- Mengambil hak orang lain justru jauh lebih haram dibanding sekadar mengonsumsi babi atau alkohol
- Nilai transaksi produk halal dunia saat ini mencapai Rp21 ribu triliun
- Kontribusi Indonesia baru sekitar Rp6 ribu triliun atau 3,4 persen saja
SuaraSulsel.id - Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Haikal Hasan Baras menegaskan esensi keharaman dalam ajaran Islam tidak semata-mata terkait dengan zat makanan atau minuman.
Menurutnya, mengambil hak orang lain justru jauh lebih haram dibanding sekadar mengonsumsi babi atau alkohol.
"Yang paling haram bukan babi dan alkohol, tapi hak orang yang anda ambil. Itu lebih haram dari segala hal yang haram. Haram itu bukan hanya soal zat, tapi juga tindakan, salah satunya riba," ujar Haikal.
Hal itu disampaikan Haikal saat membuka Bulan Ekonomi dan Keuangan Syariah Provinsi Sulawesi Selatan 2025 di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sulsel, Rabu, 1 Oktober 2025.
Baca Juga:Link Pendaftaran Sertifikasi Halal Gratis Bagi UMKM Pemprov Sulsel
Pernyataan ini disampaikan pria yang akrab disapa Babe Haikal itu untuk menekankan pentingnya memahami halal dan haram secara lebih luas.
Tidak sebatas simbol atau label, tetapi juga menyangkut keadilan dalam transaksi dan perilaku ekonomi.
Dalam kesempatan itu, Babe Haikal juga menyoroti posisi Indonesia dalam industri halal global yang masih tertinggal.
Nilai transaksi produk halal dunia saat ini mencapai Rp21 ribu triliun, sementara kontribusi Indonesia baru sekitar Rp6 ribu triliun atau 3,4 persen saja.
"Padahal Indonesia negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia. Tapi jaminan produk halal kita justru tidak berjalan maksimal," katanya.
Baca Juga:Unhas Cetak Sejarah! Jadi Lembaga Pemeriksa Halal Terbesar di Indonesia Timur, Apa Dampaknya?
Sejak era Presiden Soeharto, produk halal sudah mulai diperhatikan, khususnya di sektor kesehatan.
Lalu, pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, lahirlah Undang-Undang Jaminan Produk Halal yang mewajibkan seluruh makanan, minuman, kosmetik, hingga produk tekstil berlabel halal.
Namun, menurut Haikal, implementasi aturan itu tidak berjalan efektif bahkan berganti lagi presiden setelahnya.
"Dalam pelaksanaannya 10 tahun, ga jalan. Lepas SBY, masuk Presiden Joko Widodo. Ngga jalan juga. Dibuatlah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42, ngga jalan juga. Gimana ini? Masa transaksi produk halal kita hanya 3 persen," katanya.
Kini, di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, ia melihat adanya komitmen baru.
Salah satunya dengan membentuk Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) yang berdiri mandiri untuk mengawal sertifikasi halal.