- Kejati Sulsel menyelidiki dugaan korupsi Rp60 miliar pengadaan bibit nanas tahun 2024, menemukan indikasi mark-up anggaran.
- Penyidik menggeledah tiga lokasi pada 20 November 2025, mengamankan berbagai dokumen pendukung proses anggaran dan pelaksanaan proyek.
- Kasus ini berawal laporan mahasiswa pada Oktober 2025; sepuluh orang telah diperiksa, namun belum ada penetapan tersangka.
SuaraSulsel.id - Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan terus mendalami dugaan korupsi pengadaan bibit nanas tahun anggaran 2024 senilai Rp60 miliar.
Setelah melakukan serangkaian penggeledahan sejak siang hingga malam di tiga lokasi pada Kamis, 20 November 2025, penyidik menemukan indikasi awal bahwa proyek hortikultura bibit nanas mengandung praktik mark-up atau penggelembungan anggaran.
Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Sulsel, Rachmat Supriady, mengatakan penggeledahan dilakukan untuk mengumpulkan dokumen-dokumen pendukung yang dapat menguatkan penyidikan.
Tiga titik digeledah berturut-turut. Pertama di kantor perusahaan rekanan PT A di Gowa, Kantor Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan (TPH Bun) Sulsel, serta Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Sulsel.
Baca Juga:Kejati Geledah Ruang Kepala BKAD Pemprov Sulsel Dijaga Ketat TNI
"Kami melakukan penggeledahan dari siang sampai malam untuk mendapatkan bukti-bukti tambahan terkait tindak pidana korupsi pada pengadaan bibit nanas tahun 2024," ujar Rachmat usai memimpin penggeledahan.
Ia menambahkan, sejumlah dokumen mengenai usulan kegiatan, proses pencairan anggaran, hingga catatan perusahaan rekanan turut diamankan.
Dalam penggeledahan berantai yang digelar, penyidik membawa pulang sejumlah dokumen penting.
Dari kantor PT A, tim menyita dokumen pengadaan bibit, perjanjian kerja sama, hingga laporan progres kegiatan.
Dari kantor Dinas TPH Bun, penyidik mengamankan dokumen usulan program, laporan serapan anggaran, serta dokumen pendistribusian bibit ke kabupaten.
Baca Juga:BREAKING NEWS: Kejati Sulsel Geledah Kantor Dinas Tanaman Pangan
Adapun dari BPKAD Provinsi Sulsel, penyidik membawa salinan pencairan anggaran, termasuk bukti-bukti administrasi yang menjadi dasar pencairan.
Menurut Rachmat, penyimpangan dalam proyek tersebut mulai terlihat dari hasil penelusuran awal.
"Temuan penyidik untuk sementara terkait dengan mark up dan pelaksanaan kegiatannya. Tetapi ini masih terus kami kembangkan," katanya.
Meski nilai proyek mencapai Rp60 miliar, Kejati belum mengumumkan detail besaran kerugian negara. Ia bilang pendalaman masih dilakukan penyidik.
Hingga kini belum ada seorang pun yang ditetapkan tersangka. Namun, penyidik telah memeriksa sedikitnya sepuluh orang sejak tahap penyelidikan dimulai pada Oktober 2025.
"Yang diperiksa dari kemarin penyelidikan kurang lebih 10 orang. Kasusnya dilaporkan sejak bulan Oktober 2025. Sampai kini belum ada tersangka, ini kita baru penyidikan pun ini kita langsung estafet," ucap Rachmat.