"Kayak ada yang kurang. Seperti belum berhaji," ujarnya.
Tak ada yang tahu pasti sejak kapan jemaah haji asal Sulawesi Selatan mengenakan pakaian yang selalu menarik perhatian. Namun, menurut budayawan dan dosen Universitas Hasanuddin, Ilham Daeng Makkelo, tradisi tersebut kemungkinan berawal di abad 20-an.
Kata Ilham, sebagian besar material pakaian yang digunakan orang berhaji meniru model baju bodo. Tipis, berbayang, dan terlapis. Namun yang identik yakni misbah berenda.
"Kalau dilihat dari sejarah pakaiannya, baju bodo baru ada di abad ke-20. Saat itu mulai ramai dan disandingkan dengan pakaian saat pulang dari berhaji. Kalau dilihat dari periode waktunya, mungkin di sekitar tahun itu kemudian mulai berkembang," ujar Ilham saat dikonfirmasi SuaraSulsel.id
Baca Juga:Ratusan Jemaah Haji Asal Mataram Tiba di Bandara Internasional Lombok Mulai Hari Ini
Menurut Ilham, pergi haji bagi orang Sulawesi Selatan adalah suatu kehormatan. Mereka akan melakukan apa saja untuk mendapatkan panggilan "Haji" di tengah masyarakat.
Walau pun harus menunggu lama, mereka tidak masalah. Untuk Sulawesi Selatan misalnya, masa tunggu haji cukup lama. Bahkan bisa mencapai 97 tahun. Jika mengacu kepada kuota tahun 2022 yang dikurangi.
"Bagaimana pun kondisi ekonominya, mereka akan berusaha untuk berhaji seperti menjual warisan. Itu banyak dilakukan sekarang," ungkapnya.
Kata Ilham, bagi orang Sulawesi Selatan, masalah haji bukan hanya soal ibadah. Ada yang lebih dari itu, yakni soal strata sosial di masyarakat.
Dulu, strata sosial masyarakat yang paling tinggi hanya disandang oleh keturunan bangsawan. Namun, dengan gelar haji, status dengan masyarakat biasa bisa disamakan.
Baca Juga:Sopir Bus Shalawat di Mekkah Dipecat Gara-gara Minta Tip Jemaah Haji
"Karena berhaji bagi orang Sulsel, bukan hanya soal ibadah, tapi lebih memperlihatkan status sosial yang berbeda," ucap Ketua Jurusan Ilmu Sejarah Unhas itu.