SuaraSulsel.id - Industri MICE (Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition) di Kota Makassar kembali menggeliat. Setelah vakum hampir dua tahun.
Namun, ada aturan yang wajib diikuti oleh penyelenggara Pertemuan, Insentif, Konvensi, dan Pameran di Indonesia.
Aturan tersebut dikeluarkan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) melalui protokol CHSE atau Cleanliness, Health, Safety, Environment Sustainability.
"Ada indikator yang harus dipenuhi saat sebelum atau setelah industri event dilaksanakan. Aturannya wajib," kata Koordinator Strategi dan Promosi Event Daerah Kemenparekraf, Hafiz Agung Rifai di Makassar, Kamis, 18 November 2021.
Baca Juga:Rekomendasi 5 Tempat Wisata di Bandung Selatan untuk Merayakan Tahun Baru 2022
Menurut Hafiz, CHSE dibuat untuk membangkitkan kembali industri Pertemuan, Insentif, Konvensi, dan Pameran yang sempat mati. Akibat adanya pandemi Covid-19. Sehingga panduan CHSE akan menjadi standar minimal penyelenggaraan kegiatan.
"Apalagi diketahui penyelenggaraan event selalu melibatkan banyak orang. Bukan cuma untuk penyelenggara saja, tapi pengisi acara dan penonton juga. Nah, yang sulit itu penonton karena melibatkan publik," ujarnya.
Hafiz menjelaskan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno sudah bertemu dengan Kapolri Jenderal Listiyo Sigit Prabowo. Membahas izin keramaian untuk kegiatan pariwisata. Pihak kepolisian boleh memberi izin asal menggunakan protokol kesehatan yang ketat.
Panduan CHSE kemudian dilampirkan sebagai persyaratan pengurusan perizinan. Di dalamnya berisi mengenai aturan bagi pihak penyelenggara, pengunjung, dan juga para pengisi acara.
Diantaranya, penyelenggara event diwajibkan melakukan koordinasi dengan berbagai pihak terkait. Seperti pemerintah daerah, Satgas Covid-19, hingga pihak kepolisian di masing-masing daerah.
Baca Juga:Mahalnya Harga Tiket Masuk Wisata Religi Sunan Drajat Lamongan
Kemudian, jumlah pengunjung harus dibatasi dan wajib melakukan physical distancing. Penyelenggara kegiatan juga wajib menyiapkan tempat cuci tangan dan selalu mengingatkan para pengunjung untuk menerapkan protokol kesehatan.
Aturan lainnya adalah membuat rute jalan masuk dan keluar yang berbeda. Bertujuan untuk mengurangi kontak antar pengunjung. Lalu, sistem registrasi dan pembayaran harus dilakukan secara online atau non tunai.
Hafiz menegaskan aturan ini bukan untuk mempersulit para penyelenggara kegiatan, melainkan untuk menjaga keselamatan bersama. Selain itu, dalam pelaksanaannya akan mengacu pada Inmendagri dan disesuaikan dengan kebijakan masing-masing daerah.
Penerapan CHSE pada event di sejumlah daerah dinilai berhasil. Pada Festival Jazz Gunung Bromo di Jawa Timur dan Toraja Highland Festival misalnya.
Setelah 14 hari kegiatan tersebut, tidak ada kasus Covid-19 yang muncul, atau tidak ditemukan adanya klaster karena kegiatan tersebut.
Inisiator Toraja Highland Festival Prana Rama menambahkan, CHSE event tersebut akan menjadi pegangan bagi penyelenggara event untuk menghindari risiko terciptanya klaster baru. Hal tersebut sudah dibuktikan pada festival di Toraja yang digelar pada bulan Oktober lalu.
"Pada festival di Toraja, yang belum vaksin kami larang masuk. Sehingga acara itu dibarengi dengan vaksinasi massal. Kita batasi juga pengunjungnya sekitar 200 orang saja. Jadi kita berlakukan satu pintu masuk dan satu keluar sesuai aturan CHSE," bebernya.
Prana mengatakan program CHSE ini sangat membantu penyelenggara event. Mereka kini punya pedoman agar tetap bisa melaksanakan event dan memberdayakan UMKM.
"Tantangannya hanya antusias masyarakat saja. Bayangkan dua tahun dikurung di rumah tidak bisa apa-apa, tiba-tiba ada kegiatan jadi mereka sangat antusias. Tapi dengan adanya CHSE, kita sekarang jadi tahu apa-apa saja yang harus dilakukan di tengah pandemi ini," tandasnya.
Kontributor : Lorensia Clara Tambing