- Pandji menyinggung tradisi masyarakat Toraja, khususnya kebiasaan jenazah yang tidak langsung dimakamkan
- Video itu menimbulkan reaksi beragam di tengah masyarakat
- Frederik mengatakan pihaknya berencana mengundang Pandji untuk memberikan klarifikasi secara langsung
Momen itulah yang kemudian menjadi ruang pertemuan keluarga besar, yang mungkin telah lama terpisah oleh jarak dan waktu.
Melalui upacara Rambu Solo’, mereka dipertemukan kembali dalam ikatan kasih, doa, dan penghormatan yang mendalam.
Dengan cara itu, perpisahan terakhir tidak hanya menjadi upacara duka, tetapi juga wujud kebersamaan yang sarat makna dan doa.
“Itu bukan soal kemewahan, tapi tanda cinta kasih tentang penghormatan dari anak dan cucunya yang telah berhasil selama ini. Kami tidak ingin melepas orang tua kami dengan tergesa-gesa. Semua dilakukan dengan hormat dan kasih,” ujarnya.
Baca Juga:Dinilai Hina Tradisi Toraja, Pandji Pragiwaksono Didesak Segera Minta Maaf
Frederik menegaskan, masyarakat Toraja tidak pernah miskin karena adatnya. Sebaliknya, banyak yang berhasil karena berpegang pada nilai-nilai luhur dan rasa hormat terhadap keluarga.
“Bagi kami, menghormati leluhur bukan beban, tapi kehormatan. Adat Toraja adalah warisan yang menjaga hubungan antara yang hidup dan yang telah pergi dalam bingkai kasih yang tidak putus,” pungkasnya.
Frederik berharap agar persoalan ini dapat diselesaikan dengan kepala dingin dan hati terbuka.
Ia menilai klarifikasi langsung dari Pandji akan menjadi langkah penting agar publik memahami duduk perkara dengan jernih, sekaligus menjadi pelajaran bahwa budaya, bagaimanapun uniknya, patut disikapi dengan penghormatan dan empati.
“Setiap budaya memiliki makna yang dalam. Hendaknya kita berhati-hati dalam menafsirkan, apalagi menjadikannya bahan pembicaraan di ruang publik. Mari kita saling memahami, karena di balik adat, selalu ada nilai kemanusiaan yang luhur,” tutup Frederik Kalalembang.
Baca Juga:Sekda Sulsel Pimpin Uji Kompetensi Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama Tana Toraja