SuaraSulsel.id - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan meminta persoalan pembangunan rel kereta api di Sulawesi Selatan tak perlu dipertentangkan.
Hal tersebut dikatakan Luhut saat menghadiri penanaman mangrove di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, Jumat, 19 Agustus 2022.
"Saya kira tidak ada yang perlu dipertentangkan. Yang pasti kereta api terus berlanjut," ujarnya.
Kata Luhut, pembangunan rel secara elevated ataupun at grade keduanya bisa menguntungkan. Tapi harus dikaji terlebih dahulu.
Baca Juga:Kelompok Diduga Pemain Bola Keroyok Ibu di Jeneponto yang Sedang Gendong Anak
"Saya nanti akan lihat study-nya. Mana yang lebih menguntungkan. Memang pengalaman kita itu di atas tanah (at grade). Tapi ada persilangan jalan, kalau at grade nggak bagus. Tapi saya akan lihat kajiannya dulu," bebernya.
Lintasan kereta api juga akan melewati kawasan mangrove. Luhut memastikan hal tersebut tak akan mengganggu ekosistem tanaman mangrove yang sudah ditanam.
"Jadi nanti kita atur agar mangrovenya tumbuh, kereta api juga jalan," bebernya.
Sementara, Gubernur Sulawesi Selatan Andi Sudirman Sulaiman mengatakan tak mempersoalkan pembangunan rel kereta api Maros-Makassar. Apakah akan dibangun secara elevated atau at grade.
Yang jelas kata Sudirman, pembangunannya rampung. Apalagi proyek tersebut masuk proyek strategis nasional.
"Dari awal kami ga ada masalah. Pemprov dan Kementerian Perhubungan sudah menyetujui (at grade), tapi tergantung pemerintah pusat. Yang jelas selesai, karena ada MNP di sana," kata Sudirman.
Diketahui, persoalan pembangunan rel kereta api jalur Makassar-Maros masih bersengketa. Pemerintah Kota Makassar dan Kementerian Perhubungan berbeda pendapat soal jalur rel yang akan digunakan.
Wali Kota Makassar Mohammad Ramdhan Pomanto menginginkan agar jalur rel ke Makassar dibuat elevated atau melayang. Ia khawatir, jika menggunakan konsep at grade atau di atas tanah, maka akan menimbulkan banjir.
Wali Kota Makassar Mohammad Ramdhan Pomanto menginginkan agar jalur rel ke Makassar dibuat elevated atau melayang. Ia khawatir, jika menggunakan konsep at grade atau di atas tanah, maka akan menimbulkan banjir.
Menurutnya, hal tersebut sudah terlihat di Kabupaten Barru. Kata Danny, setiap tahunnya, banjir terjadi karena dampak dari rel yang dibangun secara at grade.
"Saya hanya membela masyarakat Kota Makassar, karena saya tahu persis (soal tata ruang)," ujarnya.
Ia mengaku akan menyurati Kementerian Perhubungan soal ini. Ia juga sudah berkonsultasi dengan DPRD untuk menyikapi pembangunan kereta api di Makassar.
Sebelumnya, Sudirman mengatakan usulan Wali Kota Makassar Mohammad Ramdhan Pomanto soal rel elevated sebenarnya bagus. Apalagi mempertimbangkan soal aspek banjir.
Hanya saja, hal itu perlu diuji. Apalagi, Balai Kereta Api juga mengantongi izin analisis dampak lingkungan atau Amdal dari proyek tersebut.
"Amdal hanya bisa diuji dengan amdal. Maksudnya teknis juga sama teknis, dong. Kalau anda ingin menguji sesuatu, tidak boleh dengan statement, tapi harus dengan scientific (ilmiah)," kata Sudirman, beberapa waktu lalu.
"Kalau saya sih, sebenarnya (usulan) pak Wali Kota itu baik. Tinggal komunikasi dengan Balai (BPKA) karena urusan teknis itu (di) Balai. Bukan ke kami," lanjutnya.
Sudirman menjelaskan persoalan teknis pekerjaan bukan tanggungjawab Pemprov. Pihaknya hanya menetapkan lokasi (Penlok).
Penlok tersebut sudah ditetapkan baru-baru ini. Nantinya, jalur kereta api dari Maros akan melewati dua desa di kabupaten Maros, dan empat kelurahan di Kota Makassar.
Menurut Sudirman, jika jalur rel di kabupaten Maros ada yang dibuat melayang, maka kota Makassar bisa melakukan lobby ke Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi. Agar dibangunkan yang serupa.
Ia menegaskan Pemprov tidak pernah mengurusi soal rel. Apakah harus dibuat melayang atau di atas tanah.
Yang jelas, kereta api terbangun di Sulawesi Selatan. Karena merupakan proyek strategis nasional.
Ia tak ingin masalah rel membuat pengerjaan berhenti. Apalagi sudah ada anggaran yang dikucurkan pemerintah.
"Kalau Maros bisa elevated, Makassar harus lobby juga kalau mau. Karena bukan saya yang bantu itu Maros untuk elevated atau tidak, tapi mereka sendiri yang diskusi. Tinggal open discussion (diskusi). Silahkan kajian dengan kajian. Kalau maros bisa dikasih (elevated) kenapa Makassar tidak," ungkapnya.
Menutut Sudirman, masalah ini bisa diselesaikan dengan diskusi terbuka. Apalagi budaya Sulawesi Selatan adalah Sipakatau.
Kontributor : Lorensia Clara Tambing