Rektor Unhas : Sarang Terorisme di Indonesia Tambah Banyak

Pada tahun 2019, sarang terorisme hanya terjadi pada 10 provinsi di Indonesia

Muhammad Yunus
Senin, 12 April 2021 | 16:39 WIB
Rektor Unhas : Sarang Terorisme di Indonesia Tambah Banyak
Anggota Brimob Polda Sulsel berjaga di depan Gereja Katedral Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (31/3/2021). ANTARA FOTO/Arnas Padda

Narasumber lain yang hadir adalah Beni Sukadis (UNDP Consulant, Peneliti Intelijen dan Keamanan) dan Lian Gogali (Institute Sintuwu dan Sekolah Perdamaian Perempuan Poso).

Lian Gogali menyampaikan pandangannya tentang konflik yang terjadi di Poso. Menurutnya perlu ada ruang bertemu yang lebih luas. Sebagai wadah untuk saling mengurai prasangka sosial yang terbentuk pada masyarakat poso.

Karena, ketika hal ini tidak diurai secara mendalam akan semakin meningkatkan potensi konflik di daerah. Olehnya itu, penting untuk membangun social trust dan kolaborasi untuk membangun solidaritas dalam kehidupan masyarakat.

Pada kesempatan yang sama, Beni Sukadis juga mengemukakan pendapatnya mengenai "Deradikalisasi Vs Reradikalisasi: Evaluasi Program Deradikalisasi BNPT".

Baca Juga:Unhas, Jadi Kunker Pertama dan Terakhir Bambroj Sebagai Menristek

Beni menuturkan, radikalisme merupakan suatu paham yang menginginkan adanya perubahan sosial dan politik dengan kekerasan. Untuk Indonesia sendiri, Beni mengatakan masalah radikalisme dan terorisme masih ancaman menengah, belum menjadi ancaman utama. Namun, harus tetap dilakukan berbagai upaya pencegahan.

Dalam penanganan terorisme, Beni menambahkan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) memiliki peran besar untuk menyusun dan menetapkan kebijakan strategis dan program nasional di bidang penanggulangan terorisme.

Sejak tahun 2012, banyak upaya pencegahan terorisme yang dilakukan BNPT salah satunya melalui deradikalisme. Strategi ini ditujukan pada kelompok inti dan militan terorisme dengan melaksanakan kegiatan seperti penangkalan, rehabilitasi hingga reduksi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini