Respons Warga Makassar soal Registrasi Kartu SIM Wajib Verifikasi Wajah di 2026

Lansia misalnya atau masyarakat di daerah yang jaringan internetnya terbatas. Ada juga masyarakat yang tidak melek dengan smartphone.

Suhardiman
Rabu, 31 Desember 2025 | 15:50 WIB
Respons Warga Makassar soal Registrasi Kartu SIM Wajib Verifikasi Wajah di 2026
Ilustrasi sim card. (Tomek/Pixabay)
Baca 10 detik
  • Mulai 1 Juli 2026, registrasi kartu SIM akan mewajibkan penggunaan data biometrik wajah, setelah masa transisi NIK/KK berakhir.
  • Masyarakat khawatir tentang keamanan dan perlindungan data pribadi sensitif dari potensi penyalahgunaan atau kebocoran data.
  • Dukungan terhadap kebijakan ini muncul karena potensi menekan kejahatan digital, namun perlu memastikan aksesibilitas bagi semua pengguna.

SuaraSulsel.id - Mulai 1 Januari 2026, masyarakat yang ingin registrasi kartu SIM card atau kartu sim masih diperbolehkan menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Kartu Keluarga (KK).

Namun, mulai 1 Juli 2026, pemerintah akan mewajibkan registrasi kartu SIM menggunakan data biometrik wajah atau face recognition.

Kebijakan tersebut menuai beragam respons dari masyarakat. Salah seorang warga Makassar, Nurfahraeni, mengaku memiliki kekhawatiran yang menurutnya cukup wajar sebagai pengguna layanan telekomunikasi.

"Data wajah itu kan sangat pribadi dan sensitif. Sebagai konsumen saya tentu ingin tahu seaman apa data itu dan bagaimana perlindungannya kalau sampai terjadi kebocoran seperti data kita selama ini kerap disalahgunakan," katanya, Rabu, 31 Desember 2025.

Menurutnya, persoalan ini bukan soal menolak kemajuan teknologi, melainkan soal rasa aman dan kepercayaan publik terhadap pengelolaan data pribadi.

"Saya tidak menolak teknologi. Tapi rasa aman itu penting. Jangan sampai niatnya mau mengamankan, tapi malah bikin orang khawatir karena data pribadinya rawan disalahgunakan," ujarnya.

Selain soal keamanan data, Nurfahraeni juga menyoroti potensi kesenjangan akses teknologi. Ia menilai tidak semua orang memiliki pengalaman dan kemampuan yang sama dalam menggunakan perangkat digital.

Lansia misalnya atau masyarakat di daerah yang jaringan internetnya terbatas. Ada juga masyarakat yang tidak melek dengan smartphone.

Jika prosesnya terlalu rumit atau sering gagal, justru bisa menyulitkan mereka yang hanya ingin beli kartu buat komunikasi sehari-hari.

Dirinya berharap kebijakan ini tidak menciptakan diskriminasi layanan bagi masyarakat. Pilihan metode registrasi seharusnya tidak berujung pada pembatasan akses komunikasi.

"Jangan sampai orang yang memilih metode lama merasa dipersulit atau yang belum siap biometrik malah kehilangan akses. Itu sih yang mesti jadi atensi pemerintah kita," ungkap alumni Universitas Muslim Indonesia itu.

Oleh karena itu, ia menilai kebijakan registrasi SIM berbasis biometrik wajah bisa diterima sepanjang dijalankan dengan transparan dan penuh tanggung jawab.

"Sosialisasi harus jelas datanya, benar-benar dijamin keamanannya dan selalu ada bantuan kalau misal ada pengguna yang tidak tahu.caranya. Kalau itu semua dipenuhi, saya rasa masyarakat bisa menerima," katanya.

Sementara itu, Plt Kepala Dinas Kominfo Pemprov Sulsel, Andi Winarno Eka Putra mengaku sepakat dengan penerapan registrasi kartu SIM berbasis biometrik wajah. Menurutnya, langkah ini berpotensi menekan berbagai kejahatan digital yang selama ini marak terjadi.

"Selama ini kan banyak kasus penipuan, spam, sampai penyalahgunaan nomor buat judi online atau pinjol ilegal. Kalau satu nomor benar-benar terikat ke satu identitas, mungkin bisa membantu mengurangi praktik-praktik itu," jelasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini