"Saya dari keluarga kurang mampu, dulu satu kamar harus tidur dengan semua saudara. Disitulah terjadi."
Saya mengatakan, kakak ketiganya, Y, adalah pelakunya. Ia kerap dilecehkan ketika malam hari. Saat semua orang sudah terlelap.
Ia menduga Y melakukannya karena mencontoh perilaku kedua orang tuanya. Saya berulang kali menciduk Y sedang mengintip orang tuanya sedang berhubungan seks.
"Karena pembatas antar ranjang kami dan ranjang orang tua hanya kain gorden. Jadi di rumah hanya satu kamar," jelasnya.
Baca Juga:Jalan Terjal Mengungkap 'Kuasa' Predator Seks di Lingkungan Kampus
Sejak itu Y menjadikannya objek. Bahkan kadang mencium dan menggendongnya sambil memegang daerah sensitif tubuhnya dan mengatakan "sayang adik".
"Saya tidak berani teriak dan melawan. Antara malu ke mama-papa kalau ketahuan dan dia akan diusir dari rumah. Jadi setiap sudah saya selalu menangis diam-diam," lanjutnya.
Y juga kerap mengajaknya bermain ke belakang rumah. Modusnya adalah bermain tenda. Kadang Saya menolak karena ia tahu Y akan menyodominya. Namun jika ditolak, Y kerap memukulnya.
Saya menjadi korban kekerasan seksual lebih satu tahun. Saat memasuki SMP, ia memilih pindah ke rumah neneknya.
Sejak saat itu hubungan Saya dan kakak kandungnya tidak akur hingga kini. Saya selalu melawan dan merasa dendam dengan saudaranya sendiri.
Baca Juga:Marak Kasus Kekerasan Seksual, Dorongan Pengesahan RUU TPKS Terus Menggema
"Sudah 10 tahun lebih kejadiannya tapi saya masih ingat semua. Saya dendam, saya tidak bisa maafkan secara personal, walau kami masih bicara karena orang tua," terangnya.