Ia mengatakan pihaknya mendukung penuh Permendikbud Nomor 30 tahun 2021 yang dikeluarkan Menteri Pendidikan, Nadiem Makarim, baru-baru ini. Aturan ini bisa jadi pedoman petinggi kampus untuk melakukan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi ke depannya.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH Apik) Sulawesi Selatan Rosmiati Sain mengatakan pelecehan seksual di kampus sudah terjadi sejak lama. Hampir semua kasus yang diterima pihaknya, pelakunya adalah dosen pembimbing.
Kata Rosmiati, banyak mahasiswi yang enggan melapor karena merasa malu dan takut. Para korban juga mendapat intimidasi ataupun ancaman sehingga mereka tidak punya kuasa untuk melawan.
"Kami anjurkan agar dilaporkan ke petinggi kampus agar diproses maksimal karena sudah mencederai nama baik kampus. Apabila tidak ada penyelesaian, korban bisa bawa ke jalur hukum untuk diproses lebih lanjut," ujarnya.
Baca Juga:Bantah Kirim Pesan Porno, Dosen Reza Ghasarma Ditetapkan Tersangka dan Ditahan Polisi
Para korban juga perlu mendapat trauma healing dari psikolog. Menurutnya, semua korban pelecehan seksual akan mengalami trauma dan ketakutan.
"Kasus seperti ini harus diusut tuntas. Bagaimana caranya? ya kita mendorong pengesahan RUU penghapusan tindak pidana kekerasan seksual. Selama ini tidak disahkan, maka perempuan akan merasa tidak aman," ungkapnya.
Kontributor : Lorensia Clara Tambing