JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!

Struktural ekonomi Indonesia yang masih terjebak dalam perangkap negara berpendapatan menengah

Muhammad Yunus
Senin, 15 Desember 2025 | 12:44 WIB
JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
JK menghadiri Sarasehan Ekonomi “Jalan Baru Ekonomi Indonesia: Evaluasi dan Rekonstruksi Strategi Pembangunan Indonesia”, yang diselenggarakan oleh Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin (Unhas) Dalam Rangka Dies Natalis ke-77 Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unhas, di Arsjad Rasjid Lecture Theater, Kampus Unhas, Senin (15/12/2025) [Suara.com/Unhas]
Baca 10 detik
  • Jusuf Kalla menyampaikan evaluasi ekonomi Indonesia saat sarasehan Unhas pada 15 Desember 2025 mengenai jebakan pendapatan menengah
  • Pencapaian Indonesia Emas perlu peningkatan pendapatan empat kali lipat, terhambat insentif fiskal sektor SDA daripada manufaktur
  • Kelemahan hukum dan perlambatan daya beli domestik menjadi kendala utama investasi dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya

SuaraSulsel.id - Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12, Jusuf Kalla (JK), menyoroti tantangan struktural ekonomi Indonesia yang masih terjebak dalam perangkap negara berpendapatan menengah (middle income trap)serta ketergantungan berlebihan pada sumber daya alam, khususnya sektor pertambangan.

Hal tersebut disampaikan JK saat menyampaikan keynote speech dalam acara Sarasehan Ekonomi “Jalan Baru Ekonomi Indonesia: Evaluasi dan Rekonstruksi Strategi Pembangunan Indonesia”, yang diselenggarakan oleh Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin (Unhas) Dalam Rangka Dies Natalis ke-77 Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unhas, di Arsjad Rasjid Lecture Theater, Kampus Unhas, Senin (15/12/2025).

Dalam paparannya, JK menegaskan bahwa Indonesia saat ini berada pada kategori negara berpendapatan menengah, dengan pendapatan per kapita sekitar USD 5.000–15.000.

Untuk mencapai target Indonesia Emas, menurutnya, pendapatan nasional harus meningkat hingga empat kali lipat agar dapat masuk kategori negara berpendapatan tinggi.

Baca Juga:Sengketa Tanah Makassar: Hadji Kalla Lapor Polisi, GMTD Gugat Perdata

“Kalau kita ingin Indonesia Emas, maka pendapatan per kapita harus di atas USD 15.000. Artinya ekonomi kita harus naik sekitar empat kali lipat dari sekarang,” ujar JK.

Namun, JK mengingatkan bahwa upaya tersebut terhambat oleh kesalahan kebijakan ekonomi, terutama dalam pengelolaan sumber daya alam.

Ia menilai insentif fiskal seperti tax holiday justru lebih banyak diberikan kepada sektor pertambangan, bukan kepada sektor manufaktur yang memiliki nilai tambah, penyerapan tenaga kerja, dan transfer teknologi.

“Kesalahan terbesar kita adalah memberikan insentif besar kepada sektor sumber daya alam, seperti nikel dan batu bara. Padahal seharusnya insentif itu diberikan ke sektor manufaktur,” tegasnya.

JK juga mengkritik kebijakan hilirisasi yang dinilai belum sepenuhnya memberi manfaat bagi rakyat.

Baca Juga:GMTD Serang Balik JK, Menteri Nusron Wahid Beri Penjelasan Begini

Ia menyebut sebagian besar industri pengolahan nikel justru dikuasai pihak asing, sementara dampak lingkungan dan kerugian fiskal ditanggung negara.

“Pertumbuhan ekonomi memang terlihat tinggi di daerah tambang, tetapi itu bukan untuk rakyat. Pajaknya minim, lingkungannya rusak, dan keuntungannya lebih banyak dibawa keluar,” katanya.

Selain itu, JK menyoroti lemahnya kepastian hukum dan sering berubahnya regulasi yang membuat investor enggan menanamkan modal di Indonesia.

Kondisi tersebut, menurutnya, menyebabkan investasi Indonesia kalah dibandingkan negara-negara ASEAN seperti Vietnam, Thailand, dan Malaysia.

Dalam konteks global, JK menjelaskan bahwa dunia saat ini tengah memasuki fase deglobalisasi dan meningkatnya nasionalisme ekonomi, dipicu oleh konflik geopolitik seperti perang Rusia–Ukraina dan perang dagang Amerika Serikat–China.

Kondisi tersebut berdampak pada penurunan permintaan global dan harga komoditas unggulan Indonesia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini