- Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12, Jusuf Kalla, melakukan pertemuan tertutup dengan Gubernur Sulsel pada 17 November 2025 di tengah sengketa lahan Tanjung Bunga.
- Pertemuan tak terjadwal tersebut dihadiri pula oleh Wali Kota Makassar dan Bupati Gowa, memicu spekulasi substansi pembicaraan terkait sengketa lahan strategis tersebut.
- PT Hadji Kalla menegaskan kepemilikan lahan sejak 1993 berdasar HGB, sementara PT GMTD mengklaim penguasaan dari eksekusi pengadilan yang telah dibantah otoritas terkait.
Dokumen kepemilikan yang dikantongi KALLA mencakup sertipikat Hak Guna Bangunan (HGB) yang diterbitkan BPN, masa berlaku hingga 2036 dan akta pengalihan hak serta dokumen pendukung lainnya.
Dengan dasar tersebut, KALLA menyatakan tetap melanjutkan pemagaran dan pematangan lahan.
Rencananya, area tersebut akan dikembangkan menjadi kawasan properti terintegrasi berkonsep mixed use yang diklaim sebagai bagian dari kontribusi perusahaan untuk pengembangan Kota Makassar.
"Proyek ini adalah bentuk konsistensi Kalla dalam kontribusi pembangunan, sejalan dengan dedikasi selama 73 tahun untuk bangsa," kata Subhan dalam keterangannya, baru-baru ini.
Baca Juga:KALLA Minta GMTD Tunjukkan Bukti Lokasi Eksekusi Lahan di Tanjung Bunga
Di sisi lain, PT GMTD Tbk sebelumnya menyebut bahwa mereka memiliki dasar penguasaan lahan dari eksekusi pengadilan.
Klaim inilah yang kemudian menjadi pemicu konflik terbuka antara dua entitas besar tersebut.
Namun pihak Kalla menegaskan klaim itu sudah dibantah langsung oleh juru bicara Pengadilan Negeri Makassar.
Menurut mereka, BPN Makassar juga menyatakan bahwa objek eksekusi yang disebut GMTD tidak pernah dilakukan konstatering, sehingga lokasi eksak lahan yang diklaim GMTD justru menjadi pertanyaan.
"Atas bantahan resmi tersebut, seharusnya PT GMTD Tbk dapat menunjukkan dengan jelas di mana lokasi lahan yang mereka klaim telah dieksekusi dan dikuasai," tegas Subhan.
Baca Juga:Jenderal TNI Muncul di Tengah Konflik Lahan Jusuf Kalla vs GMTD, Apa Perannya?
Kalla menegaskan bahwa keterlibatan mereka dalam pengembangan kawasan Tanjung Bunga bukan hal baru atau tiba-tiba.
Sejak awal 1990-an, melalui PT Bumi Karsa, perusahaan ini telah mengerjakan sejumlah proyek besar di kawasan tersebut, termasuk normalisasi Sungai Jeneberang I–IV
Proyek ini dilakukan sebagai bagian dari mitigasi banjir yang kerap melanda wilayah Gowa dan Makassar.
Kemudian, pembangunan Waduk Tanjung Bunga. Waduk ini difungsikan sebagai long storage untuk kepentingan umum, sekaligus pendukung pengendalian banjir.
Lalu, pembebasan lahan berupa rawa seluas 80 hektare. Lahan tersebut digunakan sebagai lokasi pembuangan lumpur hasil pengerukan sungai, dan setelahnya telah disertipikasi oleh BPN Makassar.
Menurut Kalla, rangkaian dokumentasi dan riwayat penguasaan lahan selama lebih dari tiga dekade itu seharusnya menjadi dasar kuat bahwa posisi mereka sah secara hukum.