinya sebagai penjual bendera hanya saat mendekati perayaan 17 Agustus. Semua ini dilakukan agar keluarga Kakek Ahmad tidak mati kelaparan.

"Iya, selain jualan bendera saya juga kerja buruh bangunan. Apa saja yang menghalalkan bisa kasih makan anak dan istri. Anak saya satu," terang dia.

Selama pandemi Covid-19 melanda, Kakek Ahmad ternyata harus lebih kreatif untuk mencari penghasilan. Penyebabnya, karena tantangan berjualan di tengah pandemi sangat berbeda dengan berjualan di tahun-tahun sebelumnya.

Belum lagi, bendera yang dijual Kakek Ahmad menggunakan modal sendiri. Berbeda dengan pedagang bendera lain yang sudah dimodali sejak awal oleh bos. Mereka hanya berjualan bendera dengan cara ditarget.

"Barang yang saya jual barang kontan. Jadi kalau tidak laku simpan. Beda yang macam pedagang di Pettarani, dia sistem komisi saja. Jika tidak laku, dikasih kembali sama bosnya yang dari Jawa," ungkap dia.

Karena itu, setiap ada warga yang datang menawar dengan harga yang tidak terlalu rendah dari harga bendera yang dipasarkan pasti akan diberikan. Belum lagi, kata Kakek Ahmad, kegiatan perayaan 17 Agustus sekarang ini seakan sudah hampir sirna.

"Bervariasi harganya, kalau mereka minta Rp 30 ribu, kita kasih. Mereka minta Rp 25 ribu kita kasih. Yang penting barang cepat lepas. Kalau dulu kan 17 Agustus itu memang dirayakan. Umbul-Umbul plastik banyak yang cari di daerah lorong-lorong. Sekarang tidak ada kegiatan begitu," beber Kakek Ahmad.

Untuk persiapan momentum 17 Agustus tahun ini, Kakek Ahmad mengaku bendera yang sudah berhasil dikasih laku baru ada empat puluh lembar. Selama dua mingguan berdagang bendera belakangan ini. Meski terbilang cukup lumayan, tetapi hal itu belum dapat dipastikan perbandingannya dengan tahun-tahun sebelumnya. Pasalnya uang pribadi yang dikeluarkan Kakek Ahmad, semuanya belum kembali modal.

"Belum bisa saya pastikan juga karena belum ditahu. Belum juga kita dapat modal apa. Kalau tahun ini, saya sudah jualan dua Minggu di sini. Yang saya dapat pembeli sekarang baru Rp 1 juta. Saya tidak tahu berapa pembelinya. Pokoknya macam-macam karena ada yang beli 15 lembar bendera, ada yang beli 2 lembar, ada yang beli 3 lembar. Ada yang beli 1," tuturnya.

Setelah aturan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat alias PPKM diberlakukan, Kakek Ahmad, mulai berjualan bendera sejak pukul 08.00 Wita hingga pukul 18.00 Wita. Malam harinya sudah berhenti beroperasi agar menaati aturan yang dikeluarkan pemerintah.

"Kalau saya lihat keadaan tidak terlalu juga. Pembeli juga agak kurang, tapi belum. Karena kalau hari Minggu biasa orang pada sibuk, libur. Baru ini. Karena saya waktu menjual ini masih tanggal tua, belum ada pembeli. Satu Minggu itu belum ada pembeli, nanti masuk tanggal 1 baru ada pembeli. Apalagi ada lagi PPKM ini. Ini yang bikin anu kita. Tapi mau diapa, pemerintah punya mau. Kita tidak bisa juga lawan pemerintah," katanya.

Kontributor : Muhammad Aidil

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini