Siapa Pemilik Sertifikat di Laut Makassar?

Laut yang punya sertifikat ternyata juga ada di kota Makassar, Sulawesi Selatan. Tak hanya ada di Tangerang dan Surabaya.

Muhammad Yunus
Minggu, 26 Januari 2025 | 12:40 WIB
Siapa Pemilik Sertifikat di Laut Makassar?
Ilustrasi pembangunan Rumah Sakit Vertikal Kementerian Kesehatan di kawasan reklamasi kota Makassar, Selasa 14 Mei 2024 [SuaraSulsel.id/Lorensia Clara]

Sejak tahun 2022 ketika Perda RTRW provinsi terbit, kawasan tersebut sudah masuk wilayah darat. Itu terlihat dari peta Badan Informasi Geospasial (BIG).

Namun yang disayangkan adalah SHGB terbit ketika masih berupa air laut. Artinya, keberadaan hak guna bangunan di atas laut ini mengindikasi sudah ada aroma reklamasi sejak dulu.

Dalam RTRW Provinsi Sulsel, memang ada kawasan wilayah jasa perdagangan dan wilayah tersebut boleh direklamasi.

Di luar dari pada itu adalah wilayah perikanan tangkap dan tidak boleh direklamasi karena merupakan alur pelayaran laut dan alur pelayaran nelayan ikan.

Baca Juga:Drama Pilkada Makassar: KPU Akui Tanda Tangan Tak Identik, Akankah PSU Terjadi?

Surat Teguran

Pemprov Sulsel sebelumnya sudah melayangkan surat teguran untuk lima perusahaan yang punya aktivitas pemanfaatan ruang di peisir Makassar. Namun, yang berhak memberikan sanksi kepada perusahaan tersebut adalah Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Sementara, Ketua Forum Komunitas Hijau (FKH) Ahmad Yusran mengatakan ada 46 titik koordinat SHGB yang dimiliki oleh PT DG.

Awalnya, izin itu didapatkan secara online (OSS) dengan luas 7,5 hektare. Dahulu, semua lahan di kawasan tersebut masih wilayah laut sebelum reklamasi.

Namun, berdasarkan titik koordinat yang telah dirangkum pada rapat tindak lanjut laporan kegiatan reklamasi tak berizin yang digelar Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, pengembang, dan Pemerintah Kota Makassar, ditemukan titik koordinat ternyata lebih dari 7,5 hektare. Tapi ada sekitar 23 hektare.

Baca Juga:Sadis! Jukir di Makassar Bunuh Ibu Dua Anak, Mayat Diperkosa

"Tiga kali lebih besar dibandingkan perizinan yang diajukan di awal atau lebih dari 23 hektare. Ini patut dipertanyakan," ujarnya saat dikonfirmasi, Sabtu, 25 Januari 2025.

Selain PT DG, ia mengungkap kapling laut juga dilakukan PT BW. Perusahaan ini punya HGB dan hak milik.

Padahal, pada putusan MK 85/PUU-XI/2013 diatur pelarangan pemanfaatan ruang dengan status HGB di atas wilayah perairan. Putusan tersebut menegaskan bahwa laut adalah ruang publik yang tidak dapat dimanfaatkan untuk kepentingan privat atau komersial.

Dengan demikian, Yusran meminta pemerintah pusat dan para pihak yang terkait untuk melakukan audit penertiban pemanfaatan ruang sistematis lengkap (PPRSL).

Tujuannya untuk transparansi jumlah indikasi pelanggaran pemanfaatan ruang dan jumlah kasus yang perlu pengenaan sanksi administrasi.

Sanksi administrasi bidang kelautan sudah diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 31 tahun 2021.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini