Tidak Dilapor ke LHKPN
Sebagian pendapatan Nurdin Abdullah itu ternyata tidak dilaporkan ke Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara atau LHKPN. Salah satunya adalah biaya operasional tersebut.
"Saudara tahu apa saja yang harus dilaporkan ke LHKPN?" tanya Jaksa Penuntut Umum KPK, Siswandono.
Nurdin mengaku tidak tahu. Setahunya biaya operasional sebagai Gubernur tidak perlu dilaporkan.
Baca Juga:Nurdin Abdullah: Tidak Masalah Gubernur Terima Uang Pengusaha, Kalau Bantuan
Siswandono kemudian memperlihatkan soal jenis pendapatan yang harus dilaporkan setiap tahunnya, termasuk soal biaya operasional kepala daerah.
Siswandono juga menyinggung soal laporan LHKPN Nurdin yang tidak sesuai dengan fakta. Di LHKPN, Nurdin melaporkan honorarium ternyata Rp200 juta, ternyata faktanya Rp150 juta.
"Minta maaf yang input itu staf saya. Minta maaf saya tidak cek," ucap Nurdin.
Beli Tanah Dari Hasil Tabungan
JPU KPK Asri Irwan juga mencecar Nurdin soal pembelian lahan puluhan hektar di Kabupaten Maros. Nurdin membeli lahan itu dengan uang cash sampai miliaran.
Baca Juga:Nurdin Abdullah Mengaku Terima Rp2,2 Miliar
Menurut Asri, uang cash miliaran ini jumlahnya cukup banyak jika tunai. Sehingga cukup rawan. Kenapa tidak dibayar secara transfer.
Nurdin mengaku uang itu berasal dari usaha sampingan. Begitupun dengan anak istrinya yang punya banyak bisnis.
Dari hasil usaha itulah mereka menabung dan membeli tanah di Dusun Ara, Maros.
"Perlu saya jelaskan, kami punya simpanan, ada banyak usaha juga. Ada usaha istri, anak-anak, sebelum jadi bupati kami usaha bersama-sama dengan Jepang, bapak. Saya tidak pernah manfaatkan jabatan," kata Nurdin.
Asri kemudian menanyakan konsep Nurdin menabung. Apakah uangnya disimpan tunai di rumah atau di rekening bank.
"Saya simpan di rumah, ada brankas, dikumpul. Ada juga di rekening, di BPD," jawab Nurdin Abdullah.
Kontributor : Lorensia Clara Tambing