SuaraSulsel.id - Jemaah An Nadzir di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, sering menjadi sorotan. Setiap menjelang bulan suci Ramadan. Penyebabnya, kebiasaan jemaah ini yang sering berbeda dalam menentukan 1 Ramadan dan 1 Syawal.
Perkampungan An Nadzir Gowa terletak di pelosok desa. Tepatnya berada di Kelurahan Romang Lompoa, Kecamatan Bontomarannu, Kabupaten Gowa, Sulsel. Diberi nama perkampungan Mukmin An Nadzir.
SuaraSulsel.id berkesempatan mengunjungi lokasi yang berada di sekitar area persawahan dan kebun di Kabupaten Gowa.
Pimpinan Jemaah An Nadzir Ustadz M Samiruddin Pademmui mengatakan, perkampungan Mukmin An Nadzir di Kabupaten Gowa dibangun dari sebuah gagasan Syech Muhammad Almahdi Abdullah alias Abah Syamsuri Abdul Majid. Sebagai guru dan imam dari jemaah An Nadzir yang telah wafat.
Baca Juga:Jadi Ciri Khas, 3 Makanan Ini Pasti Selalu Ada Pas Ramadan
"Gagasan tentang perkampungan Mukmin ini merupakan sebuah kerinduan dari guru dan imam kami Syech Muhammad Almahdi Abdullah yang sudah almarhum. Ini yang dapat kita realisasikan di Gowa ini," kata Samiruddin kepada SuaraSulsel.id saat ditemui di kediamannya yang berada di Perkampungan Mukmin An Nadzir, Sabtu 10 April 2021.
Sebelum perkampungan Mukmin An Nadzir di Gowa dibangun, kata Samiruddin, perkampungan jemaah An Nadzir sudah ada di daerah lain. Yaitu di Bogor, Jawa Barat dengan luas lokasi perkampungan sekitar empat hektare.
Begitu pula dengan perkampungan An Nadzir yang berada di Kota Batam, Kepulauan Riau dengan luas lokasi perkampungan enam hektare. Namun, para jemaah An Nadzir yang berada di perkampungan tersebut lebih banyak yang bermukim di luar pondok yang telah didirikan.
"Betul sebelum di sini, ada di Bogor, Batam. Bahkan di Sumatera itu ada di Batu Bara. Saya juga sebelum hijrah ke Gowa ini itu di Bogor. Itu di situ (Bogor), saya tujuh tahun merintis, cuma di sana kan hanya lebih 10 KK saja yang bermukim jemaah An Nadzir," jelas Samiruddin.
Sehingga, banyak jemaah An Nadzir yang kemudian memilih untuk hijrah ke tempat lain. Untuk bermukim di Perkampungan Mukmin An Nadzir yang terletak di Kabupaten Gowa, Sulsel.
Baca Juga:Ramadan Tiba, Ingat 3 Hal Ini agar Lancar Puasa Sebulan Penuh
"Jadi itulah yang kita buat di sini, merealisasikan dari pada kerinduan guru dan imam kami," ujar Samiruddin.
Samiruddin mengungkapkan tujuan didirikannya perkampungan Mukmin An Nadzir di Gowa, adalah karena jemaah An Nadzir tidak ingin keturunan mereka terkontaminasi dengan pengaruh-pengaruh dari luar.
"Agar kita tidak terkontaminasi pengaruh dari luar, terutama anak-anak kita. Kita ingin betul-betul menciptakan generasi muda yang islami," kata dia.
"Sehingga kita bebas merdeka menegakkan hukum-hukum Allah SWT dan sunah-sunah Rasullullah SAW di perkampungan kita ini," tambah Samiruddin.
Untuk jumlah jemaah An Nadzir yang bermukim di perkampungan Mukmin An Nadzir, Gowa, kata Samiruddin, kini telah mencapai sebanyak 100 KK dengan total 400 Jiwa. Luas lokasi perkampungan Mukmin An Nadzir Gowa sekitar lima hektare.
Perkampungan Mukmin An Nadzir Gowa baru mulai ramai dihuni jemaah An Nadzir yang kerap menggunakan jubah hitam dan sorban yang digulung pada bagian kepala sejak tahun 2006 hingga sekarang.
"Sebenarnya sebelum sahabat-sahabat berkumpul di sini itu hanya ada sekitar 7 KK di sini sahabat yang bermukim. Lalu sahabat kita dari Palopo yang banyak hijrah ke sini dan kemudian terus berkembang. Ada yang dari Takalar, Maros, Bone, Jawa, Sumatera dan kumpul di sini. Sehingga sekarang ini ada sekitar kurang lebih 100 KK yang bermukim di sini," terang Samiruddin.
Samiruddin mengemukakan jumlah jemaah An Nadzir di Provinsi Sulawesi Selatan memang telah mencapai ribuan orang. Namun, yang menjadi pusat pergerakan aktivitas An Nadzir di Sulsel berada di Perkampungan Mukmin An Nadzir di Kabupaten Gowa. Kemudian di Kabupaten Palopo dan Bone.
"Sekarang juga di Palopo kita juga ada lokasi di situ sekitar dua hektare. Yang selanjutnya akan kita rintis kedepan seperti yang di Gowa ini. Bone juga sudah ada sedikit tapi belum terlalu luas," katanya.
"Kalau di kabupaten-kabupaten lain itu kadang-kadang berjalan sendiri-sendiri saja. Seperti Takalar, Bulukumba. Makassar juga banyak tapi kalau di Makassar dia ke sini saja kalau misalnya Jumatan karena agak dekat," sambung Samiruddin.
Cara bertahan hidup jemaah An Nadzir di Sulsel, kata Samiruddin, masih sama seperti yang dilakukan oleh masyarakat pada umumnya. Seperti bergerak di bidang pertanian dengan mengarap sawah dan kebun.
Kemudian, bergerak di bidang peternakan dan perikanan, buruh bangunan, pegawai negeri, pegawai PLN, guru hingga menjadi pengusaha dan pedagang. Untuk menghidupi keluarganya.
"Masing-masing jemaah itu beraktivitas sesuai dengan skil yang dimiliki masing-masing. Bahkan, ada juga kita punya jemaah meski pun hanya sekali-kali datang ke sini. Ada TNI dan Polri begitu, dia tidak mukim di sini dia tinggal di luar. Kadang hanya buat pondok di sini datang sekali-kali misalnya untuk jumatan. Jadi latar belakangnya di sini bervariasi," beber Samiruddin.
Samiruddin tidak menampik bahwa memang ada sejumlah jemaah An Nadzir yang sudah tidak aktif dalam kegiatan amalan zikir akbar pada malam Jumat untuk jemaah pria. Sedangkan, untuk kegiatan amalan jemaah An Nadzir perempuan digelar setiap hari Minggu.
"Kita di sini, itu ada standar amalan. Paling tidak datang jumatan, ada juga setiap malam Jumat zikir akbar begitu. Kalau ibu-ibunya itu setiap hari Minggu. Itu yang saya kira anggota An Nadzir yang aktif melakukan kegiatan. Kalau yang lain itu mungkin karena sibuk dengan aktivitas di luar. Jadi dia hanya menjalankan amalan-amalan yang diajarkan guru dan imam An Nadzir saja ya. Yang berkaitan dengan hukum dan sunah yang sudah diajarkan," katanya.
Kontributor : Muhammad Aidil