SuaraSulsel.id - Polda Sulawesi Tengah akhirnya membebaskan warga penolak tambang di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah. Sebelumnya, ada 59 orang yang ditangkap buntut dari aksi unjuk rasa, pekan lalu.
Anggota Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Sulawesi Tengah Melky Nahar mengatakan 59 orang ini dibebaskan Senin, 14 Februari 2022 dini hari. Setelah ditangkap pada Sabtu, pekan lalu.
Warga ditangkap pihak kepolisian. Saat bentrokan antara aparat dan pengunjuk rasa terjadi.
"59 orang yang ditahan sudah dibebaskan. Tapi kita khawatir jangan sampai membebaskan warga yang ditangkap ini hanya memberi angin segar untuk sementara," kata Melky saat dikonfirmasi, Senin 14 Februari 2022.
Melki mengatakan tindakan represif yang dilakukan aparat di Parigi Moutong menambah daftar panjang kasus kekerasan yang dilakukan aparat ke masyarakat sipil. Bahkan masyarakat dibsana sempat mendapat intimidasi dari polisi.
Melki menceritakan pada Sabtu malam, situasi di Parigi sangat mencekam. Polisi melepaskan water canon dan menyisir rumah warga. Untuk mengamankan masyarakat yang keras menolak pertambangan tersebut.
"Masyarakat trauma karena diintimidasi. Setelah aksi malam hari itu, aparat masih sempat menyisir rumah warga. Sampai kita juga kocar-kacir. Karena polisi gunakan water canon. Mencekam sekali situasinya malam itu," jelasnya.
Jatam Sulteng juga menyayangkan respon Kapolda Sulawesi Tengah Irjen Rudy Sufahriadi terkait kasus penembakan yang mengakibatkan satu warga meninggal dunia.
Menurut Jatam, pernyataan Rudy yang hanya mendorong penegakan hukum terhadap personel tidak akan menyelesaikan masalah utama.
"Kapolda yang harus bertanggung jawab. Sikap polisi di lapangan adalah membawa nama institusi bukan personel. Kami sangat menyayangkan sikap Kapolda yang seolah ingin cuci tangan dari kasus ini," tegasnya.
Melki menambahkan aksi unjuk rasa susulan masih akan terjadi, hari ini. Bahkan titiknya melebar sampai ke Kota Palu dan kampung-kampung.
Hal ini sebagai bentuk solidaritas masyarakat atas meninggalnya Erfaldi (21), warga yang meninggal karena diduga ditembak oleh aparat saat demo berlangsung.
Masyarakat tetap menuntut agar Gubernur Sulawesi Tengah Rusdy Mastura bisa mencabut izin PT Trio Kencana.
Penolakan warga atas tambang emas PT Trio Kencana itu disebabkan luas konsesi tambangnya yang mencapai 15.725 hektar, mencakup lahan pemukiman, pertanian dan perkebunan milik warga.
Kontributor : Lorensia Clara Tambing