Rektor Unhas : Sarang Terorisme di Indonesia Tambah Banyak

Pada tahun 2019, sarang terorisme hanya terjadi pada 10 provinsi di Indonesia

Muhammad Yunus
Senin, 12 April 2021 | 16:39 WIB
Rektor Unhas : Sarang Terorisme di Indonesia Tambah Banyak
Anggota Brimob Polda Sulsel berjaga di depan Gereja Katedral Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (31/3/2021). ANTARA FOTO/Arnas Padda

SuaraSulsel.id - Rektor Unhas Prof Dwia Aries Tina Pulubuhu mengatakan, terorisme saat ini cukup berkembang. Pada tahun 2019, sarang terorisme hanya terjadi pada 10 provinsi di Indonesia.

Saat ini mengalami perkembangan, tahun 2021 terjadi di 19 provinsi. Penyebab terjadinya terorisme dipengaruhi oleh lingkungan, agama, ekonomi, sosial, politik dan hukum.

Dwia menjelaskan, terjadi orientasi yang lebih sporadis. Dimana tahun 2000 sampai 2010 aksi teror lebih berfokus pada objek yang mewakili simbol-simbol barat. Seperti Bali, Hotel JW Marriot, dan bom Kedutaan Besar di Jakarta.

Aksi teror ini kemudian berubah objek pada yang lebih luas yakni masyarakat sipil dan tempat ibadah pada periode 2011-2021. Juga terjadi pola perubahan perilaku dari terorisme berjejaring menjadi terorisme independen.

Baca Juga:Unhas, Jadi Kunker Pertama dan Terakhir Bambroj Sebagai Menristek

"Untuk pencegahan dan penanggulangan perlu dilakukan penanganan terstruktur oleh BNPT dan aparat keamanan. Tidak hanya itu, partisipasi masyarakat maupun komunitas dengan pendekatan menyentuh dan simpatik. Serta beberapa hal lainnya yang dapat dilakukan," ungkap Dwia yang juga Guru Besar Sosiologi Konflik Unhas.

Hal ini disampaikan Dwia saat menjadi pembicara dalam diskusi yang digelar Pusat Penelitian dan Pengembangan Center for Peace, Conflict and Democracy. Mengangkat tema "De-Radikalisasi VS Re-Radikalisasi: Mengurai Benang Kusut Penanganan Terorisme".

Kegiatan berlangsung pukul 13.30 Wita secara virtual melalui aplikasi zoom meeting, Senin 12 April 2021.

Dwia menilai bahwa terjadi perubahan tren jaringan terorisme yang sebelumnya berbasis jaringan (networked terrorist) menjadi pelaku individual terrorist pada dekade terakhir.

Untuk itu, penanganan terorisme dan radikalisme perlu melibatkan pendekatan berbasis komunitas dan nilai-nilai yang bersifat simpatik, seperti model “mosaic of engagement.”

Baca Juga:Bambang Brodjonegoro di Kampus Unhas : Enggak Ada Lagi Menristek

Hal ini disebabkan karena pentingnya membangun lingkungan pendukung atau enabling environment berbasis komunitas. Karena faktor lingkungan sebagai domain utama yang mempengaruhi deradikalisasi, selain faktor hukum, ekonomi, dan agama.

Narasumber lain yang hadir adalah Beni Sukadis (UNDP Consulant, Peneliti Intelijen dan Keamanan) dan Lian Gogali (Institute Sintuwu dan Sekolah Perdamaian Perempuan Poso).

Lian Gogali menyampaikan pandangannya tentang konflik yang terjadi di Poso. Menurutnya perlu ada ruang bertemu yang lebih luas. Sebagai wadah untuk saling mengurai prasangka sosial yang terbentuk pada masyarakat poso.

Karena, ketika hal ini tidak diurai secara mendalam akan semakin meningkatkan potensi konflik di daerah. Olehnya itu, penting untuk membangun social trust dan kolaborasi untuk membangun solidaritas dalam kehidupan masyarakat.

Pada kesempatan yang sama, Beni Sukadis juga mengemukakan pendapatnya mengenai "Deradikalisasi Vs Reradikalisasi: Evaluasi Program Deradikalisasi BNPT".

Beni menuturkan, radikalisme merupakan suatu paham yang menginginkan adanya perubahan sosial dan politik dengan kekerasan. Untuk Indonesia sendiri, Beni mengatakan masalah radikalisme dan terorisme masih ancaman menengah, belum menjadi ancaman utama. Namun, harus tetap dilakukan berbagai upaya pencegahan.

Dalam penanganan terorisme, Beni menambahkan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) memiliki peran besar untuk menyusun dan menetapkan kebijakan strategis dan program nasional di bidang penanggulangan terorisme.

Sejak tahun 2012, banyak upaya pencegahan terorisme yang dilakukan BNPT salah satunya melalui deradikalisme. Strategi ini ditujukan pada kelompok inti dan militan terorisme dengan melaksanakan kegiatan seperti penangkalan, rehabilitasi hingga reduksi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini