SuaraSulsel.id - Menyebut nama Darmawan Denassa, pikiran kita langsung dibawa ke Rumah Hijau Denassa atau biasa disingkat RHD.
Saat ini RHD fokus pada konservasi, edukasi, dan literasi di atas lahan seluas 1,1 hektare di Borongtala, Kelurahan Tamallayang, Kecamatan Bontonompo, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.
"Kami tak hanya berupaya menyelamatkan tumbuhan-tumbuhan lokal dan langka, tapi juga menyelamatkan cerita dibalik tumbuhan tersebut," kata lelaki yang akrab disapa Denassa itu.
Dedikasi Denassa yang merintis RHD sebagai kawasan konservasi, sejak tahun 2007, kini membuahkan hasil. Pada tahun 2021 pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), menganugerahkan dirinya penghargaan Kalpataru. Penghargaan tertinggi di bidang lingkungan.
Baca Juga:Pencegahan Asap Karhutla di Tengah Pandemi Corona
Kisah hidupnya sebagai penggiat lingkungan hidup dengan segala pencapaiannya, akan dibuatkan program oleh TVRI Sulawesi Selatan. Proses pengambilan gambar sudah dilakukan selama 2 hari di RHD. Pada Senin, 28 Februari 2022, merupakan syuting terakhir.
Agus K Saputra, Deputy PT (Persero) Pegadaian Area Makassar 1, Rusdin Tompo, Koordinator Perkumpulan Penulis SATUPENA Sulawesi Selatan, dan penyair Maysir Yulanwar, menyempatkan diri mengunjungi RHD, pada hari libur nasional tersebut. Begitu tiba, mereka disuguhkan satu paket makan siang oleh Denassa.
"Denassa Eco Lunchbox ini juga merupakan cara memperkenalkan keanekaragaman hayati. Biasanya, sebelum makan, diceritakan tentang nasi dan lauk yang dikonsumsi, yang melalui proses panjang," lanjutnya.
Denassa merupakan pencerita yang baik. Dia lancar berbagi pengalamannya mengembangkan RHD, terutama konsep, nilai-nilai filosofis, dan akar budaya Makassar yang dianutnya. RHD, jelas alumni Sastra Unhas ini, didirikan karena didorong oleh kenangan pada masa kecilnya.
Dia mengaku, hobinya yang suka membaca dan mengoleksi prangko ikut mempengaruhi semangatnya mengembangkan RHD.
Lewat RHD yang merupakan kawasan konservasi dan edukasi, dia berharap orang-orang akan datang belajar berbagai hal seputar tanaman. Dia mengingatkan agar kita mesti lebih bijak pada alam, pada tumbuhan. Karena tumbuhan merupakan ibu dari semua spesies kehidupan.
Kedekatannya dengan kedua orangtuanya, membuat dia mendedikasikan RHD pada keluarganya. Di sini, tambahnya, ada pelataran yang dia persembahkan untuk bapaknya, Mappasomba.
Juga ada pelataran Karannuang yang dia persembahkan untuk ibunya. Selain itu, dia telah membuat semacam cetak biru (blue print) tentang RHD beberapa puluh tahun ke depan untuk diwariskan ke anak-anaknya.
RHD ini terus berkembang dan telah dikunjungi oleh peminat isu lingkungan dari 72 negara. Dimulai dengan kegiatan eko wisata, RHD kini punya lokasi baru yang disebut Sawahku, di bekas pembuatan batu bata. Di sana ada kebun Denassa yang merupakan denassa botanical garden.
Kepada Agus K Saputra, Rusdin Tompo, dan Maysir Yulanwar, dia menyampaikan mimpinya. Dia berharap, ada anak yang pernah berkunjung di RHD, akan jadi orang baik.
Bayangkan, katanya, bila anak baik itu jadi Wali Kota Makassar atau Bupati Gowa, berapa banyak orang yang akan rasakan manfaat dari kebaikan kebijakannya.
Bayangkan, kalau anak baik itu jadi Gubernur Sulawesi Selatan, maka akan semakin banyak orang yang rasakan kebaikannya. Begitupun selanjutnya, pada jabatan-jabatan publik yang lebih tinggi dengan skop wilayah kekuasaan yang luas.
"Kalau semakin banyak anak yang pernah berkunjung di sini jadi orang baik, tentu manfaat atas kebaikannya jauh lebih banyak lagi," terangnya.
Salah satu sekolah yang pernah melakukan trip ke RHD adalah SD Negeri Borong, Makassar, tahun 2019. Saat itu, anak-anak diberi hadiah ayam dan sayur-mayur usai mengikuti lomba menggambar. Denassa mengatakan, itu merupakan cara dia memperkenalkan keanekaragaman hayati pada anak-anak sejak dini.
"Kita butuh orang jujur dan kreatif. Karena kita punya banyak orang cerdas tapi belum tentu jujur dan baik. Begitu pula, negara kita ini kaya, jadi kita butuh orang kreatif untuk mengelolanya," imbuhnya.
Kontributor: Rusdin Tompo