SuaraSulsel.id - Ustad Das’ad Latif mengatakan, menghargai niat baik pemerintah untuk menertibkan arus komunikasi dakwah. Tapi Ustad Das’ad berasumsi, niat baik Menteri Agama Fachrul Razi tidak disertai dengan cara yang tepat.
“Terutama dalam pelaksanaan Pancasila. Sila keempat. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan,” kata Ustad Das’ad dalam wawancara di Stasiun TV One, Senin (7/9/2020).
Dikutip dari laman resmi Indonesia.go.id, lambang Pancasila dimuat dalam perisai yang melekat di dada burung garuda.
Lima lambang tersebut antara lain bintang, rantai, pohon beringin, kepala banteng serta padi dan kapas.
Baca Juga:Buaya Sepanjang 3 Meter Diserahkan Warga ke BKSDA
Sila keempat yang berlambang kepala banteng. Banteng atau lembu liar adalah hewan yang gemar berkumpul.
Hal ini menggambarkan seperti manusia dalam proses pengambilan keputusan, harus dilakukan secara musyawarah. Berkumpul bersama untuk memecahkan suatu persoalan.
Ustad Das’ad berasumsi, timbulnya kegaduhan terkait sertifikasi penceramah. Karena Menteri Agama sebelum mengambil keputusan, meski baru wacana, tidak melibatkan lembaga yang berkompeten di bidang keagamaan.
“Minimal ajak diskusi MUI, Muhammadiyah, NU, dan ormas lainnya. Termasuk juga tidak bisa dinafikan dai-dai yang punya pengikut jutaan,” ungkap Das’ad.
Das’ad meminta Kementerian Agama selalu mengamalkan sila keempat dalam Pancasila. Setiap kali ingin mengambil keputusan.
Baca Juga:Ini Penyebab Bantuan Rp 600 Ribu Belum Masuk ke Rekening Anda
Menurut Das’ad. Kalau kebijakan sertifikasi penceramah disalahtafsirkan oleh warga di kampung atau pelosok, bahwa yang boleh berdakwah hanya penceramah bersertifikat, akan semakin langka orang dengar dakwah.
“Saya dakwah dari sabang sampai merauku. Masuk hutan, lewati sungai yang banyak buayanya,” ungkap Das’ad.
Kebutuhan da’i di Indonesia yang mayoritas muslim, kata Das’ad masih sangat besar. Penceramah khawatir kebijakan sertifikasi akan membuat masyarakat makin jauh dari dakwah.
“Takutnya daerah salah paham,” kata Das’ad.
Das’ad meminta Menteri Agama merembukkan kembali rencana sertifikasi penceramah. Jika memang perlu, yang boleh melakukan sertifikasi adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI).
“Kalau negara yang urus, saya khawatir nanti ditunggangi kepentingan politik,” katanya.
Dia mencontohkan, jika Partai A merasa selalu disudutkan oleh Ormas Islam tertentu. Ketika partai tersebut berkuasa, kemungkinan besar akan menggunakan kekuasaannya.
“Untuk membatasi kegiatan amar maruf nahi mungkar,” kata Das’ad.
Das’ad yakin Menteri Agama Fachrul Razi punya niat baik. Karen itu Das’ad menawarkan solusi silaturahmi nasional. Mengajak diskusi semua ormas Islam.
“Jika ini dilakukan maka akan ada titik temu,” kata Das’ad.
Wakil Sekjen Dewan Pimpinan MUI Nadjamuddin Ramli mengatakan, yang dikhawatirkan jika sertifikasi dai menjadi wajib. Dampaknya, banyak majelis taklim di Indonesia mendapatkan rintangan.
Saat khatib ceramah, polisi bisa datang bertanya apakah mereka bersertifikat. Jika tidak bisa menunjukkan sertifikat, bisa dibubarkan pengajiannya dan khatib disuruh pulang.
“Syukur kalau diselesaikan secara santun. Tapi kalau dengan kekerasan bisa jadi kisruh,” ungkapnya.
Menteri Agama Fachrul Razi mengaku selama ini sudah berkoordinasi dengan semua ormas Islam. “Saya tidak menolak bertemu. Senang sekali kalau bisa bertemu,” katanya.
Fachrul Razi mengatakan tidak ada sama sekali niat Kementerian Agama untuk menghambat dakwah. “Tidak ada sama sekali niat. Kita sama-sama berpikir untuk umat dan bangsa,” katanya.