Mengenal Senjata Tradisional Sulawesi Selatan, Ada yang Percaya Dibuat Makhluk Halus

Baik untuk dijadikan alat berburu, berperang, atau jadi simbol kehidupan sosial

Muhammad Yunus
Kamis, 23 Maret 2023 | 13:08 WIB
Mengenal Senjata Tradisional Sulawesi Selatan, Ada yang Percaya Dibuat Makhluk Halus
Salah satu senjata tradisional Sulawesi Selatan, La'bo Penai (parang Toraja) dipamerkan di Inacraft 2023, Jakarta Convention Center (JCC) [SuaraSulsel.id/Lorensia Clara Tambing]

SuaraSulsel.id - Hampir semua wilayah di Indonesia punya beragam senjata tradisional. Baik untuk dijadikan alat berburu, berperang, atau jadi simbol kehidupan sosial.

Salah satunya yang dikenal hingga mendunia adalah senjata tradisional asal Sulawesi Selatan.

Seperti diketahui, orang Sulawesi Selatan hidup tak jauh dari besi sudah sejak dulu. Bagi mereka, besi adalah simbol keutuhan jati diri, utamanya bagi laki-laki.

Senjata tradisional yang paling dikenal adalah badik. Bagi orang Sulsel, badik tidak hanya senjata tajam belaka, tapi lebih dari itu.

Baca Juga:Diduga Sengaja Abaikan Somasi, Syarifah Haerunnisa Siap Beberkan Kesalahan Asib Ali

SuaraSulsel.id merangkum jenis senjata tradisional Sulawesi Selatan yang kaya akan makna dan filosofi :

1. Badik

Badik adalah senjata tradisional khas Sulawesi Selatan yang ada sejak zaman kerajaan. Badik dimaknai sebagai simbol kejantanan dan harga diri seorang pria Bugis-Makassar.

Di Sulawesi Selatan, badik dikenal ada puluhan jenis. Tergantung daerah asal pembuatannya.

Jenisnya bisa dilihat dari gagangnya. Jika bentuk bilahnya lebar di bagian bawah dan tengahnya besar, maka itu badik Makassar atau badik Lompobattang.

Baca Juga:Hilal Terlihat di Pantai Galesong Sulawesi Selatan, Awal Ramadhan NU dan Muhammadiyah Akan Bersamaan

Adapula badik Luwu yang bilah bagian bawahnya lurus dari gagang hingga meruncing di ujung. Badik ini memiliki riwayat masa lalu dan pamor yang unik, sehingga menjadi buruan para kolektor bahkan dari luar negeri.

Mencabut badik dari sarungnya juga tidak boleh sembarangan. Hanya jika diperlukan, seperti untuk menegakkan siri' atau hukum adat, melindungi diri dari serangan, membela negara atau melindungi perempuan.

Tidak heran jika hingga sekarang pun masih banyak laki-laki Bugis yang menyenangi, memiliki, dan membawa badik sebagai simbol sosial kultural untuk menjadi lelaki sejati.

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mendapat hadiah badik saat kunjungan kerja ke Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, Sabtu 30 Oktober 2021 [SuaraSulsel.id / Istimewa]
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mendapat hadiah badik saat kunjungan kerja ke Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, Sabtu 30 Oktober 2021 [SuaraSulsel.id / Istimewa]

2. La'bo Penai

La'bo artinya parang panjang. Ini merupakan senjata kebanggaan suku Toraja.

Di Toraja, parang bisa dijumpai dengan mudah. Bahkan jadi salah satu souvenir yang paling diburu wisatawan.

La'bo diminati pecinta barang antik karena ketajamannya. Gagang dan sarungnya terbuat dari kayu atau bambu dan diukir khas Pa'Tedong.

Dulu, La'bo Penai digunakan masyarakat untuk mengusir penjajah. Makanya, barang ini dianggap sakral karena dianggap sebagai senjata yang membuat masyarakat merdeka dari penjajahan.

La'bo Penai saat ini sudah jarang diproduksi. Beberapa yang tersisa disimpan dan dijadikan barang pusaka di museum. Sekarang, senjata ini hanya boleh digunakan untuk upacara adat.

3. Alameng

Alameng bisa dikata senjata tradisional yang cukup mahal. Karena sarungnya terbuat dari emas.

Di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, senjata ini kerap juga disebut Alameng Tarapeng. Orang percaya Alameng punya kekuatan mistis.

Dulu, Alameng hanya dimiliki oleh raja dan penasihatnya. Senjata ini juga tidak boleh dibawa ke luar dari istana kerajaan.

Setiap tahunnya, Alameng akan dibersihkan Bissu atau pria yang menyerupai wanita.

Ritual membersihkan benda-benda pusaka ini juga hanya boleh dilakukan Bissu. Dalam kepercayaan masyarakat Bugis, Bissu dipercaya menjadi penghubung antara dewa di langit dengan manusia biasa.

4. Kawali

Senjata ini berbentuk unik. Mirip badik, namun bagi orang bugis disebut berbeda.

Kawali punya gagang kayu yang bengkok, ramping dan runcing di ujungnya. Ukurannya juga lebih panjang dari badik.

Senjata tradisional ini terkenal karena ketajaman dan kehalusan penempaan.

Dulu, kawali jadi simbol status sosial di masyarakat. Pria yang bekerja untuk raja diwajibkan punya kawali yang disisipkan di pinggang.

5. Tappi

Tappi adalah keris khas Sulawesi Selatan. Biasa pula disebut Tatarapang atau Le Makkawa.

Tappi adalah senjata andalan raja ke-15 dari Kerajaan Bone, Arung Palakka. Senjata ini selalu ia gunakan saat bertempur melawan pasukan koloni.

Tappi juga dikenal tajam dan beracun di ujungnya. Musuh bisa mati jika tergores sedikit saja.

Lapisannya terdiri emas, mulai dari hulu hingga sarung pembungkus. Masyarakat percaya, senjata ini dibuat makhluk halus. Tidak heran jika dianggap sangat sakral dan mistis.

6. Seppu

Seppu adalah salah satu senjata tradisional asal Sulawesi Selatan yang mirip dengan sumpitan.

Seppu digunakan untuk membunuh musuh secara diam-diam. Keuntungannya adalah bisa membunuh musuh dari jarak jauh.

Konon katanya, pasukan Belanda lebih takut terkena seppu dibanding peluru. Alasannya karena seppu diolesi racun dan musuh bisa meninggal dalam waktu 10 menit.

7. Pantu'

Pantu' merupakan senjata tradisional berbentuk tongkat. Bentuknya seperti tombak. Di ujung atasnya ada bebatan besi. Sementara pangkalnya terbuat dari kayu hitam.

Pada zaman dahulu, pantu' digunakan untuk bertahan dan berperang melawan musuh. Namun seiring perkembangan zaman, pantu' hanya digunakan dalam upacara adat di Sulawesi Selatan.

8. Tado'

Tado adalah salah satu senjata tradisional untuk menjerat hewan liar, seperti babi hutan.

Senjata ini sangatlah praktis dan sederhana, karena hanya dibuat dari kayu atau bambu dan diikat dengan tali pelepah lontar.

9. Kanna

Kanna merupakan senjata tradisional yang digunakan sebagai alat perlindungan diri dari serangan musuh. Bentuknya berwujud perisai atau tameng.

Kanna dibuat dengan bentuk bidang berbentuk kuda atau trapesium. Dan di bagian dalamnya diberi pegangan.

Kanna telah dikenal di kalangan masyarakat Bugis sejak zaman kejayaan kerajaan-kerajaan lokal. Bahkan, dalam ceritra rakyat "Pau-Paunna Sawerigading”, kanna sudah digunakan, baik oleh Sawerigading dan laskarnya dari Luwu maupun oleh laskar kerajaan Cina yang berpusat di Latanete.

Sekarang ini kanna tidak digunakan lagi sebagai perisai maupun senjata tradisional, karena sudah tidak diproduksi. Kalaupun masih ada, hanya ada di daerah Bone dan merupakan peninggalan masa lalu.

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini