SuaraSulsel.id - "Ini langka, ada lagi satu perempuan penyair lahir di Sulsel. Penyair baru, yang masih mahasiswa. Failia ini masih akan terus berproses," begitu apresiasi yang diberikan Anil Hukma, terhadap karya Nur Failia Majid, yang terhimpun dalam buku "Serpihan Tak Tersisa".
Buku terbitan Rayhan Intermedia, 2020 itu, dibahas dalam acara Sastra Sabtu Sore, pada Sabtu, 26 Juni 2021. Tampil sebagai pembahas, selain Anil Hukma, juga penyair Muh Amir Jaya, dengan moderator Rusdin Tompo.
Menurul Anil Hukma, yang pernah tampil di 9th Kuala Lumpur Poetry Reading, 2002 itu, kita harus mendukung lahirnya penyair-penyair baru dengan menghadirkan iklim yang memungkinkan mereka tumbuh. Termasuk membantu mereka menerbitkan bukunya.
Anil Hukma, yang sudah menulis sejak masa remaja, mengaku selalu antusias bila mendiskusikan karya dan kiprah penyair muda, apalagi perempuan.
Baca Juga:Penyair Umbu Landu Paranggi Wafat, Bermukim di Bali Sampai Akhir Hayat
Kenapa perempuan dan sastra menjadi tema menarik? Karena menurutnya, populasi perempuan begitu besar, tapi hanya sedikit yang jadi penyair.
"Untuk jadi penyair itu juga suatu misteri. Pertama, tentu saja butuh peran keluarga. Tapi apakah keluarga sadar menghadirkan iklim bersastra, mendekatkan anak untuk menyukai buku?" tanya alumnus komunikasi Unhas itu
Perempuan itu memliki kepekaan dan intuisi. Tapi kalau bicara sastra, kita bicara tentang rasa dan rasio. Kita bicara kapasitas intelektual tanpa membedakan gender. Tidak ada beda sastra perempuan dan laki-laki, lanjutnya. Sepanjang dia berkarya secara jujur maka akan mencapai tangga-tangga untuk meraih prestasi.
"Serpihan Tak Tersisa" merupakan buku kumpulan puisi pertama Failia. Sebelumnya, puisi-puisi mahasiswa Politeknik Kesehatan (Poltekkes) Kemenkes Makassar ini pernah diterbitkan dalam antologi bersama, antara lain Antologi Puisi "Mendengarkan Tangis I La Galigo pada Writer and Fiction International Eight Festival (F8), tahun 2018.
Failia mengungkapkan, kebanyakan puisi dalam buku ini terinspirasi dari serpihan cerita-cerita korban bencana Palu, yang dievakuasi ke Makassar. Saat itu, dia menjadi relawan di RSUP dr Wahidin Sudirohusodo. Dia berharap, buku ini akan jadi kenangan bagi kita, terutama penyintas, dalam bentuk puisi yang menggugah.
Baca Juga:Presiden Penyair Malioboro, Umbu Landu Paranggi Tutup Usia
Penyair Muh Amir Jaya, mengakui puisi-puisi dalam buku Failia, 90 persen soal rasa. Diakui bahwa hanya sedikit perempuan di Sulsel yang dikenal sebagai penyair. Sehingga, kita perlu bersyukur jika dikarunia kemampuan menulis, khususnya puisi. Ketika mendapat ide, katanya, perlu juga disyukuri. Karena dengan begitu, bisa mencipta dan punya karya.
- 1
- 2