Banyak Mahasiswa UNM Korban Pelecehan Seksual Dosen Pembimbing Takut Melapor

Perlakuan tidak senonoh dan pelecehan seksual oleh oknum dosen

Muhammad Yunus
Senin, 13 Desember 2021 | 10:14 WIB
Banyak Mahasiswa UNM Korban Pelecehan Seksual Dosen Pembimbing Takut Melapor
Ilustrasi pelecehan seksual di kampus [Suara.com/Rochmat]

SuaraSulsel.id - Perhatian! Konten berita ini mengandung unsur sensitif bagi penyintas pelecehan seksual. Kronologi kekerasan seksual dalam tulisan sudah mendapatkan persetujuan dari yang bersangkutan untuk dimuat.

Kampus sebagai tempat menimba ilmu dan pengetahuan. Ternyata tidak aman bagi perempuan. Perlakuan tidak senonoh dan pelecehan seksual oleh oknum dosen di sejumlah perguruan tinggi menambah panjangnya rentetan kasus pelecehan terhadap perempuan.

Perempuan tidak benar-benar aman, dimana pun berada. Ada korban yang berani berbicara, ada juga yang diam. Karena takut, tertekan, dan malu.

Salah satu korban dialami mahasiswi Universitas Negeri Makassar atau UNM, Melati (bukan nama sebenarnya). Mahasiswi tingkat akhir di Fakultas Ekonomi dan Bisnis itu pernah dilecehkan oleh dosen pembimbing, Dimas (nama disamarkan).

Baca Juga:Bantah Kirim Pesan Porno, Dosen Reza Ghasarma Ditetapkan Tersangka dan Ditahan Polisi

Melati menceritakan, beberapa kali diajak bertemu di ruang kerja Dimas. Modusnya untuk konsultasi. Disitulah Dimas tiba-tiba merangkulnya. Kemudian memegang pahanya.

"Kadang juga melihat ke bagian dada saya. Jadi kadang saya tepis dengan pura-pura gerak seolah-olah mengambil barang. Saya takut kalau menegur dia tersinggung dan proses ujian saya dipersulit," ujar Melati kepada SuaraSulsel.id, Sabtu, 4 Desember 2021.

Melati kemudian memberanikan diri untuk menceritakan hal seperti itu ke teman sekelasnya. Parahnya sebagian mahasiswi lain juga ternyata pernah diperlakukan sama oleh dosen Dimas.

Korban Melati mengaku, ia dan beberapa mahasiswi lainnya pernah berencana melaporkan pelaku ke dewan kode etik dan rektor UNM.

Namun takut jika pihak rektorat tidak merespons dan membuat mereka kesulitan menyelesaikan studi. Alasannya, pimpinan selalu ingin menjaga nama baik kampus.

Baca Juga:Dosen Pamer Kelamin ke Mahasiswi, Ungu Malah Dituding Istri Pelaku jadi Wanita Penggoda

"Beberapa teman memberi pertimbangan bagaimana jika kita dipersulit untuk selesai. Sebab sejumlah kasus di kampus lain begitu. Tapi sejak saat itu kami tidak lagi berani sendiri ke ruangannya, selalu ramai-ramai," ungkapnya.

Masih di kampus yang sama, Fakultas Bahasa dan Sastra UNM pernah heboh pada bulan September lalu. Salah seorang guru besar di kampus itu pernah dilaporkan oleh mahasiswi bimbingannya berinisial A.

Awalnya, A sudah sepakat untuk diwawancarai dan kasusnya diangkat. Namun belakangan ia meminta agar hasil wawancara dengan SuaraSulsel.id tidak dipublikasikan. Karena dosen itu sudah diberi sanksi. Kami pun menghargainya.

Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan UNM, Sukardi Weda tidak menampik data-data di atas. Ia mengaku, banyak mahasiswi yang mengaku jadi korban kekerasan seksual di kampus. Namun tidak didukung dengan bukti. Hal tersebut membuat birokrat kampus kesulitan menjatuhkan sanksi kepada pelaku.

Namun, jika ada laporan dengan bukti kuat, pihak kampus tentu mengusut. Seperti kasus pelecehan yang pernah dialami oleh mahasiswi Fakultas Bahasa dan Sastra, beberapa waktu lalu. Oknum dosen itu sudah dijatuhi sanksi. Walau banyak yang protes karena sanksinya dianggap ringan.

"Sanksinya tidak boleh untuk mengajar mahasiswa strata satu dan tidak boleh lagi menjadi dosen pembimbing. Tapi sanksi sosial itu lebih berat," ujar Sukardi.

Ia mengatakan pihaknya mendukung penuh Permendikbud Nomor 30 tahun 2021 yang dikeluarkan Menteri Pendidikan, Nadiem Makarim, baru-baru ini. Aturan ini bisa jadi pedoman petinggi kampus untuk melakukan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi ke depannya.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH Apik) Sulawesi Selatan Rosmiati Sain mengatakan pelecehan seksual di kampus sudah terjadi sejak lama. Hampir semua kasus yang diterima pihaknya, pelakunya adalah dosen pembimbing.

Kata Rosmiati, banyak mahasiswi yang enggan melapor karena merasa malu dan takut. Para korban juga mendapat intimidasi ataupun ancaman sehingga mereka tidak punya kuasa untuk melawan.

"Kami anjurkan agar dilaporkan ke petinggi kampus agar diproses maksimal karena sudah mencederai nama baik kampus. Apabila tidak ada penyelesaian, korban bisa bawa ke jalur hukum untuk diproses lebih lanjut," ujarnya.

Para korban juga perlu mendapat trauma healing dari psikolog. Menurutnya, semua korban pelecehan seksual akan mengalami trauma dan ketakutan.

"Kasus seperti ini harus diusut tuntas. Bagaimana caranya? ya kita mendorong pengesahan RUU penghapusan tindak pidana kekerasan seksual. Selama ini tidak disahkan, maka perempuan akan merasa tidak aman," ungkapnya.

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini