Tak Perlu ke Malaysia, Indonesia Punya Dokter dan Teknologi Jantung Terbaik

Penyakit jantung masih menjadi pembunuh nomor satu di Indonesia

Muhammad Yunus
Minggu, 28 September 2025 | 10:13 WIB
Tak Perlu ke Malaysia, Indonesia Punya Dokter dan Teknologi Jantung Terbaik
Edukasi kesehatan bertajuk Perkembangan Bedah Jantung Terkini di Kota Makassar, Sabtu, 28 September 2025 [Suara.com/Lorensia Clara Tambing]
Baca 10 detik
  • 1,5 juta penderita penyakit jantung koroner
  • Pelayanan non-medis di Malaysia dianggap lebih nyaman
  • Perkembangan teknologi kedokteran membuat prosedur operasi jantung kini semakin maju dan minim risiko

SuaraSulsel.id - Penyakit jantung masih menjadi pembunuh nomor satu di Indonesia. Data Kementerian Kesehatan RI mencatat, ada sekitar 1,5 juta penderita penyakit jantung koroner.

Setiap tahun, lebih dari 300 ribu kasus baru dilaporkan dengan angka kematian mencapai 45 persen.

Kondisi ini menunjukkan betapa seriusnya ancaman penyakit jantung bagi masyarakat Indonesia.

Di tengah tingginya prevalensi penyakit jantung tersebut, sebagian orang memilih berobat ke luar negeri, khususnya Malaysia.

Baca Juga:Jenazah TKI Asal Gowa Akan Dipulangkan, Majikan di Malaysia Siap Tanggung Jawab

Penang, misalnya, sudah lama dikenal sebagai tujuan medical tourism warga Indonesia.

Namun, menurut dokter spesialis bedah jantung dan pembuluh darah di Indonesia, dr Sugisman, Sp.BTKV(K), langkah itu sebetulnya tidak perlu dilakukan.

"Semua teknologi yang ada di Malaysia juga ada di Indonesia. Ngapain ke sana, lebih mahal. Di RS Premier Bintaro alatnya lengkap, di rumah sakit pemerintah pun begitu. Justru di sini dokternya lebih terampil karena pasiennya lebih banyak dibanding Malaysia," ungkapnya dalam sesi edukasi kesehatan bertajuk Perkembangan Bedah Jantung Terkini di Kota Makassar, Sabtu, 28 September 2025.

Sugisman tidak menampik bahwa ada beberapa faktor yang membuat sebagian masyarakat lebih memilih berobat ke Malaysia.

Salah satunya adalah pelayanan non-medis yang dianggap lebih nyaman.

Baca Juga:Kisah Pilu TKI Asal Gowa, Tergeletak Tak Bernyawa di Jalanan Malaysia

"Kadang-kadang kita kalahnya di servis. Di Penang, baru turun dari pesawat sudah dijemput pihak rumah sakit. Lalu lintasnya juga lebih lancar, berbeda dengan Jakarta yang baru keluar bandara saja sudah macet," ujarnya.

Faktor lain adalah soal harga alat kesehatan. Menurut Sugisman, Malaysia bisa menekan biaya karena pajak alat kesehatan di sana rendah.

Sementara di Indonesia, alat kesehatan dikategorikan barang mewah sehingga dikenakan pajak tinggi.

"Itu membuat harga barang lebih mahal dan akhirnya biaya penggunaan alat juga lebih tinggi," katanya.

Meski begitu, ia menegaskan bahwa secara teknologi dan keterampilan tenaga medis, Indonesia tidak kalah. Bahkan, justru memiliki pengalaman klinis yang lebih banyak.

Operasi Jantung di Indonesia Kian Modern

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini