Polisi Disebut Tidak Cermat Tangani Laporan Pencabulan 3 Anak di Luwu Timur

LBH Kota Makassar mendesak Mabes Polri membuka kembali kasus dugaan pencabulan

Muhammad Yunus
Jum'at, 08 Oktober 2021 | 06:56 WIB
Polisi Disebut Tidak Cermat Tangani Laporan Pencabulan 3 Anak di Luwu Timur
Tim penasehat para korban, Rezky Pratiwi saat memberikan keterangan pers di kantor LBH Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (7/10/2021) malam. ANTARA/Darwin Fatir.

SuaraSulsel.id - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kota Makassar mendesak Mabes Polri membuka kembali kasus dugaan pencabulan terhadap tiga orang anak yang dilakukan oleh oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) berinisial SA (43 tahun) di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan.

LBH Makassar menilai penanganan kasus dugaan pencabulan tersebut cacat prosedur.

LBH Makassar, Rezki Pratiwi selaku kuasa hukum korban, mengatakan kasus ini telah dilaporkan oleh ibu korban RS pada Oktober 2019 silam.

Kala itu, tiga anak RS yang diduga menjadi korban pencabulan di Kecamatan Malili, Kabupaten Luwu Timur, Sulsel masing-masing diketahui adalah AL (8 tahun), MR (6 tahun) dan AL (4 tahun).

Baca Juga:Diduga Dilakukan Ayah Kandung, KPAI Minta Polres Luwu Timur Usut Kasus Perkosaan Tiga Anak

Setelah mengetahui anaknya menjadi korban pencabulan, kata Rezki, ibu korban awalnya berupaya melaporkan kejadian itu ke Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak atau P2TP2A Kabupaten Luwu Timur. Hanya saja, di sana korban tidak mendapatkan pelayanan yang semestinya.

Dari situ, ibu korban mendatangi Kantor Polres Luwu Timur untuk melaporkan kejadian tersebut.

"Sayangnya dalam proses itu, karena tidak didampingi juga, polisi menghentikan dalam waktu singkat," kata Rezki kepada SuaraSulsel.id, Kamis 7 Oktober 2021.

Karena itu, kata dia, ibu korban berangkat dari Kabupaten Luwu Timur menuju Kota Makassar untuk meminta bantuan. Semua ini dilakukan agar mendapat keadilan dari kasus pencabulan yang telah menimpa ketiga anaknya.

"Datang ke Kantor P2TP2A Makassar. Di sana dirujuk ke LBH Makassar untuk dapat bantuan hukum," jelas Rezki.

LBH Makassar yang menjadi pendamping hukum korban meminta Polda Sulsel segera melakukan gelar perkara. Tujuannya, adalah agar kasus pencabulan terhadap ketiga anak di Kabupaten Luwu Timur itu proses hukumnya dapat dibuka kembali.

Baca Juga:Diperkosa Ayah Kandung yang Berprofesi ASN, Ibu Melawan, Polres Luwu Timur Membungkam

"Gelar perkara itu dilakukan bulan Maret 2020. Sayangnya dalam proses itu di Polda Sulsel, tetap dinyatakan tidak cukup. Akhirnya rekomendasi Polda Sulsel untuk tidak melanjutkan kasus juga. Kami berupaya setelah itu ke Mabespolri tidak ada tindaklanjut sampai hari ini," terang Rezki.

Menurut Rezki, barang bukti tersebut dinyatakan tidak cukup karena polisi yang menangani kasus itu memang tidak melakukan penyelidikan yang layak. Sebab itu, agar buktinya cukup. Kasus tersebut harus kembali dibuka.

Apalagi, bukti-bukti pendukung yang dimasukkan pada saat gelar perkara di Polda Sulsel sangat jelas. Bukti-bukti tersebut terdiri dari laporan psikologi ketiga anak yang menyatakan telah terjadi kekerasan seksual.

Semua keterangan korban juga sama dan bersesuaian. Bahkan, juga ada ditemukan bahwa pelaku yang melakukan kejahatan dari kasus pencabulan terhadap ketiga anak di Kabupaten Luwu Timur itu lebih dari satu orang.

"Ada ditemukan juga bahwa pelakunya lebih dari satu orang. Diluar dari terlapor. Itu keterangan psikolog anak," kata dia.

"Kedua, dalam proses pengambilan BAP, ketiga anak tidak didampingi oleh ibu. Bahkan tidak didampingi pendamping apa pun, hanya anak dan penyidik. Tidak ada siapa pun, tidak ada pengacara. Itu yang kami anggap cacat prosedur," tambah Rezki.

Hasil pemeriksaan psikolog anak ini, kata Rezki, belakangan baru muncul setelah dilakukan pemeriksaan di P2TP2A Kota Makassar setelah kasus tersebut dihentikan proses penyelidikannya.

"Setelah penghentian itu. Jadi itu kita ajukan, berharapnya Polda Sulsel bisa mempertimbangkan tapi tetap tidak dibuka," tutur dia.

"Yang keberatannya kami ke Polda, kami sebut kalau seharusnya anak didampingi pada saat diperiksa dulu di Luwu Timur. Tetapi, tetap tidak ditindaklanjuti pelanggaran itu, kemudian penyidik justru melakukan pemeriksaan psikiatri ke ibu korban yang juga cacat prosedur. Hanya 15 menit tidak ada tahapan khusus, tiba-tiba keluar disebut punya Wahap," sambung Rezki.

Selain itu, kata Rezki, yang menjadi acuan penyidik menghentikan kasus karena terdapat asesmen dari P2TP2A Kabupaten Luwu Timur yang mengatakan bahwa anak-anak tersebut tidak mengalami trauma.

"Nah, ini yang kesimpulan yang keliru, apalagi asesmen itu dilakukan sama bukan psikolog. Dia cuma sarjana psikologi, tidak punya sertifikat dan tidak punya izin melakukan asesmen ke anak. Dan kesimpulan bahwa anak-anak itu tidak mengalami kekerasan seksual hanya karena anak-anak kelihatan tidak trauma ketika berada di sekitar si terlapor ini. Sementara itu kesimpulan yang keliru kalau menurut psikolog anak yang kami rujuk di Makassar. Tidak selalu kekerasan seksual itu hasilnya trauma, bisa jadi gejala psikologis yang berbeda atau pun munculnya belakangan. Jadi tidak bisa langsung disimpulkan bahwa tidak terjadi apa-apa," papar Rezki.

Oleh karena itu, LBH Makassar selaku pendamping hukum korban mendesak Polri untuk kembali membuka kasus dugaan pencabulan yang dialami oleh tiga anak di Kabupaten Luwu Timur tersebut. Alasannya karena penaganan kasus itu, penyelidikannya dianggap cacat prosedur.

"Prosedurnya cacat dari pihak-pihak yang terlibat di dalamnya, kemudian kami juga kan memasukan bukti baru. Laporan psikolog anak di Makassar, juga ada foto-foto yang kami lampirkan pada saat di Polda. Ini harus ditindaklanjuti sama Polda Sulsel. Jadi sesuai dengan upaya kami, kami sudah bersurat minta Polri untuk mengevaluasi, membuka kasusnya. Bahkan mengambil alih penanganan kasusnya. Sampai sekarang tidak ada tindaklanjut, baru setelah ini ramai, ada beberapa pihak yang menindaklanjuti ke Polri. Supaya anak-anak bisa mendapat keadilan," kata dia.

Saat ditanya mengenai kondisi korban, kata Rezki, saat ini semuanya masih berada di tempat yang aman. Dampak dari kejadian itu, rupanya masih sangat membekas terhadap ketiga anak yang menjadi korban.

"Menurut ibunya masih ada kelihatan kebiasaan yang tidak biasanya. Jadi lebih kasar ketika bermain. Kami juga akan mendorong supaya bisa ada psikolog yang ke sana. Kalau alamatnya kami nggak bisa kasih tahu," pungkas Rezki.

Kontributor : Muhammad Aidil

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini