SuaraSulsel.id - Syahrir Cakkari, kuasa hukum terdakwa kasus pelanggaran HAM berat di Paniai, Papua, Mayor Infanteri, Purn. Isak Sattu yakin kliennya bisa bebas dari dakwaan.
Hal tersebut dikatakan Syahrir usai mendampingi terdakwa Isak pada persidangan pertama di Pengadilan Negeri Makassar, Rabu, 21 September 2022.
Kata Syahrir, Isak bisa lepas dari dakwaan. Jika keluarga korban tidak bisa membuktikan bahwa kematian empat korban diakibatkan oleh posisi terdakwa.
Saat kejadian pada tanggal 7-8 Desember 2014 lalu, jabatan terdakwa adalah perwira penghubung pada Komado Distrik Militer (Kodim) 1705/Paniai.
Baca Juga:Jokowi Tunjuk Makarim Wibisono Jadi Ketua Tim Non Yudisial Pelanggaran HAM Berat
Dalam dakwaan jaksa, kata Syahrir, tidak dijelaskan secara detail soal perbuatan apa yang dilakukan oleh terdakwa. Sehingga mengakibatkan adanya empat korban meninggal dunia.
"Nah, peristiwa yang diuraikan tadi ini sebenarnya berkaitan satu sama lain dan tidak dijelaskan penyebab matinya empat orang. Apakah akibat perbuatan terdakwa?. Maka potensi terdakwa untuk lepas dari seluruh dakwaan jaksa ini bisa terjadi," ujar Syahrir.
Syahrir menambahkan kliennya juga mengaku ada kejanggalan terhadap uraian keterangan yang disampaikan pada saat penyidikan. Keterangan terdakwa tidak dikutip secara baik di dalam surat dakwaan.
Kendati demikian, Isak Sattu tak mengajukan keberatan terhadap dakwaan jaksa.
"Dari uraian mengenai kejadiannya, lokus dan tempat, ini bisa kita pahami. Sehingga kami berkesimpulan bahwa kita tidak mengajukan eksepsi dan lanjut ke pemeriksaan perkara. Kita langsung ke pembuktian perkara," sebutnya.
Jaksa penuntut umum mendakwa Isak Sattu melanggar pasal 42 ayat (1) huruf a dan huruf b Jis Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf a, Pasal 37 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM).
Atau kedua, perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 42 ayat (1) huruf a dan huruf b Jis Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf h, Pasal 40 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Sidang digelar secara terbuka dan dipimpin majelis hakim ketua, Sutisna Sawati. Ratusan aparat TNI dan anggota polisi disiagakan lengkap dengan senjata laras panjang.
Humas Pengadilan Negeri Makassar Doddy Indra Sakti menambahkan persidangan selanjutnya akan digelar pada Rabu, 28 September 2022. Sidang akan diagendakan dengan pemeriksaan saksi.
"Karena tidak ada keberatan atau eksepsi dari terdakwa, maka sidang akan dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi. Sidang terbuka akan digelar pekan depan," ujar Doddy.
Jadi Tanda Tanya
Sementara, Direktur LBH Makassar Muhammad Haedir mengatakan penanganan kasus ini jadi tanda tanya publik. Bagaimana bisa pelanggaran berat HAM pelakunya hanya satu orang.
Pada kasus Paniai di Papua sebelumnya empat orang dinyatakan meninggal. Sementara 21 orang lainnya luka-luka.
Sehingga menurut Haedir, penetapan satu orang tersangka sangat tidak masuk akal. Apalagi pelanggaran HAM Berat yang dilakukan secara tersistematis.
"Publik akan melihat bagaimana jaksa menkonstruksi satu dakwaan yang harusnya dilakukan pelakunya bersama-sama. Tetapi yang didakwa hanya satu orang. Tidak masuk akal," tegasnya.
Kata Haedir, banyak lembaga yang mengawal kasus ini. Salah satunya adalah LBH Makassar.
Namun menurutnya, pengadilan HAM kali ini akan sama saja dengan kasus-kasus sebelumnya. Selalu gagal.
Ia berharap dalam persidangan kasus Paniai Berdarah, pengadilan HAM terbuka. Nantinya publik bisa menilai terkait proses hukum dalam persidangan.
"Pengadilan gagal untuk membuktikan siapa pelaku sebenarnya. Kita tidak yakin bahwa pengadilan ini akan berujung pada keadilan kepada korban," tegasnya.
Kontributor : Lorensia Clara Tambing